Oleh: Fransiskus Borgias M.
Inilah mazmur Halel kelima. Mazmur ini diawali dengan pekik halel, pujilah Yahweh. Bahkan pekik HALELUYA itu menjadi judul mazmur 150 ini. Dengan demikian seluruh untaian mazmur dipuncaki dengan pekik HALELUYA. Mazmur ini sangat singkat. Hanya terdiri atas enam ayat. Karena itu saya tidak membaginya ke dalam unit-unit, melainkan menguraikannya sebagai satu kesatuan. Ada sesuatu yang sangat unik dalam ayat 1 ini. Kita diajak memuji Allah di tempat kudus-Nya. Itu berarti di Yerusalem. Jadi, semua diajak ke Yerusalem. Tetapi di ayat 1b ada sesuatu yang menarik lagi, sebab di sana manusia diajak memuji Tuhan di cakrawala-Nya. Artinya, kita memuji Tuhan dalam alam semesta, dan bersama dengan seluruh alam semesta. Butuh sedikit daya imajinasi untuk membayangkan pujian bercorak kosmis ini. Dalam ayat 2a diberi alasan untuk memuji Dia. Yaitu kita memuji Tuhan karena Ia kuat kuasa (perkasa). Dalam ayat 2b kita memuji Dia karena pujian itu adalah sesuatu yang layak dan pantas diberikan kepadaNya karena Ia agung dan mahadahsyat.
Dalam ayat 3 kita melihat bahwa pujian kepada Tuhan hendaknya dibantu dengan alat musik. Di sana disebutkan beberapa alat musik yaitu sangkakala, gambus dan kecapi (dua alat terakhir ini sudah disebut dalam mazmur 149). Ajakan memuji Tuhan dengan alat musik dilanjutkan dalam ayat 4. Di sini alat musik yang disebutkan khusus ialah rebana. Lalu dalam ayat 4a juga muncul unsur lain yaitu tari-tarian. Ini adalah bagian utuh dari gelombang sukacita pujian kepada Tuhan. Maka saya tegaskan lagi bahwa memuji Tuhan juga bisa diungkapkan dengan gerak tari yang ramai dan riuh rendah. Tidak perlu ada alergi terhadap gerak, terhadap tarian dalam ibadah. Dalam ayat 4b sekali lagi disebut alat musik kecapi dan ada tambahan alat musik seruling. Alat-alat ini dipakai untuk mengiringi pujian kepada Tuhan. Dalam ayat 5 muncul alat musik lain (termasuk kategori perkusi). Di sini disebutkan alat musik ceracap. Tiruan bunyi ceracap diulang secara variatif di sini (berdenting dan berdentang). Secara imajinatif saya membayangkan betapa ramai dan riuh rendahnya suasana puji-pujian yang diciptakan oleh perpaduan pelbagai musik, nyanyian, dan tarian itu. Semuanya menjadi hidup karena Tuhan. Semuanya menjadi hidup di hadapan Tuhan. Kiranya itulah yang mau ditegaskan dengan mazmur ini.
Akhirnya mazmur ini ditutup dengan himbauan bahwa semua makhluk hidup yang bernafas memuji dan memuliakan Tuhan. Dan yang bernafas itu tidak hanya manusia. Melainkan juga hewan dan tetumbuhan. Semua diajak ikut ambil bagian dalam pujian alam semesta. Semua diundang ikut ambil bagian dalam pujian kosmis. Sebagaimana biasa, mazmur ini juga diakhiri dengan pekik Haleluya, sebagaima pada awal. Di sini saya teringat akan puisi kosmis Fransiskus Asisi. Puisi itu (Laudato Si) kini terkenal lagi karena diangkat Paus Fransiskus menjadi judul salah satu ensikliknya (2015). Saya juga teringat akan nyanyian tiga pemuda dalam tanur api. Mereka memuji Tuhan alam semesta langit dengan mengajak semua unsur alam semesta dalam pujian agung. Untuk menutup uraian ini saya mengutip kitab Tambahan Daniel itu: “Pujilah Tuhan, hai matahari dan bulan, nyanyikanlah dan tinggikanlah Dia selama-lamanya. Pujilah Tuhan, hai segala bintang di langit, nyanyikanlah dan tinggikanlah Dia selama-lamanya. Pujilah Tuhan, hai segala hujan dan embun, nyanyikanlah dan tinggikanlah Dia selama-lamanya.” (Tamb Dan 3:62-64).
Canggu, Bali, Awal April 2018.
canticum solis adalah blogspot saya untuk pendalaman dan diskusi soal-soal filosofis, teologis, spiritualitas dan yang terkait. Kalau berkenan mohon menulis kesan atau komentar anda di bagian akhir dari artikel yang anda baca. Terima kasih... canticum solis is my blog in which I write the topics on philosophy, theology, spiritual life. If you don't mind, please give your comment or opinion at the end of any article you read. thanks a lot.....
Showing posts with label untaian-mazmur. Show all posts
Showing posts with label untaian-mazmur. Show all posts
Sunday, May 6, 2018
MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 149
Oleh: Fransiskus Borgias M.
Ini adalah mazmur Halel keempat. Mazmur ini termasuk sangat singkat. Hanya terdiri atas 9 ayat. Judulnya dalam Alkitab ialah “Nyanyian Kemenangan bagi orang Israel.” Karena mazmur ini singkat maka saya tidak membaginya ke dalam beberapa unit, melainkan mengulasnya sebagai satu kesatuan saja. Sebagaimana biasa dalam koleksi mazmur halel, mazmur ini dimulai dengan pekik Halel, Pujilah Yahweh. Pemazmur mengajak jemaatnya untuk menyanyikan nyanyian baru (canticum novum) bagi Tuhan. Ia meminta agar nyanyian baru itu dilambungkan sebagai pujian bagi Tuhan dan hal itu harus dilakukan di tengah jemaat (ay 1). Nyanyian dan aktifitas bernyanyi adalah ungkapan hati yang bersuka-cita dan bersorak-sorai. Pemazmur menghendaki agar Israel bersukacita atas Pencipta mereka, agar Israel bersorak-sorai atas Tuhan Raja mereka (ay 2). Pujian dan rasa sukacita itu tidak hanya diungkapkan dengan nyanyian, melainkan juga dengan tari-tarian. Jadi, gerak tarian adalah sesuatu yang sah juga dalam pujian kepada Tuhan. Tidak perlu ada sikap alergi terhadap gerak tarian karena ada tendensi kuat untuk memandang doa sebagai sikap hening dan diam. Para pemuja juga dianjurkan memakai alat musik tertentu untuk mengiringi nyanyian dan tarian mereka. Di sana disebutkan secara eksplisit alat musik seperti rebana dan kecapi (ay 3). Dalam ayat 4 diajukan alasan bagi pujian tersebut. Alasannya ialah karena Tuhan berkenan kepada umat-Nya. Tuhan memuliakan (memahkotai) orang yang rendah hati dengan shalom. Tuhan menampakkan perkenanan-Nya di tengah umat dan hal itu mendatangkan sukacita dan sorak-sorai bagi jemaat. Bahkan dalam tidur pun mereka tetap bersukacita dan bersorak-sorai (ay 5). Pemazmur menghendaki agar pujian bagi Tuhan senantiasa diucapkan umat (ay 6: ada dalam kerongkongan mereka, dan karena itu siap untuk diucapkan dengan lantang). Sampai di sini kita tidak merasa ada masalah dengan mazmur ini. Sebab ia mengajak umat melambungkan pujian bagi Tuhan pencipta dan penyelamat.
Ayat 6b terasa sedikit bermasalah, sebab di situ dilukiskan sebuah gejala kekerasan (pedang bermata dua ada di tangan mereka). Pedang itu dimaksudkan untuk melakukan pembalasan dan penyiksaan terhadap para bangsa (ay 7). Fenomena kekerasan itu terus berlanjut dalam ayat 8. Ungkapan yang ada dalam ayat 8 ini dimaksudkan untuk melukiskan tindakan untuk membuat lumpuh para penindas yang selama ini merajalela dan mendatangkan sengsara bagi umat Tuhan. Hal itu ditegaskan kembali pada awal ayat 9 di mana dikatakan bahwa semua aksi itu dimaksudkan untuk melaksanakan hukuman atas mereka. Menjadi semakin bermasalah lagi karena dalam ayat 9b dikatakan bahwa semua aksi kekerasan itu adalah sebuah semarak bagi semua orang yang dikasihi-Nya. Lalu mazmur ini diakhiri dengan pekik Halel lagi sebagaimana pada awal tadi.
Jadi mazmur ini terasa sangat paradoksal. Ada ajakan pujian, tetapi ada juga nada kekerasan. Saya mencoba memahami hal ini dengan mengatakan sebagai berikut: Tuhanlah yang menyelenggarakan hidup umat. Termasuk di dalamnya ialah tindakan pemulihan nasib umat. Pemulihan nasib umat selalu berarti mengalahkan atau menghancurkan orang yang menindas mereka selama ini. Dan semuanya itu dilihat, dalam kaca mata pengalaman iman, sebagai karya penyelenggaraan ilahi dalam dan terhadap hidup umatnya, betapa pun hal itu terasa keras. Hanya perlu diingat bahwa subjek pelaku pemulihan itu ialah Tuhan sendiri, bukan manusia. Manusia tidak berhak sama sekali untuk melakukan aksi pemulihan itu, apalagi dengan aksi balas dendam dan kekerasan.
Canggu, Denpasar, awal April 2018.
Ini adalah mazmur Halel keempat. Mazmur ini termasuk sangat singkat. Hanya terdiri atas 9 ayat. Judulnya dalam Alkitab ialah “Nyanyian Kemenangan bagi orang Israel.” Karena mazmur ini singkat maka saya tidak membaginya ke dalam beberapa unit, melainkan mengulasnya sebagai satu kesatuan saja. Sebagaimana biasa dalam koleksi mazmur halel, mazmur ini dimulai dengan pekik Halel, Pujilah Yahweh. Pemazmur mengajak jemaatnya untuk menyanyikan nyanyian baru (canticum novum) bagi Tuhan. Ia meminta agar nyanyian baru itu dilambungkan sebagai pujian bagi Tuhan dan hal itu harus dilakukan di tengah jemaat (ay 1). Nyanyian dan aktifitas bernyanyi adalah ungkapan hati yang bersuka-cita dan bersorak-sorai. Pemazmur menghendaki agar Israel bersukacita atas Pencipta mereka, agar Israel bersorak-sorai atas Tuhan Raja mereka (ay 2). Pujian dan rasa sukacita itu tidak hanya diungkapkan dengan nyanyian, melainkan juga dengan tari-tarian. Jadi, gerak tarian adalah sesuatu yang sah juga dalam pujian kepada Tuhan. Tidak perlu ada sikap alergi terhadap gerak tarian karena ada tendensi kuat untuk memandang doa sebagai sikap hening dan diam. Para pemuja juga dianjurkan memakai alat musik tertentu untuk mengiringi nyanyian dan tarian mereka. Di sana disebutkan secara eksplisit alat musik seperti rebana dan kecapi (ay 3). Dalam ayat 4 diajukan alasan bagi pujian tersebut. Alasannya ialah karena Tuhan berkenan kepada umat-Nya. Tuhan memuliakan (memahkotai) orang yang rendah hati dengan shalom. Tuhan menampakkan perkenanan-Nya di tengah umat dan hal itu mendatangkan sukacita dan sorak-sorai bagi jemaat. Bahkan dalam tidur pun mereka tetap bersukacita dan bersorak-sorai (ay 5). Pemazmur menghendaki agar pujian bagi Tuhan senantiasa diucapkan umat (ay 6: ada dalam kerongkongan mereka, dan karena itu siap untuk diucapkan dengan lantang). Sampai di sini kita tidak merasa ada masalah dengan mazmur ini. Sebab ia mengajak umat melambungkan pujian bagi Tuhan pencipta dan penyelamat.
Ayat 6b terasa sedikit bermasalah, sebab di situ dilukiskan sebuah gejala kekerasan (pedang bermata dua ada di tangan mereka). Pedang itu dimaksudkan untuk melakukan pembalasan dan penyiksaan terhadap para bangsa (ay 7). Fenomena kekerasan itu terus berlanjut dalam ayat 8. Ungkapan yang ada dalam ayat 8 ini dimaksudkan untuk melukiskan tindakan untuk membuat lumpuh para penindas yang selama ini merajalela dan mendatangkan sengsara bagi umat Tuhan. Hal itu ditegaskan kembali pada awal ayat 9 di mana dikatakan bahwa semua aksi itu dimaksudkan untuk melaksanakan hukuman atas mereka. Menjadi semakin bermasalah lagi karena dalam ayat 9b dikatakan bahwa semua aksi kekerasan itu adalah sebuah semarak bagi semua orang yang dikasihi-Nya. Lalu mazmur ini diakhiri dengan pekik Halel lagi sebagaimana pada awal tadi.
Jadi mazmur ini terasa sangat paradoksal. Ada ajakan pujian, tetapi ada juga nada kekerasan. Saya mencoba memahami hal ini dengan mengatakan sebagai berikut: Tuhanlah yang menyelenggarakan hidup umat. Termasuk di dalamnya ialah tindakan pemulihan nasib umat. Pemulihan nasib umat selalu berarti mengalahkan atau menghancurkan orang yang menindas mereka selama ini. Dan semuanya itu dilihat, dalam kaca mata pengalaman iman, sebagai karya penyelenggaraan ilahi dalam dan terhadap hidup umatnya, betapa pun hal itu terasa keras. Hanya perlu diingat bahwa subjek pelaku pemulihan itu ialah Tuhan sendiri, bukan manusia. Manusia tidak berhak sama sekali untuk melakukan aksi pemulihan itu, apalagi dengan aksi balas dendam dan kekerasan.
Canggu, Denpasar, awal April 2018.
Monday, April 2, 2018
MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 148
Oleh: Fransiskus Borgias M.
Pemazmur sadar bahwa manusia tidak sendirian di semesta mahaluas ini. Ada banyak makhluk lain selain dirinya. Pemazmur juga sadar bahwa sebagai ciptaan, semua mempunyai kewajiban dasar untuk memuliakan Tuhan. Manusia tidak bisa sendirian memuji Tuhan. Hal itu harus dilakukan bersama oleh seluruh ciptaan. Sadar akan hal itu maka dalam mazmur 148 ini pemazmur mengajak seluruh alam, terwakili langit dan bumi, untuk memuliakan Tuhan. Itulah judul mazmur 148 ini: “Langit dan bumi, pujilah TUHAN.” Inilah mazmur Hallel ketiga. Mazmur ini terdiri atas 14 ayat. Untuk memahami dan menikmatinya, saya membagi Mazmur ini menjadi dua. Bagian I: ayat 1-7. Bagian II: ayat 8-14.
Pemazmur menyadari bahwa Tuhan bertahta di surga tinggi. Ia mengajak seluruh ciptaan untuk memuji Tuhan (ay 1). Pemazmur mengajak malaekat-Nya untuk memuji Tuhan. Disebutkan juga di sana bala tentara-Nya, yaitu benda-benda angkasa (matahari, bulan, bintang), semuanya diajak memuji Tuhan (ay 2). Benda langit itu diperjelas dalam ayat 3 sebab di sana secara khusus disebut benda langit seperti matahari, bulan, dan bintang. Hal ini mengingatkan kita akan kidung Azarya dalam kitab Daniel. Juga mengingatkan kita akan puisi kosmis Fransiskus Asisi, Kidung Saudara Matahari. Dalam ayat 4, pemazmur mengajak langit yang mengatasi langit untuk memuji Allah. Saat penciptaan dulu, Allah memisahkan air yang di bawah dan air yang di atas. Nah, air yang di atas langit itu diajak pemazmur untuk turut dalam pujian alam semesta ini (ay 4). Pemazmur tidak sanggup menyebut satu persatu seluruh ciptaan. Karena itu ia mengajak semuanya untuk ikut dalam pujian kosmis ini (ay 5). Itu adalah kewajiban dasar seluruh makhluk sebab Tuhanlah yang menjadikan mereka, Tuhanlah yang menciptakan mereka sehingga mereka ada (ay 5). Mereka ada karena perintah-Nya, karena firman-Nya. Ayat 6 melukiskan bagaimana pada awal mula, dan itu juga menjadi alasan bagi pujian semesta ini, Allah membangun semuanya; hal itu berlaku untuk selamanya. Tuhan sudah menetapkan sebuah tata aturan bagi alam semesta ini yang tidak bisa dilanggar siapapun. Pelanggaran akan menimbulkan kekacauan ngeri (ay 6).
Setelah dalam bagian di atas tadi, pemazmur menengadahkan pandangan ke atas, ke angkasa raya, maka dalam bagian kedua (ay 7-14) mata pemazmur diarahkan ke bawah, ke bumi. Ciptaan di bumi ini harus ikut ambil bagian dalam pujian semesta. Secara khusus dalam ay 7 pemazmur mengajak ular naga dan segenap samudera raya. Karena di sini disebutkan samudera raya, maka ular naga yang dimaksudkan bukan ular naga biasa, melainkan ular naga penghuni dan penguasa palung laut kelam penuh misteri yang disebut Leviathan. Semua diajak ikut dalam kidung pujian kosmis ini. Pemazmur mengajak api, hujan es, salju, kabut, angin badai untuk ikut dalam pujian semesta ini. Yang menarik ialah bahwa pemazmur menyebut unsur-unsur ini sebagai pelaku firman Tuhan (ay 8).
Dalam ayat 9 pemazmur mengajak anasir alam seperti gunung, bukit, segala jenis pohon (buah-buahan dan pohon aras). Pemazmur juga mengajak binatang liar dan segala jenis hewan, binatang melata dan burung di udara (ay 10). Semuanya diajak memuji Tuhan. Dalam ayat 11-12 pemazmur mengajak manusia, baik penguasa dan pemerintah (raja, pembesar) maupun orang biasa dari segala umur (pemuda, pemudi, orang tua, orang muda). Semua diajak memuliakan Tuhan Allah, sebab hanya Nama Tuhan-lah yang mulia dan agung, yang sedemikian agung sehingga melampaui langit dan bumi (ay 13). Akhirnya dalam ayat 14 pemazmur khusus menyebut tindakan Tuhan bagi umat-Nya Israel. Tuhanlah yang menegakkan simbol-simbol kekuasaan dan kekuatan Israel (yaitu tanduk). Tindakan Tuhan seperti itu, menyebabkan umat kekasihNya memuliakan Dia. Tindakan itu mendatangkan sukacita dan selamat bagi Israel yang dikatakan dekat dengan Tuhan. Atas dasar semua itu, akhirnya mazmur ini, dipuncaki dengan pekik Halleluya juga. Pujilah Tuhan.
Marsudirini, Parung, Bogor, Adven 2017
Pemazmur sadar bahwa manusia tidak sendirian di semesta mahaluas ini. Ada banyak makhluk lain selain dirinya. Pemazmur juga sadar bahwa sebagai ciptaan, semua mempunyai kewajiban dasar untuk memuliakan Tuhan. Manusia tidak bisa sendirian memuji Tuhan. Hal itu harus dilakukan bersama oleh seluruh ciptaan. Sadar akan hal itu maka dalam mazmur 148 ini pemazmur mengajak seluruh alam, terwakili langit dan bumi, untuk memuliakan Tuhan. Itulah judul mazmur 148 ini: “Langit dan bumi, pujilah TUHAN.” Inilah mazmur Hallel ketiga. Mazmur ini terdiri atas 14 ayat. Untuk memahami dan menikmatinya, saya membagi Mazmur ini menjadi dua. Bagian I: ayat 1-7. Bagian II: ayat 8-14.
Pemazmur menyadari bahwa Tuhan bertahta di surga tinggi. Ia mengajak seluruh ciptaan untuk memuji Tuhan (ay 1). Pemazmur mengajak malaekat-Nya untuk memuji Tuhan. Disebutkan juga di sana bala tentara-Nya, yaitu benda-benda angkasa (matahari, bulan, bintang), semuanya diajak memuji Tuhan (ay 2). Benda langit itu diperjelas dalam ayat 3 sebab di sana secara khusus disebut benda langit seperti matahari, bulan, dan bintang. Hal ini mengingatkan kita akan kidung Azarya dalam kitab Daniel. Juga mengingatkan kita akan puisi kosmis Fransiskus Asisi, Kidung Saudara Matahari. Dalam ayat 4, pemazmur mengajak langit yang mengatasi langit untuk memuji Allah. Saat penciptaan dulu, Allah memisahkan air yang di bawah dan air yang di atas. Nah, air yang di atas langit itu diajak pemazmur untuk turut dalam pujian alam semesta ini (ay 4). Pemazmur tidak sanggup menyebut satu persatu seluruh ciptaan. Karena itu ia mengajak semuanya untuk ikut dalam pujian kosmis ini (ay 5). Itu adalah kewajiban dasar seluruh makhluk sebab Tuhanlah yang menjadikan mereka, Tuhanlah yang menciptakan mereka sehingga mereka ada (ay 5). Mereka ada karena perintah-Nya, karena firman-Nya. Ayat 6 melukiskan bagaimana pada awal mula, dan itu juga menjadi alasan bagi pujian semesta ini, Allah membangun semuanya; hal itu berlaku untuk selamanya. Tuhan sudah menetapkan sebuah tata aturan bagi alam semesta ini yang tidak bisa dilanggar siapapun. Pelanggaran akan menimbulkan kekacauan ngeri (ay 6).
Setelah dalam bagian di atas tadi, pemazmur menengadahkan pandangan ke atas, ke angkasa raya, maka dalam bagian kedua (ay 7-14) mata pemazmur diarahkan ke bawah, ke bumi. Ciptaan di bumi ini harus ikut ambil bagian dalam pujian semesta. Secara khusus dalam ay 7 pemazmur mengajak ular naga dan segenap samudera raya. Karena di sini disebutkan samudera raya, maka ular naga yang dimaksudkan bukan ular naga biasa, melainkan ular naga penghuni dan penguasa palung laut kelam penuh misteri yang disebut Leviathan. Semua diajak ikut dalam kidung pujian kosmis ini. Pemazmur mengajak api, hujan es, salju, kabut, angin badai untuk ikut dalam pujian semesta ini. Yang menarik ialah bahwa pemazmur menyebut unsur-unsur ini sebagai pelaku firman Tuhan (ay 8).
Dalam ayat 9 pemazmur mengajak anasir alam seperti gunung, bukit, segala jenis pohon (buah-buahan dan pohon aras). Pemazmur juga mengajak binatang liar dan segala jenis hewan, binatang melata dan burung di udara (ay 10). Semuanya diajak memuji Tuhan. Dalam ayat 11-12 pemazmur mengajak manusia, baik penguasa dan pemerintah (raja, pembesar) maupun orang biasa dari segala umur (pemuda, pemudi, orang tua, orang muda). Semua diajak memuliakan Tuhan Allah, sebab hanya Nama Tuhan-lah yang mulia dan agung, yang sedemikian agung sehingga melampaui langit dan bumi (ay 13). Akhirnya dalam ayat 14 pemazmur khusus menyebut tindakan Tuhan bagi umat-Nya Israel. Tuhanlah yang menegakkan simbol-simbol kekuasaan dan kekuatan Israel (yaitu tanduk). Tindakan Tuhan seperti itu, menyebabkan umat kekasihNya memuliakan Dia. Tindakan itu mendatangkan sukacita dan selamat bagi Israel yang dikatakan dekat dengan Tuhan. Atas dasar semua itu, akhirnya mazmur ini, dipuncaki dengan pekik Halleluya juga. Pujilah Tuhan.
Marsudirini, Parung, Bogor, Adven 2017
Wednesday, March 7, 2018
MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 147
Oleh: Fransiskus Borgias M.
Pemazmur adalah orang yang percaya. Ia tidak mempersoalkan keberadaan Allah sebab ia percaya. Ia melampaui diskusi mendasar itu. Seperti penulis Kitab Kejadian yang mengawali kitabnya bukan dengan membahas keberadaan Allah, melainkan berbicara tentang Allah yaitu menciptakan semesta. Di sini pemazmur melampaui wacana keberadaan Allah dan langsung berbicara tentang “Kekuasaan dan kemurahan TUHAN”, judul Mazmur 147, mazmur Hallel kedua. Mazmur ini cukup panjang, ada 20 ayat. Untuk menikmatinya saya membaginya dalam tiga unit berdasarkan dinamika teks. Bagian I: ayat 1-6. Bagian II: ayat 7-11. Bagian III: ayat 12-20. Saya mulai dengan yang pertama.
Pemazmur memulai mazmur ini dengan Hallel, Pujilah. Ia memuji Tuhan dengan bermazmur. Hal itu ia pandang baik, indah, dan menyenangkan. Lebih dari itu aksi memuji Tuhan dipandangnya sebagai sesuatu yang layak dilakukan manusia (ay 1). Dasar pujian ialah karena beberapa perbuatan atau karya Tuhan. Ayat 2 menyebutkan bahwa Tuhan membangun Yerusalem, lalu mengumpulkan Israel yang tercerai-berai. Yerusalem dibangun untuk dijadikan ibukota pemersatu Israel (ay 2). Ia tidak hanya membangun kota (tatanan politis); Ia juga membangun manusia, orang perorangan, terutama yang mempunyai masalah dengan hati (patah hati) dan mengalami luka (luka jasmani, luka batin) (ay 3). Dalam ayat 4 pemazmur melayangkan pandangannya ke angkasa yaitu ke pekerjaan Tuhan di sana. Tuhan menentukan jumlah bintang dan menamai mereka. Dalam ayat 6 khusus dilukiskan karya Tuhan terhadap orang tertindas. Biasanya orang tertindas tunduk karena merasa kalah, malu dan rendah (inferioritas kompleks). Tetapi Tuhan menaikkan harga diri mereka. Sebaliknya, orang fasik dicampakkan ke bumi. Menyadari semuanya itu, ayat 5 menegaskan bahwa Tuhan itu besar, amat perkasa dan bijaksana. Keakbaran, keperkasaan, dan kebijaksanaanNya tampak dalam karya-Nya menciptakan alam semesta dan mengatur hidup manusia.
Bagian II (7-11) dimulai dengan ajakan pemazmur agar manusia memuji Tuhan dengan lagu syukur dan iringan alat musik (kecapi) (ay 7). Ada juga alasan untuk pujian tersebut. Misalnya disebutkan bahwa Tuhan yang mendatangkan kesuburan dengan menurunkan hujan dari langit. Itulah yang menyuburkan bumi, gunung, dan perbukitan sehingga tumbuh rerumputan (pakan ternak) (ay 8). Dengan itu Tuhan menyelenggarakan hidup hewan. Tuhan memberi makanan kepada hewan, juga anak burung gagak (melambangkan kengerian) (ay 9). Agak sulit memahami ayat 10. Mungkin yang dimaksud ialah kuda pelengkapan perang, dan kaki laki-laki yang dimaksud ialah kaki tentara. Jika ini benar maka Tuhan dilukiskan sebagai anti perang, tidak suka kekerasan (ay 10). Baik kuda maupun kaki laki-laki melambangkan keangkuhan yang bisa membuat orang lupa Tuhan. Tuhan suka kepada orang yang takwa dan yang berharap akan kasih setia-Nya (ay 11).
Bagian III diawali dengan ajakan agar manusia memuji Allah. Secara khusus disebutkan dua nama tempat: Yerusalem dan (bukit) Sion. Kedua tempat itu melambangkan penghuninya maupun orang yang memiliki ikatan emosional dengan keduanya. Mereka dipanggil pemazmur untuk memuji dan memuliakan Tuhan (ay 12). Dalam ayat 13-19 ada beberapa alasan bagi pujian. Misalnya, dalam ay 13 dikatakan bahwa Tuhan yang membuat gerbang Yerusalem kokoh sehingga tidak ditembusi musuh dan dengan itu Tuhan menjamin hidup manusia (terutama anak-anak; tidak terancam musuh). Itulah berkat hidup yang nyata bagi mereka (mereka hidup aman dalam Yerusalem). Tuhan memberi kesejahteraan kepada wilayah kerajaan dan tidak membiarkan mereka lapar melainkan membuat mereka kenyang dengan gandum bermutu tinggi (ay 14). Tidak mudah memahami ayat 15. Tetapi saya terpikir tentang karya penciptaan pada awal mula di mana Tuhan berfirman dan dengan firman itu segala sesuatu ada. Ayat ini bisa dipahami secara harfiah, yaitu Tuhan menyampaikan firmanNya kepada manusia dengan pengantaraan para nabi. Melalui nabi firman Tuhan tersebar ke seluruh dunia.
Dilukiskan juga penyelenggaraan Tuhan terkait pengatur suhu: Ia menurunkan salju agar bumi tidak panas, begitu juga embun beku mendatangkan kesejukan dan keindahan (ay 16). Dalam ayat 17 disinggung penyelenggaraan Tuhan atas ciptaan, dalam hal ini ialah air batu (hujan es). Hal itu melambangkan kemahakuasaan-Nya dan di hadapan kemahakuasaan itu tidak ada makhluk yang bisa bertahan hidup. Tetapi alam semesta taat kepada perintahNya: alam yang dingin membeku tiba-tiba berubah mencair karena taat pada perintahNya dan saat semuanya mencair maka ia mengalir menjadi sungai (ay 18). Tuhan tidak hanya menyampaikan firman-Nya ke atas alam, melainkan secara khusus menyampaikan firman-Nya kepada Yakub. Tuhan memberikan ketetapanNya kepada Israel (ay 19). Hal itu memperlihatkan kedudukan istimewa Israel di antara segala bangsa, sebab dalam ayat 20 dikatakan bahwa hal seperti itu tidak dilakukan Tuhan kepada bangsa lain. Karena itu, bangsa lain pun tidak mengenal hukum-hukum Tuhan. Sebagaimana di awal dimulai dengan Hallel, maka di akhir mazmur ini ditutup dengan pekik Hallel juga. Pujilah.
Bandung, Natal 2017.
Pemazmur adalah orang yang percaya. Ia tidak mempersoalkan keberadaan Allah sebab ia percaya. Ia melampaui diskusi mendasar itu. Seperti penulis Kitab Kejadian yang mengawali kitabnya bukan dengan membahas keberadaan Allah, melainkan berbicara tentang Allah yaitu menciptakan semesta. Di sini pemazmur melampaui wacana keberadaan Allah dan langsung berbicara tentang “Kekuasaan dan kemurahan TUHAN”, judul Mazmur 147, mazmur Hallel kedua. Mazmur ini cukup panjang, ada 20 ayat. Untuk menikmatinya saya membaginya dalam tiga unit berdasarkan dinamika teks. Bagian I: ayat 1-6. Bagian II: ayat 7-11. Bagian III: ayat 12-20. Saya mulai dengan yang pertama.
Pemazmur memulai mazmur ini dengan Hallel, Pujilah. Ia memuji Tuhan dengan bermazmur. Hal itu ia pandang baik, indah, dan menyenangkan. Lebih dari itu aksi memuji Tuhan dipandangnya sebagai sesuatu yang layak dilakukan manusia (ay 1). Dasar pujian ialah karena beberapa perbuatan atau karya Tuhan. Ayat 2 menyebutkan bahwa Tuhan membangun Yerusalem, lalu mengumpulkan Israel yang tercerai-berai. Yerusalem dibangun untuk dijadikan ibukota pemersatu Israel (ay 2). Ia tidak hanya membangun kota (tatanan politis); Ia juga membangun manusia, orang perorangan, terutama yang mempunyai masalah dengan hati (patah hati) dan mengalami luka (luka jasmani, luka batin) (ay 3). Dalam ayat 4 pemazmur melayangkan pandangannya ke angkasa yaitu ke pekerjaan Tuhan di sana. Tuhan menentukan jumlah bintang dan menamai mereka. Dalam ayat 6 khusus dilukiskan karya Tuhan terhadap orang tertindas. Biasanya orang tertindas tunduk karena merasa kalah, malu dan rendah (inferioritas kompleks). Tetapi Tuhan menaikkan harga diri mereka. Sebaliknya, orang fasik dicampakkan ke bumi. Menyadari semuanya itu, ayat 5 menegaskan bahwa Tuhan itu besar, amat perkasa dan bijaksana. Keakbaran, keperkasaan, dan kebijaksanaanNya tampak dalam karya-Nya menciptakan alam semesta dan mengatur hidup manusia.
Bagian II (7-11) dimulai dengan ajakan pemazmur agar manusia memuji Tuhan dengan lagu syukur dan iringan alat musik (kecapi) (ay 7). Ada juga alasan untuk pujian tersebut. Misalnya disebutkan bahwa Tuhan yang mendatangkan kesuburan dengan menurunkan hujan dari langit. Itulah yang menyuburkan bumi, gunung, dan perbukitan sehingga tumbuh rerumputan (pakan ternak) (ay 8). Dengan itu Tuhan menyelenggarakan hidup hewan. Tuhan memberi makanan kepada hewan, juga anak burung gagak (melambangkan kengerian) (ay 9). Agak sulit memahami ayat 10. Mungkin yang dimaksud ialah kuda pelengkapan perang, dan kaki laki-laki yang dimaksud ialah kaki tentara. Jika ini benar maka Tuhan dilukiskan sebagai anti perang, tidak suka kekerasan (ay 10). Baik kuda maupun kaki laki-laki melambangkan keangkuhan yang bisa membuat orang lupa Tuhan. Tuhan suka kepada orang yang takwa dan yang berharap akan kasih setia-Nya (ay 11).
Bagian III diawali dengan ajakan agar manusia memuji Allah. Secara khusus disebutkan dua nama tempat: Yerusalem dan (bukit) Sion. Kedua tempat itu melambangkan penghuninya maupun orang yang memiliki ikatan emosional dengan keduanya. Mereka dipanggil pemazmur untuk memuji dan memuliakan Tuhan (ay 12). Dalam ayat 13-19 ada beberapa alasan bagi pujian. Misalnya, dalam ay 13 dikatakan bahwa Tuhan yang membuat gerbang Yerusalem kokoh sehingga tidak ditembusi musuh dan dengan itu Tuhan menjamin hidup manusia (terutama anak-anak; tidak terancam musuh). Itulah berkat hidup yang nyata bagi mereka (mereka hidup aman dalam Yerusalem). Tuhan memberi kesejahteraan kepada wilayah kerajaan dan tidak membiarkan mereka lapar melainkan membuat mereka kenyang dengan gandum bermutu tinggi (ay 14). Tidak mudah memahami ayat 15. Tetapi saya terpikir tentang karya penciptaan pada awal mula di mana Tuhan berfirman dan dengan firman itu segala sesuatu ada. Ayat ini bisa dipahami secara harfiah, yaitu Tuhan menyampaikan firmanNya kepada manusia dengan pengantaraan para nabi. Melalui nabi firman Tuhan tersebar ke seluruh dunia.
Dilukiskan juga penyelenggaraan Tuhan terkait pengatur suhu: Ia menurunkan salju agar bumi tidak panas, begitu juga embun beku mendatangkan kesejukan dan keindahan (ay 16). Dalam ayat 17 disinggung penyelenggaraan Tuhan atas ciptaan, dalam hal ini ialah air batu (hujan es). Hal itu melambangkan kemahakuasaan-Nya dan di hadapan kemahakuasaan itu tidak ada makhluk yang bisa bertahan hidup. Tetapi alam semesta taat kepada perintahNya: alam yang dingin membeku tiba-tiba berubah mencair karena taat pada perintahNya dan saat semuanya mencair maka ia mengalir menjadi sungai (ay 18). Tuhan tidak hanya menyampaikan firman-Nya ke atas alam, melainkan secara khusus menyampaikan firman-Nya kepada Yakub. Tuhan memberikan ketetapanNya kepada Israel (ay 19). Hal itu memperlihatkan kedudukan istimewa Israel di antara segala bangsa, sebab dalam ayat 20 dikatakan bahwa hal seperti itu tidak dilakukan Tuhan kepada bangsa lain. Karena itu, bangsa lain pun tidak mengenal hukum-hukum Tuhan. Sebagaimana di awal dimulai dengan Hallel, maka di akhir mazmur ini ditutup dengan pekik Hallel juga. Pujilah.
Bandung, Natal 2017.
Wednesday, January 31, 2018
MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 146
Oleh: Fransiskus Borgias M.
Mulai dari Mazmur 146 sampai Mazmur 150, oleh para ahli kitab suci, disebut Mazmur Hallel. Itu disebabkan karena kelima Mazmur tersebut selalu diawali dan diakhiri dengan seruan Halleluya (Pujilah Yahweh/Tuhan). Jika dilihat dengan cara seperti ini, maka boleh dikatakan bahwa seluruh koleksi 150 Mazmur ini akhirnya dipuncaki dengan seruan Hallel tersebut. Seluruh perjalanan ziarah dalam tonggak-tonggak mazmur itu bermuara pada pekik Hallel. Dan hal itu bagi saya terasa sangat luar biasa karena akhirnya puncak seluruh ziarah kita dalam mendalami Mazmur-mazmur ini bermuara pada seruan “Pujilah Tuhan” (Laudate Dominum) itu sendiri. Tentang apakah Mazmur ini? Mari kita lihat.
Ada banyak tokoh penolong dalam hidup manusia. Bahkan dalam dunia perfilman modern (Holywood) dewasa ini, ada banyak tokoh penolong yang hebat-hebat: superman, spiderman, batman, dll. Dengan caranya sendiri tokoh-tokoh penolong ini memberi pertolongan bagi manusia yang sedang mengalami masalah ataupun kesulitan hidup. Mazmur ini juga menawarkan sosok penolong yang lain dari dunia iman dan kepercayaan. Sang penolong itu tidak lain ialah Tuhan Allah sendiri. Pemazmur yakin bahwa hanya Dia-lah satu-satunya sang penolong yang handal. Hal itulah yang dikemukakan dengan sangat jelas dalam judul Mazmur ini: “Hanya Allah satu-satunya penolong.” Mazmur ini termasuk cukup pendek. Hanya terdiri atas sepuluh ayat saja. Oleh karena itu saya akan melihat dan meninjaunya sebagai satu kesatuan yang utuh belaka.
Ia mulai dengan mengajak jiwanya sendiri untuk memuji Tuhan, halleluya, pujilah (hallelu), Tuhan (Ya, bentuk singkat dari Yahweh) (ay 1). Puji-pujian itu tidak hanya dilakukan sebentar atau sesewaktu saja (misalnya kalau ingat), melainkan ia hendak melakukannya selama ia hidup (ay 2), selama ia masih ada, dengan kata lain selama ia masih bernafas, selama masih ada nafas kehidupan. Kiranya hal itu jelas dengan sendirinya karena nafas kehidupan itu adalah roh yang berasal dari Roh Allah yang dihembuskan pada awal mula dan dengan itu mendatangkan kehidupan (bdk.Kej.2:7). Karena Pemazmur telah percaya dan hanya mengandalkan Tuhan Allah saja, maka ia pun menegaskan bahwa tidak ada pihak lain (manusia, juga yang berkedudukan tinggi sebagai bangsawan atau raja sekalipun) yang bisa memberi rasa aman kepada hidup manusia (ay 3). Mengapa demikian? Pemazmur memberi alasannya dalam ayat 4. Dan alasannya sangat jelas: karena manusia adalah makhluk yang fana juga (Kej.2:7). Ia berasal dari tanah dan pada saat mati ia akan kembali menjadi debu tanah. Jadi, karena itu, tidak ada gunanya untuk percaya dan berlindung kepada manusia, karena manusia adalah makhluk yang fana belaka, makhluk yang serba rapuh (vulnerable) juga. Sebaliknya, Mazmur ini memuji-muji berbahagia orang yang mengandalkan Tuhan sebagai penolong, atau yang menjadikan Tuhan sebagai dasar atau tumpuan pengharapan (ay 5). Percaya dan mengandalkan Tuhan Allah itu adalah sangat berdasar karena, sebagaimana diungkapkan dalam ayat 6, Tuhan itulah sang pencipta langit dan bumi. Seluruh alam semesta ini (termasuk manusia di dalamnya) diciptakan oleh Tuhan.
Tuhan tidak hanya menciptakan, melainkan Ia tetap membimbing dan melestarikan alam ciptaan-Nya dengan menjaga dan memelihara seluruh karya ciptaan tersebut. Tuhan sang pencipta itu adalah setia dan kasih serta kesetiaanNya itu berlangsung sepanjang segala abad. Karya (penciptaan dan penyelenggaraan) Tuhan masih dilukiskan terus dalam ayat berikutnya (ay 7). Kali ini Pemazmur melukiskan tugas Tuhan atas dunia ciptaanNya. Misalnya di sana disebutkan bahwa Tuhan yang menegakkan keadilan terutama keadilan bagi orang-orang yang cenderung mudah menjadi korban (victim) dalam sebuah struktur atau tatanan masyarakat. Misalnya Tuhan membela orang yang diperas (ay 7), memberi makanan (roti) kepada orang yang lapar (ay 7), Tuhan membawa kebebasan bagi orang yang terkurung (ay 7). Selain itu Tuhan juga membuka mata orang buta (agar mereka bisa melihat ay 8), Tuhan menegakkan kepala orang yang tertunduk (entah karena malu ataupun sedih, ay 8). Tidak hanya berhenti di situ saja, Tuhan pun mencintai orang-orang yang tidak bersalah (orang benar, ay 8). Tuhan melindungi orang-orang asing, orang yatim dan kaum janda (ay 9). Sebaliknya Tuhan membengkokkan jalan orang-orang jahat, orang fasik. Pokoknya, singkat kata, Tuhan tampil sebagai tokoh yang menjungkir-balikkan tatanan yang tidak adil, struktur masyarakat yang menindas. Dilihat dengan cara demikian, maka “Revolusi sosial” yang kita lihat di dalam kidung Maria (Luk.1:46-55; bdk. 1Sam.2:1-10), sudah terlebih dahulu tampak di sini.
Setelah menampilkan Tuhan dengan segala macam tindakan dan perbuatan-Nya, akhirnya pemazmur mengakhiri mazmurnya ini dengan sebuah maklumat agung: yaitu bahwa Tuhan itu raja untuk selama-lamanya. Tuhan Allah akan menjadi Raja Sion sepanjang segala abad. Karena Mazmur ini sudah dibuka dengan seruan Hallel, maka mazmur ini pun akhirnya juga ditutup dengan pekik Hallel itu, Pujilah Tuhan, Halleluya.
Bandung, awal Desember 2017
Mulai dari Mazmur 146 sampai Mazmur 150, oleh para ahli kitab suci, disebut Mazmur Hallel. Itu disebabkan karena kelima Mazmur tersebut selalu diawali dan diakhiri dengan seruan Halleluya (Pujilah Yahweh/Tuhan). Jika dilihat dengan cara seperti ini, maka boleh dikatakan bahwa seluruh koleksi 150 Mazmur ini akhirnya dipuncaki dengan seruan Hallel tersebut. Seluruh perjalanan ziarah dalam tonggak-tonggak mazmur itu bermuara pada pekik Hallel. Dan hal itu bagi saya terasa sangat luar biasa karena akhirnya puncak seluruh ziarah kita dalam mendalami Mazmur-mazmur ini bermuara pada seruan “Pujilah Tuhan” (Laudate Dominum) itu sendiri. Tentang apakah Mazmur ini? Mari kita lihat.
Ada banyak tokoh penolong dalam hidup manusia. Bahkan dalam dunia perfilman modern (Holywood) dewasa ini, ada banyak tokoh penolong yang hebat-hebat: superman, spiderman, batman, dll. Dengan caranya sendiri tokoh-tokoh penolong ini memberi pertolongan bagi manusia yang sedang mengalami masalah ataupun kesulitan hidup. Mazmur ini juga menawarkan sosok penolong yang lain dari dunia iman dan kepercayaan. Sang penolong itu tidak lain ialah Tuhan Allah sendiri. Pemazmur yakin bahwa hanya Dia-lah satu-satunya sang penolong yang handal. Hal itulah yang dikemukakan dengan sangat jelas dalam judul Mazmur ini: “Hanya Allah satu-satunya penolong.” Mazmur ini termasuk cukup pendek. Hanya terdiri atas sepuluh ayat saja. Oleh karena itu saya akan melihat dan meninjaunya sebagai satu kesatuan yang utuh belaka.
Ia mulai dengan mengajak jiwanya sendiri untuk memuji Tuhan, halleluya, pujilah (hallelu), Tuhan (Ya, bentuk singkat dari Yahweh) (ay 1). Puji-pujian itu tidak hanya dilakukan sebentar atau sesewaktu saja (misalnya kalau ingat), melainkan ia hendak melakukannya selama ia hidup (ay 2), selama ia masih ada, dengan kata lain selama ia masih bernafas, selama masih ada nafas kehidupan. Kiranya hal itu jelas dengan sendirinya karena nafas kehidupan itu adalah roh yang berasal dari Roh Allah yang dihembuskan pada awal mula dan dengan itu mendatangkan kehidupan (bdk.Kej.2:7). Karena Pemazmur telah percaya dan hanya mengandalkan Tuhan Allah saja, maka ia pun menegaskan bahwa tidak ada pihak lain (manusia, juga yang berkedudukan tinggi sebagai bangsawan atau raja sekalipun) yang bisa memberi rasa aman kepada hidup manusia (ay 3). Mengapa demikian? Pemazmur memberi alasannya dalam ayat 4. Dan alasannya sangat jelas: karena manusia adalah makhluk yang fana juga (Kej.2:7). Ia berasal dari tanah dan pada saat mati ia akan kembali menjadi debu tanah. Jadi, karena itu, tidak ada gunanya untuk percaya dan berlindung kepada manusia, karena manusia adalah makhluk yang fana belaka, makhluk yang serba rapuh (vulnerable) juga. Sebaliknya, Mazmur ini memuji-muji berbahagia orang yang mengandalkan Tuhan sebagai penolong, atau yang menjadikan Tuhan sebagai dasar atau tumpuan pengharapan (ay 5). Percaya dan mengandalkan Tuhan Allah itu adalah sangat berdasar karena, sebagaimana diungkapkan dalam ayat 6, Tuhan itulah sang pencipta langit dan bumi. Seluruh alam semesta ini (termasuk manusia di dalamnya) diciptakan oleh Tuhan.
Tuhan tidak hanya menciptakan, melainkan Ia tetap membimbing dan melestarikan alam ciptaan-Nya dengan menjaga dan memelihara seluruh karya ciptaan tersebut. Tuhan sang pencipta itu adalah setia dan kasih serta kesetiaanNya itu berlangsung sepanjang segala abad. Karya (penciptaan dan penyelenggaraan) Tuhan masih dilukiskan terus dalam ayat berikutnya (ay 7). Kali ini Pemazmur melukiskan tugas Tuhan atas dunia ciptaanNya. Misalnya di sana disebutkan bahwa Tuhan yang menegakkan keadilan terutama keadilan bagi orang-orang yang cenderung mudah menjadi korban (victim) dalam sebuah struktur atau tatanan masyarakat. Misalnya Tuhan membela orang yang diperas (ay 7), memberi makanan (roti) kepada orang yang lapar (ay 7), Tuhan membawa kebebasan bagi orang yang terkurung (ay 7). Selain itu Tuhan juga membuka mata orang buta (agar mereka bisa melihat ay 8), Tuhan menegakkan kepala orang yang tertunduk (entah karena malu ataupun sedih, ay 8). Tidak hanya berhenti di situ saja, Tuhan pun mencintai orang-orang yang tidak bersalah (orang benar, ay 8). Tuhan melindungi orang-orang asing, orang yatim dan kaum janda (ay 9). Sebaliknya Tuhan membengkokkan jalan orang-orang jahat, orang fasik. Pokoknya, singkat kata, Tuhan tampil sebagai tokoh yang menjungkir-balikkan tatanan yang tidak adil, struktur masyarakat yang menindas. Dilihat dengan cara demikian, maka “Revolusi sosial” yang kita lihat di dalam kidung Maria (Luk.1:46-55; bdk. 1Sam.2:1-10), sudah terlebih dahulu tampak di sini.
Setelah menampilkan Tuhan dengan segala macam tindakan dan perbuatan-Nya, akhirnya pemazmur mengakhiri mazmurnya ini dengan sebuah maklumat agung: yaitu bahwa Tuhan itu raja untuk selama-lamanya. Tuhan Allah akan menjadi Raja Sion sepanjang segala abad. Karena Mazmur ini sudah dibuka dengan seruan Hallel, maka mazmur ini pun akhirnya juga ditutup dengan pekik Hallel itu, Pujilah Tuhan, Halleluya.
Bandung, awal Desember 2017
Friday, January 5, 2018
MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 145
Oleh: Fransiskus Borgias M.
Kasih dan kerahiman Tuhan senantiasa mengalir bagi manusia dan seluruh makhluk ciptaan. Maka reaksi yang sepatutnya dan setepatnya dari semua makhluk hidup itu ialah menghaturkan rasa syukur kepada dan memuji Tuhan. Secara khusus pujian itu harus dilantunkan manusia. Mazmur ini berbicara tentang pujian yang dihaturkan manusia kepada Tuhan karena Tuhan mahamurah. Hal itu tampak jelas dalam judul mazmur ini “Puji-pujian karena kemurahan TUHAN.” Mazmur ini cukup panjang: ada 21 ayat. Untuk memahami dan menikmatinya, saya membagi mazmur ini ke dalam tiga bagian besar, yang dibuat berdasarkan dinamika yang ada dalam teks kita. Pertama, mencakup ayat 1-7, Kedua mencakup ayat 8-13, dan Ketiga meliputi ayat 14-21.
Saya mulai dengan yang pertama. Seluruh untaian mazmur pujian ini dikatakan berasal dari raja Daud (ay 1). Beliau mengungkapkan niatnya untuk memuji dan meluhurkan Tuhan (ay 1) untuk selamanya (selama hayat dikandung badan). Ia ingin mewujudkan rencana dan niat luhur itu dari hari ke hari (ay 2). Alasan pujian itu diberikan dalam ayat 3. Ia memuji Tuhan karena Tuhan itu mahaagung, allahuakbar. Ia sangat mulia dalam keakbaran-Nya. Tidak ada kata/bahasa manusia yang bisa dipakai untuk melukiskan keagungan Tuhan. Ia serba melampaui kata/bahasa manusia (ay 3). Karena itu, dalam ayat 4, manusia dari pelbagai keturunan, akan memuji dan memuliakan keagungan Tuhan, terutama segala karya-Nya yang memperlihatkan keperkasaan-Nya. Pemazmur berniat memuji keagungan (perbuatan ajaib, miraculum) Tuhan dengan nyanyian (ay 5). Pemazmur dan orang di sekitarnya (mereka) mau bercerita tentang kemuliaan dan perbuatan Tuhan yang dahsyat (ay 6). Manusia, dari pelbagai angkatan (generasi) tiada hentinya memahsyurkan keagungan Tuhan. Mereka temukan sumber sukacita (sorak-sorai) di dalam keagungan Tuhan yang semarak mulia (ay 7).
Lalu dalam ayat 8-9 dilukiskan beberapa sifat Tuhan (ada 6 sifat disebut di sini). Inilah awal Bagian Kedua. Secara eksplisit disebutkan sifat-sifat ini: pengasih, penyayang, panjang sabar, besar kasih setia-Nya (hesed), baik, penuh rahmat. Keenam sifat ini menjadi dasar dan sekaligus penggerak seluruh makhluk ciptaan (termasuk manusia) melantunkan syukur dan pujian kepada-Nya (ay 10). Kemuliaan kerajaan Tuhan dan keperkasaan Tuhan dimaklumkan dan menjadi topik pembicaraan orang di mana-mana (ay 11). Seluruh bangsa manusia mendapat pemberitaan tentang keperkasaan Tuhan dan kemuliaan semarak-Nya (ay 12). Kerajaan Tuhan itu akan berlangsung kekal dan berkuasa selama segala abad (ay 13a). Pemerintahan Tuhan akan disaksikan serta dialami oleh pelbagai keturunan anak manusia (ay 13b). Akhirnya, bagian kedua ini ditutup dengan menyinggung lagi salah satu sifat Tuhan yang disebut di atas tadi, ay.8. Perkataan dan perbuatan Tuhan senantiasa ditandai kesetiaan dan kasih setia (ay 13c).
Dalam bagian ketiga mazmur ini dilukiskan secara rinci mengenai beberapa perbuatan Tuhan berdasarkan kasih dan kesetiaanNya. Mula-mula dikatakan bahwa orang yang jatuh dan orang yang tertunduk (the victims) dibela Tuhan. Tuhan menjadi penopang dan penegak bagi mereka. Tuhan menjadi pembela mereka (ay 14). Itu sebabnya semua orang berharap akan Tuhan. Itulah yang diungkapkan dengan kata-kata ini: “Mata sekalian orang menantikan Engkau. Semua orang memandang kepada Tuhan.” Memandang di sini, berarti memandang untuk memohon belas-kasihan dan pembelaan. Ketika Tuhan melihat pandangan mata penuh harap itu, maka Tuhan segera bertindak (ay 15b: dan Engkaupun memberi mereka makanan pada waktunya). Tuhan bertindak tepat pada waktunya. Itulah yang mendatangkan penyelamatan dan kehidupan. Tindakan Tuhan itu dilukiskan lebih lanjut dalam ayat 16 di mana Tuhan membawa kekenyangan bagi segala makhluk hidup.
Sekali lagi dalam ay 17 ditegaskan mengenai sifat Tuhan dalam hal keadilan dan kasih setia dalam segala perbuatanNya. Tuhan tidak jauh (transenden), melainkan selalu dekat (imanen, imanuel) dengan orang yang dengan setia berseru kepadanya (ay 18). Tuhan selalu mendengar. Tuhan tidak tidur. Melainkan Tuhan mendengarkan permohonan orang yang dengan tekun dan sabar berseru (doa) kepadaNya (ay 19). Di ayat 20 dilukiskan tentang salah satu tugas Tuhan yaitu menjaga orang yang mengasihi-Nya. Sebaliknya Tuhan membinasakan orang-orang fasik (ay 20). Dengan kata lain, dalam bagian ketiga ini, pemazmur melukiskan sifat dan tindakan Tuhan kepada manusia. Kiranya itu sebabnya di ayat 21 pemazmur menutup Mazmur ini dengan pelukisan mengenai pujian yang keluar dari mulutnya yang tidak akan pernah berhenti. Bahkan bukan hanya dia sendiri (manusia) yang memuji dan meluhurkan Tuhan. Melainkan ia menegaskan bahwa segala makhluk memuji nama Tuhan. Pujian itu berlangsung sepanjang segala abad, per omnia saecula saeculorum, amen.
Bandung, Awal Desember 2017.
Kasih dan kerahiman Tuhan senantiasa mengalir bagi manusia dan seluruh makhluk ciptaan. Maka reaksi yang sepatutnya dan setepatnya dari semua makhluk hidup itu ialah menghaturkan rasa syukur kepada dan memuji Tuhan. Secara khusus pujian itu harus dilantunkan manusia. Mazmur ini berbicara tentang pujian yang dihaturkan manusia kepada Tuhan karena Tuhan mahamurah. Hal itu tampak jelas dalam judul mazmur ini “Puji-pujian karena kemurahan TUHAN.” Mazmur ini cukup panjang: ada 21 ayat. Untuk memahami dan menikmatinya, saya membagi mazmur ini ke dalam tiga bagian besar, yang dibuat berdasarkan dinamika yang ada dalam teks kita. Pertama, mencakup ayat 1-7, Kedua mencakup ayat 8-13, dan Ketiga meliputi ayat 14-21.
Saya mulai dengan yang pertama. Seluruh untaian mazmur pujian ini dikatakan berasal dari raja Daud (ay 1). Beliau mengungkapkan niatnya untuk memuji dan meluhurkan Tuhan (ay 1) untuk selamanya (selama hayat dikandung badan). Ia ingin mewujudkan rencana dan niat luhur itu dari hari ke hari (ay 2). Alasan pujian itu diberikan dalam ayat 3. Ia memuji Tuhan karena Tuhan itu mahaagung, allahuakbar. Ia sangat mulia dalam keakbaran-Nya. Tidak ada kata/bahasa manusia yang bisa dipakai untuk melukiskan keagungan Tuhan. Ia serba melampaui kata/bahasa manusia (ay 3). Karena itu, dalam ayat 4, manusia dari pelbagai keturunan, akan memuji dan memuliakan keagungan Tuhan, terutama segala karya-Nya yang memperlihatkan keperkasaan-Nya. Pemazmur berniat memuji keagungan (perbuatan ajaib, miraculum) Tuhan dengan nyanyian (ay 5). Pemazmur dan orang di sekitarnya (mereka) mau bercerita tentang kemuliaan dan perbuatan Tuhan yang dahsyat (ay 6). Manusia, dari pelbagai angkatan (generasi) tiada hentinya memahsyurkan keagungan Tuhan. Mereka temukan sumber sukacita (sorak-sorai) di dalam keagungan Tuhan yang semarak mulia (ay 7).
Lalu dalam ayat 8-9 dilukiskan beberapa sifat Tuhan (ada 6 sifat disebut di sini). Inilah awal Bagian Kedua. Secara eksplisit disebutkan sifat-sifat ini: pengasih, penyayang, panjang sabar, besar kasih setia-Nya (hesed), baik, penuh rahmat. Keenam sifat ini menjadi dasar dan sekaligus penggerak seluruh makhluk ciptaan (termasuk manusia) melantunkan syukur dan pujian kepada-Nya (ay 10). Kemuliaan kerajaan Tuhan dan keperkasaan Tuhan dimaklumkan dan menjadi topik pembicaraan orang di mana-mana (ay 11). Seluruh bangsa manusia mendapat pemberitaan tentang keperkasaan Tuhan dan kemuliaan semarak-Nya (ay 12). Kerajaan Tuhan itu akan berlangsung kekal dan berkuasa selama segala abad (ay 13a). Pemerintahan Tuhan akan disaksikan serta dialami oleh pelbagai keturunan anak manusia (ay 13b). Akhirnya, bagian kedua ini ditutup dengan menyinggung lagi salah satu sifat Tuhan yang disebut di atas tadi, ay.8. Perkataan dan perbuatan Tuhan senantiasa ditandai kesetiaan dan kasih setia (ay 13c).
Dalam bagian ketiga mazmur ini dilukiskan secara rinci mengenai beberapa perbuatan Tuhan berdasarkan kasih dan kesetiaanNya. Mula-mula dikatakan bahwa orang yang jatuh dan orang yang tertunduk (the victims) dibela Tuhan. Tuhan menjadi penopang dan penegak bagi mereka. Tuhan menjadi pembela mereka (ay 14). Itu sebabnya semua orang berharap akan Tuhan. Itulah yang diungkapkan dengan kata-kata ini: “Mata sekalian orang menantikan Engkau. Semua orang memandang kepada Tuhan.” Memandang di sini, berarti memandang untuk memohon belas-kasihan dan pembelaan. Ketika Tuhan melihat pandangan mata penuh harap itu, maka Tuhan segera bertindak (ay 15b: dan Engkaupun memberi mereka makanan pada waktunya). Tuhan bertindak tepat pada waktunya. Itulah yang mendatangkan penyelamatan dan kehidupan. Tindakan Tuhan itu dilukiskan lebih lanjut dalam ayat 16 di mana Tuhan membawa kekenyangan bagi segala makhluk hidup.
Sekali lagi dalam ay 17 ditegaskan mengenai sifat Tuhan dalam hal keadilan dan kasih setia dalam segala perbuatanNya. Tuhan tidak jauh (transenden), melainkan selalu dekat (imanen, imanuel) dengan orang yang dengan setia berseru kepadanya (ay 18). Tuhan selalu mendengar. Tuhan tidak tidur. Melainkan Tuhan mendengarkan permohonan orang yang dengan tekun dan sabar berseru (doa) kepadaNya (ay 19). Di ayat 20 dilukiskan tentang salah satu tugas Tuhan yaitu menjaga orang yang mengasihi-Nya. Sebaliknya Tuhan membinasakan orang-orang fasik (ay 20). Dengan kata lain, dalam bagian ketiga ini, pemazmur melukiskan sifat dan tindakan Tuhan kepada manusia. Kiranya itu sebabnya di ayat 21 pemazmur menutup Mazmur ini dengan pelukisan mengenai pujian yang keluar dari mulutnya yang tidak akan pernah berhenti. Bahkan bukan hanya dia sendiri (manusia) yang memuji dan meluhurkan Tuhan. Melainkan ia menegaskan bahwa segala makhluk memuji nama Tuhan. Pujian itu berlangsung sepanjang segala abad, per omnia saecula saeculorum, amen.
Bandung, Awal Desember 2017.
Wednesday, December 6, 2017
MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 144
>Oleh: Fransiskus Borgias M.
Seluruh hidup manusia seharusnya merupakan untaian ucapan syukur, eucharistia, kepada Tuhan karena Ia sudah menganugerahkan banyak rahmat dan kasih karunia kepada kita. Salah satu rahmat paling mendasar ialah rahmat kehidupan itu sendiri. Tuhanlah yang memberi kehidupan kepada kita. Tuhanlah yang menyelenggarakan hidup kita. Tuhanlah yang menjamin hidup kita. Karena itu, sudah layak dan sepantasnya kita menghaturkan ucapan syukur kepada Tuhan sang sumber dan pengasal kehidupan itu sendiri.
Dalam mazmur ini kita menemukan sebuah “Nyanyian Syukur raja” karena semua pengalaman rahmat yang diterima dan dialaminya dalam hidupnya. Bahkan itulah juga yang menjadi judul mazmur ini dalam Alkitab kita. Mazmur ini termasuk cukup panjang, yaitu 15 ayat. Berdasarkan dinamika teks itu sendiri, saya membagi teks ini ke dalam beberapa bagian. Pertama, meliputi ayat 1-4. Kedua, meliputi ayat 5-8. Ketiga, meliputi ay 9-11. Keempat, meliputi ay 12-15. Saya mengupas teks mazmur ini berdasarkan keempat bagian tersebut.
Dalam Bagian I, pemazmur melambungkan pujian kepada Tuhan, yang dialaminya sebagai benteng kokoh hidupnya. Tuhan ia alami sebagai mentor dalam hal peperangan. Kemahiran berperang dikaitkan dengan rahmat yang berasal dari Tuhan (ay 1). Tuhan sang mentor itulah yang dialaminya sebagai tempat perlindungan dan benteng pertahanan. Kata-kata sinonim dipakai untuk mengungkapkan pengalaman Tuhan sebagai pelindung (kota benteng, perisai, tempat berlindung). Tuhan sang pelindung itulah yang sumber keselamatan (ay 2). Dalam ayat 3 muncul sebuah pertanyaan reflektif-retoris yang mencoba merenungkan keluhuran martabat manusia dan teks itu menggemakan kembali apa yang sudah ada dalam Mazmur 8:5 (bdk.Ayb 7:17-18). Dalam pertanyaan retoris itu terkandung rasa heran pemazmur atas perhatian yang diberikan Tuhan kepada manusia. Hal itu terasa semakin mengherankan lagi, sebab sesungguhnya manusia itu bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa. Manusia itu hanya laksana angin dan bayang-bayang berlalu (ay 4).
Dalam Bagian II, pemazmur mengarahkan pandangannya ke angkasa. Ia meminta Tuhan agar sudi turun ke bumi dan menyentuh permukaan gunung sehingga gunung itu bersukaria menyambut Tuhan yang datang (ay 5). Gambaran Tuhan sebagai panglima perang perkasa di angkasa muncul kembali di sini. Sebagai panglima perang Tuhan diminta memuntahkan panahnya sehingga bisa menghancurkan musuh di bumi ini (ay 6). Pemazmur meminta agar Tuhan sudi turun dan campur tangan untuk membebaskan pemazmur dari musuh yang diibaratkannya dengan banjir bandang (ay 7). Para musuh dan orang asing itu adalah para penipu. Mulutnya penuh kebohongan. Perbuatannya pun mengandung dusta di atas dusta (ay 8).
Dalam Bagian III, pemazmur menyatakan keinginannya untuk melambungkan nyanyian baru bagi Tuhan. Ia mau mengiringi nyanyiannya dengan beberapa alat musik (gambus sepuluh tali) (ay 9). Hal itu ia lakukan karena ia mengalami bahwa Tuhanlah sang pembebas yang memberi kemenangan kepada Raja dan membebaskan Daud dari para musuhnya (ay 10). Atas dasar pengalaman dan pengamatan itu maka di akhir bagian ini, pemazmur meminta kepada Tuhan agar Ia membebaskan dirinya dari ancaman para musuh dan orang-orang asing. Mereka itu adalah kaum yang sangat berbahaya sebab mulut mereka penuh dengan kebohongan. Dan perbuatan tangan kanan mereka juga tidak layak untuk dipercayai karena mengandung dusta (ay 11).
Kalau hal itu terjadi, maka akan tercipta suatu kondisi aman sentosa dan damai sejahtera. Kondisi itulah yang memungkinkan dia mengharapkan agar anak-anak mereka (terutama yang laki-laki, sebagai andalan keturunan dan masa depan dan tenaga berperang) bisa bertumbuh laksana tanaman dan pohon subur (ay 12a). Ia juga mengharapkan bahwa anak-anak perempuan mereka akan bertumbuh menjadi cantik dan kecantikan mereka diibaratkan dengan tiang berukir yang menjadi hiasan istana-istana para raja (ay 12b). Yang didambakan tidak hanya kesejahteraan jasmani manusia. Melainkan juga ketahanan dan kedaulatan pangan yang cukup. Hal itu diungkapkan dengan gudang-gudang yang penuh dengan pelbagai barang (ay 13a). Tidak hanya benda mati di gudang. Benda hidup seperti hewan peliharaan (ternak, secara khusus disebut kambing) juga diharapkan bisa bertumbuh subur dan berkembang biak dengan baik sehingga menjadi sangat banyak jumlahnya di padang penggembalaan (ay 13b). Tidak hanya kambing yang disebut. Tidak lupa pemazmur juga menyebut sapi-sapi yang ia harapkan jumlahnya bertambah banyak, gemuk dan sehat. Apabila tiba musim kawin maka tidak ada yang keguguran dan tidak ada juga yang terluka di padang penggembalaan (ay 14). Jika semuanya itu terjadi, pemazmur yakin bahwa itu adalah penyelenggaraan kasih setia Tuhan kepada mereka. Pemazmur beranggapan bahwa orang yang mengalami untaian pengalamn seperti itu adalah orang yang berbahagia. Mereka menjadi berbahagia karena Allah mereka ialah Tuhan (ay 15).
Penulis: Dosen biblika FF-UNPAR Bandung.
Seluruh hidup manusia seharusnya merupakan untaian ucapan syukur, eucharistia, kepada Tuhan karena Ia sudah menganugerahkan banyak rahmat dan kasih karunia kepada kita. Salah satu rahmat paling mendasar ialah rahmat kehidupan itu sendiri. Tuhanlah yang memberi kehidupan kepada kita. Tuhanlah yang menyelenggarakan hidup kita. Tuhanlah yang menjamin hidup kita. Karena itu, sudah layak dan sepantasnya kita menghaturkan ucapan syukur kepada Tuhan sang sumber dan pengasal kehidupan itu sendiri.
Dalam mazmur ini kita menemukan sebuah “Nyanyian Syukur raja” karena semua pengalaman rahmat yang diterima dan dialaminya dalam hidupnya. Bahkan itulah juga yang menjadi judul mazmur ini dalam Alkitab kita. Mazmur ini termasuk cukup panjang, yaitu 15 ayat. Berdasarkan dinamika teks itu sendiri, saya membagi teks ini ke dalam beberapa bagian. Pertama, meliputi ayat 1-4. Kedua, meliputi ayat 5-8. Ketiga, meliputi ay 9-11. Keempat, meliputi ay 12-15. Saya mengupas teks mazmur ini berdasarkan keempat bagian tersebut.
Dalam Bagian I, pemazmur melambungkan pujian kepada Tuhan, yang dialaminya sebagai benteng kokoh hidupnya. Tuhan ia alami sebagai mentor dalam hal peperangan. Kemahiran berperang dikaitkan dengan rahmat yang berasal dari Tuhan (ay 1). Tuhan sang mentor itulah yang dialaminya sebagai tempat perlindungan dan benteng pertahanan. Kata-kata sinonim dipakai untuk mengungkapkan pengalaman Tuhan sebagai pelindung (kota benteng, perisai, tempat berlindung). Tuhan sang pelindung itulah yang sumber keselamatan (ay 2). Dalam ayat 3 muncul sebuah pertanyaan reflektif-retoris yang mencoba merenungkan keluhuran martabat manusia dan teks itu menggemakan kembali apa yang sudah ada dalam Mazmur 8:5 (bdk.Ayb 7:17-18). Dalam pertanyaan retoris itu terkandung rasa heran pemazmur atas perhatian yang diberikan Tuhan kepada manusia. Hal itu terasa semakin mengherankan lagi, sebab sesungguhnya manusia itu bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa. Manusia itu hanya laksana angin dan bayang-bayang berlalu (ay 4).
Dalam Bagian II, pemazmur mengarahkan pandangannya ke angkasa. Ia meminta Tuhan agar sudi turun ke bumi dan menyentuh permukaan gunung sehingga gunung itu bersukaria menyambut Tuhan yang datang (ay 5). Gambaran Tuhan sebagai panglima perang perkasa di angkasa muncul kembali di sini. Sebagai panglima perang Tuhan diminta memuntahkan panahnya sehingga bisa menghancurkan musuh di bumi ini (ay 6). Pemazmur meminta agar Tuhan sudi turun dan campur tangan untuk membebaskan pemazmur dari musuh yang diibaratkannya dengan banjir bandang (ay 7). Para musuh dan orang asing itu adalah para penipu. Mulutnya penuh kebohongan. Perbuatannya pun mengandung dusta di atas dusta (ay 8).
Dalam Bagian III, pemazmur menyatakan keinginannya untuk melambungkan nyanyian baru bagi Tuhan. Ia mau mengiringi nyanyiannya dengan beberapa alat musik (gambus sepuluh tali) (ay 9). Hal itu ia lakukan karena ia mengalami bahwa Tuhanlah sang pembebas yang memberi kemenangan kepada Raja dan membebaskan Daud dari para musuhnya (ay 10). Atas dasar pengalaman dan pengamatan itu maka di akhir bagian ini, pemazmur meminta kepada Tuhan agar Ia membebaskan dirinya dari ancaman para musuh dan orang-orang asing. Mereka itu adalah kaum yang sangat berbahaya sebab mulut mereka penuh dengan kebohongan. Dan perbuatan tangan kanan mereka juga tidak layak untuk dipercayai karena mengandung dusta (ay 11).
Kalau hal itu terjadi, maka akan tercipta suatu kondisi aman sentosa dan damai sejahtera. Kondisi itulah yang memungkinkan dia mengharapkan agar anak-anak mereka (terutama yang laki-laki, sebagai andalan keturunan dan masa depan dan tenaga berperang) bisa bertumbuh laksana tanaman dan pohon subur (ay 12a). Ia juga mengharapkan bahwa anak-anak perempuan mereka akan bertumbuh menjadi cantik dan kecantikan mereka diibaratkan dengan tiang berukir yang menjadi hiasan istana-istana para raja (ay 12b). Yang didambakan tidak hanya kesejahteraan jasmani manusia. Melainkan juga ketahanan dan kedaulatan pangan yang cukup. Hal itu diungkapkan dengan gudang-gudang yang penuh dengan pelbagai barang (ay 13a). Tidak hanya benda mati di gudang. Benda hidup seperti hewan peliharaan (ternak, secara khusus disebut kambing) juga diharapkan bisa bertumbuh subur dan berkembang biak dengan baik sehingga menjadi sangat banyak jumlahnya di padang penggembalaan (ay 13b). Tidak hanya kambing yang disebut. Tidak lupa pemazmur juga menyebut sapi-sapi yang ia harapkan jumlahnya bertambah banyak, gemuk dan sehat. Apabila tiba musim kawin maka tidak ada yang keguguran dan tidak ada juga yang terluka di padang penggembalaan (ay 14). Jika semuanya itu terjadi, pemazmur yakin bahwa itu adalah penyelenggaraan kasih setia Tuhan kepada mereka. Pemazmur beranggapan bahwa orang yang mengalami untaian pengalamn seperti itu adalah orang yang berbahagia. Mereka menjadi berbahagia karena Allah mereka ialah Tuhan (ay 15).
Penulis: Dosen biblika FF-UNPAR Bandung.
Tuesday, October 31, 2017
MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 143
Oleh: Fransiskus Borgias M.
Dalam hidup ini kita mempunyai banyak kebutuhan. Kebutuhan jasmani, dan rohani. Kebutuhan fisis dan psikis. Dalam mazmur ini disebutkan dua kebutuhan hidup yaitu pertolongan dan pengajaran. Menurut pemazmur kedua kebutuhan ini penting sehingga kita harus memintanya kepada Tuhan lewat doa: “Doa meminta pertolongan dan pengajaran”. Itulah judul mazmur pendek ini (12 ayat). Untuk memahami dan menikmatinya, saya membagi mazmur ini menjadi tiga bagian. Pertama, ayat 1-4. Kedua, ayat 5-8. Ketiga, ayat 9-12. Saya membahas mazmur ini berdasarkan pembagian tersebut.
Pemazmur mengawali mazmur ini (Bgn I) dengan permohonan kepada Tuhan agar Ia sudi mendengarkan/memperhatikan doa dan permohonannya. Itulah arti ungkapan “berilah telinga.” Tidak hanya mendengarkan dan memperhatikan saja, melainkan diharapkan bahwa Tuhan mengabulkan doa tersebut demi dua sifat Tuhan, yaitu kesetiaan dan keadilanNya (ay 1). Pemazmur yakin bahwa atas dasar kedua sifat tersebut Tuhan pasti menjawab doanya. Pemazmur meminta agar Tuhan tidak menghakimi dirinya dengan menggelar perkara dengannya, sebab ia yakin bahwa dirinya bukan mitra seimbang di meja pengadilan. Sebagai manusia, pemazmur merasa bahwa ia tidak bisa membenarkan diri di hadapan Allah. Tidak hanya pemazmur saja, bahkan seluruh manusia tidak dapat membenarkan dan membela diri di hadapan Allah (ay 2). Pemazmur mendesak Tuhan agar mengabulkan doa dan permohonannya karena ia merasa bahwa dirinya dikejar musuh yang ingin menghancurkan hidupnya (“mencampakkan nyawa ke tanah”). Musuh ingin membunuh pemazmur (“menempatkan aku di dalam gelap”; kegelapan adalah lambang dunia orang mati. Terang adalah lambang kehidupan, keselamatan kekal) (ay 3). Ini yang menyebabkan pemazmur merasa lemah dan tertegun seakan-akan tidak ada perspektif pengharapan (ay 4).
Dalam kondisi cemas dan lesu seperti itu pemazmur seakan-akan dilanda gelombang nostalgia, di mana ia teringat akan masa silam. Itulah Bagian II. Di masa silam ia terkenang akan semua hal yang dulu dilakukan Tuhan bagi umat-Nya (ay 5). Saat ia teringat akan apa yang dilakukan dan dikerjakan Tuhan, maka pemazmur pun merasa mempunyai landasan untuk berharap bahwa kini pun Tuhan masih akan bertindak sebagaimana Dia dulu sudah perbuat. Atas dasar harapan itulah maka dalam ayat 6 pemazmur menadahkan tangan kepada Tuhan. Itu bisa berarti dua: 1). Sebagai tanda memohon dan menyembah. 2). Bisa juga sebagai tanda siap menerima anugerah Allah. Atas dasar tinjauan kilas balik ke masa silam, pemazmur yakin bahwa Tuhan mengabulkan permohonannya. Saat memikirkan masa silam itulah, pemazmur merasa rindu akan Tuhan dan segala karyaNya. Ia ibaratkan kerinduan itu dengan tanah kering yang merindukan air (ay 6).
Dengan keyakinan dasar itu, pemazmur seakan-akan mendesak Allah agar Ia menjawab doa permohonannya segera, tanpa menunda. Ia merasa bahwa semangatnya sudah habis. Ia akan merasa lelah kalau Tuhan masih menunda menjawab doanya. Jadi, pemazmur mengungkapkan harapannya (ay 7a). Pemazmur berharap agar Tuhan tidak membuang muka dari padanya, sebab hal itu berarti jauh dari Tuhan, dan itu sama dengan kematian (ay 7b). Pemazmur meminta kepada Tuhan agar Ia “memperdengarkan” kasih-setia-Nya di waktu pagi. Alasannya ialah karena ia percaya akan Tuhan. Menarik bahwa pemazmur memakai kata “perdengarkan” dan bukan “perlihatkan”. Mungkin ia membayangkan kasih-setia Tuhan itu sebagai sebuah titah atau bahkan lagu yang bisa didengarkan (ay 8a). Pemazmur juga meminta agar Tuhan menunjukkan jalan yang harus ia lalui sebab pemazmur sedang melakukan perjalanan ziarah kepada Tuhan dan hanya Tuhan sendiri yang tahu jalan kepada diri-Nya (ay 8b).
Akhirnya saya bahas Bagian III. Dalam ayat 9 pemazmur meminta agar Tuhan meluputkan dirinya dari musuh sebab hanya Tuhan tempat perlindungannya (ay 9). Pemazmur juga meminta kepada Tuhan agar Ia mengajarkan kehendak-Nya kepadanya supaya ia bisa melakukan kehendak Tuhan (ay 10a). Pemazmur juga meminta agar Roh Tuhan menjadi penuntun hidupnya dalam mengarungi kehidupan di dunia ini (ay 10b). Ia juga meminta agar Tuhan sudi memberi dia kehidupan dan pembebasan dari kungkungan musuh yang membuat dia merasa terjepit. Pemazmur meminta hal ini demi keadilan Tuhan (ay 11). Setelah serangkaian permohonan untuk dirinya, di penghujung mazmur ini ia meminta Tuhan agar membinasakan musuhnya, melenyapkan orang yang mendatangkan kesesakan atas hidupnya. Ia berani memohonkan hal ini demi kasih-setia (hesed) Tuhan, dan karena ia yakin bahwa dirinya hamba Tuhan.
Abepura, Akhir Juli 2017
Penulis: Dosen Kitab Suci FF-UNPAR, Bandung.
Dalam hidup ini kita mempunyai banyak kebutuhan. Kebutuhan jasmani, dan rohani. Kebutuhan fisis dan psikis. Dalam mazmur ini disebutkan dua kebutuhan hidup yaitu pertolongan dan pengajaran. Menurut pemazmur kedua kebutuhan ini penting sehingga kita harus memintanya kepada Tuhan lewat doa: “Doa meminta pertolongan dan pengajaran”. Itulah judul mazmur pendek ini (12 ayat). Untuk memahami dan menikmatinya, saya membagi mazmur ini menjadi tiga bagian. Pertama, ayat 1-4. Kedua, ayat 5-8. Ketiga, ayat 9-12. Saya membahas mazmur ini berdasarkan pembagian tersebut.
Pemazmur mengawali mazmur ini (Bgn I) dengan permohonan kepada Tuhan agar Ia sudi mendengarkan/memperhatikan doa dan permohonannya. Itulah arti ungkapan “berilah telinga.” Tidak hanya mendengarkan dan memperhatikan saja, melainkan diharapkan bahwa Tuhan mengabulkan doa tersebut demi dua sifat Tuhan, yaitu kesetiaan dan keadilanNya (ay 1). Pemazmur yakin bahwa atas dasar kedua sifat tersebut Tuhan pasti menjawab doanya. Pemazmur meminta agar Tuhan tidak menghakimi dirinya dengan menggelar perkara dengannya, sebab ia yakin bahwa dirinya bukan mitra seimbang di meja pengadilan. Sebagai manusia, pemazmur merasa bahwa ia tidak bisa membenarkan diri di hadapan Allah. Tidak hanya pemazmur saja, bahkan seluruh manusia tidak dapat membenarkan dan membela diri di hadapan Allah (ay 2). Pemazmur mendesak Tuhan agar mengabulkan doa dan permohonannya karena ia merasa bahwa dirinya dikejar musuh yang ingin menghancurkan hidupnya (“mencampakkan nyawa ke tanah”). Musuh ingin membunuh pemazmur (“menempatkan aku di dalam gelap”; kegelapan adalah lambang dunia orang mati. Terang adalah lambang kehidupan, keselamatan kekal) (ay 3). Ini yang menyebabkan pemazmur merasa lemah dan tertegun seakan-akan tidak ada perspektif pengharapan (ay 4).
Dalam kondisi cemas dan lesu seperti itu pemazmur seakan-akan dilanda gelombang nostalgia, di mana ia teringat akan masa silam. Itulah Bagian II. Di masa silam ia terkenang akan semua hal yang dulu dilakukan Tuhan bagi umat-Nya (ay 5). Saat ia teringat akan apa yang dilakukan dan dikerjakan Tuhan, maka pemazmur pun merasa mempunyai landasan untuk berharap bahwa kini pun Tuhan masih akan bertindak sebagaimana Dia dulu sudah perbuat. Atas dasar harapan itulah maka dalam ayat 6 pemazmur menadahkan tangan kepada Tuhan. Itu bisa berarti dua: 1). Sebagai tanda memohon dan menyembah. 2). Bisa juga sebagai tanda siap menerima anugerah Allah. Atas dasar tinjauan kilas balik ke masa silam, pemazmur yakin bahwa Tuhan mengabulkan permohonannya. Saat memikirkan masa silam itulah, pemazmur merasa rindu akan Tuhan dan segala karyaNya. Ia ibaratkan kerinduan itu dengan tanah kering yang merindukan air (ay 6).
Dengan keyakinan dasar itu, pemazmur seakan-akan mendesak Allah agar Ia menjawab doa permohonannya segera, tanpa menunda. Ia merasa bahwa semangatnya sudah habis. Ia akan merasa lelah kalau Tuhan masih menunda menjawab doanya. Jadi, pemazmur mengungkapkan harapannya (ay 7a). Pemazmur berharap agar Tuhan tidak membuang muka dari padanya, sebab hal itu berarti jauh dari Tuhan, dan itu sama dengan kematian (ay 7b). Pemazmur meminta kepada Tuhan agar Ia “memperdengarkan” kasih-setia-Nya di waktu pagi. Alasannya ialah karena ia percaya akan Tuhan. Menarik bahwa pemazmur memakai kata “perdengarkan” dan bukan “perlihatkan”. Mungkin ia membayangkan kasih-setia Tuhan itu sebagai sebuah titah atau bahkan lagu yang bisa didengarkan (ay 8a). Pemazmur juga meminta agar Tuhan menunjukkan jalan yang harus ia lalui sebab pemazmur sedang melakukan perjalanan ziarah kepada Tuhan dan hanya Tuhan sendiri yang tahu jalan kepada diri-Nya (ay 8b).
Akhirnya saya bahas Bagian III. Dalam ayat 9 pemazmur meminta agar Tuhan meluputkan dirinya dari musuh sebab hanya Tuhan tempat perlindungannya (ay 9). Pemazmur juga meminta kepada Tuhan agar Ia mengajarkan kehendak-Nya kepadanya supaya ia bisa melakukan kehendak Tuhan (ay 10a). Pemazmur juga meminta agar Roh Tuhan menjadi penuntun hidupnya dalam mengarungi kehidupan di dunia ini (ay 10b). Ia juga meminta agar Tuhan sudi memberi dia kehidupan dan pembebasan dari kungkungan musuh yang membuat dia merasa terjepit. Pemazmur meminta hal ini demi keadilan Tuhan (ay 11). Setelah serangkaian permohonan untuk dirinya, di penghujung mazmur ini ia meminta Tuhan agar membinasakan musuhnya, melenyapkan orang yang mendatangkan kesesakan atas hidupnya. Ia berani memohonkan hal ini demi kasih-setia (hesed) Tuhan, dan karena ia yakin bahwa dirinya hamba Tuhan.
Abepura, Akhir Juli 2017
Penulis: Dosen Kitab Suci FF-UNPAR, Bandung.
Thursday, October 5, 2017
MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 142
Oleh: Fransiskus Borgias M.
Pernahkah kita merasa dikejar-kejar? Entah itu oleh target, oleh tuntutan tugas? Mungkin oleh musuh atau orang yang membenci kita? Perasaan dikejar-kejar memang terutama adalah pengalaman fisik-jasmani. Tetapi bisa juga pengalaman rohani. Dalam pengalaman seperti itu, kita mencari perlindungan, bahkan mencari pembenaran diri. Dalam salah satu tahap perjalanan hidupnya, Daud pernah dikejar-kejar musuhnya. Tentu Daud mengalami ketakutan dan kecemasan luar biasa. Sebab kalau terkejar dan tertangkap itu berarti mati. Untuk itu Daud mencari tempat persembunyian yang aman dari kejaran musuh, dalam sebuah gua. Di sana, Daud melantunkan doa permohonan. Mazmur 142 ini adalah doa permohonan saat berada dalam pengejaran musuh.
Mazmur ini dalam Alkitab kita mempunyai judul sbb: “Doa seorang yang dikejar-kejar”. Mazmur ini termasuk cukup singkat. Terdiri atas 8 ayat. Saya membahas mazmur ini sebagai satu kesatuan utuh.
Dalam ayat 1 dilukiskan tentang tempat di mana Daud berada dalam pelariannya agar luput dari kejaran. Ia berada dalam sebuah gua. Tidak dikatakan di mana persis letak gua tersebut. Dalam gua sunyi itu Daud berdoa. Ia memanjatkan doanya dengan suara nyaring/lantang. Ia lantunkan doa permohonan kepada Tuhan. Di dalam gua sunyi itu, Daud membayangkan diri menghadap hadirat Allah. Di hadapan Allah, ia mengungkapkan keluh-kesah hidupnya. Pengalaman hidup yang sesak diungkapkan kepada Allah. Kesesakan dan keluh-kesah itu muncul karena ia dikejar-kejar musuh. Musuh seakan-akan tidak membiarkan Daud istirahat sejenak (ay 3). Dalam pelarian dan pencarian tempat perlindungan itu, Daud dilanda putus-asa sehingga ia merasa semangatnya lemah-lesu. Tetapi ia percaya bahwa Tuhan tahu akan kondisinya; ia yakin bahwa Tuhan akan segera bertindak memberi pertolongan. Pemazmur merasa tidak aman sebab musuh-musuhnya telah memasang jerat perangkap di jalan yang dilaluinya. Hal itu mereka lakukan dengan sembunyi-sembunyi.
Pemazmur merasa sendirian. Di kanan dan kirinya tidak ada lagi orang yang menaruh perhatian dan kepedulian kepadanya. Orang lain sudah tidak lagi menghiraukan keberadaan dan kehadiran dia. Karena itu, ia tidak bisa mencari perlindungan pada seorang teman sebab ia tidak lagi bisa dengan mudah menemukan teman. Dalam keadaan seperti itu, ia merasa sendirian, ia merasa tidak dihiraukan. Tempat pelarian tidak hanya berupa gua sunyi. Tempat pelarian bisa juga berupa jejaring pertemanan yang melindung dan memberi rasa nyaman. Ternyata, jejaring seperti itu pun tidak tersedia lagi bagi pemazmur. Ia merasa sendirian dan kesepian (ay 5). Itu sebabnya, bisa dimengerti bahwa pemazmur berseru kepada Tuhan. Ia mencari perlindungan pada Tuhan, sebab ia tidak mendapatkan perlindungan di antara manusia yang hidup, tempat ia ada sekarang dan di sini (ay 6).
Dalam upaya mendekati Tuhan untuk mencari perlindungan, pemazmur meminta agar Tuhan sudi mendengarkan dan memperhatikan teriakannya. Ia sangat berharap akan pertolongan dari Tuhan, sebab ia merasa lemah dan tidak berdaya menghadapi musuh (ay 7a). Pemazmur juga meminta agar Tuhan sudi melepaskan dirinya dari musuh yang mengejar dia. Ia amat membutuhkan pertolongan Tuhan yang segera karena ia merasa lemah padahal musuhnya sangat kuat (ay 7b). Rupanya kejaran yang dialaminya selama ini adalah sedemikian rupa sehingga ia merasa seperti sudah terpenjara, terkepung di segala penjuru. Tidak perlu bahwa penjara yang disinggung di sini harus dipahami harfiah. Bisa juga penjara yang dimaksudkan ialah sebuah pengalaman jiwa dan rohani yang serba terkurung yang menyebabkan dia merasa tidak berdaya dan mati lemas (ay 8a). Ia meminta agar Tuhan sudi melepaskan dia dari “penjara” itu. Jika hal itu terjadi maka ia akan memuji nama Tuhan. Pada saat itulah dia akan menemukan orang-orang benar. Mereka akan mengelilingi dia sebagai ganti pengepungan yang dilakukan orang-orang jahat dan para musuhnya selama ini. Tetapi semua ini bisa terjadi dengan satu syarat: Tuhan mau berbuat baik kepada pemazmur yaitu melepaskan dan membebaskan dia dari kepungan dan kejaran musuhnya (ay 8b).
Abepura, Medio Juli 2017
Penulis: Dosen biblika FF-UNPAR Bandung. Dosen tamu STFT Fajar Timur Abepura, Papua.
Pernahkah kita merasa dikejar-kejar? Entah itu oleh target, oleh tuntutan tugas? Mungkin oleh musuh atau orang yang membenci kita? Perasaan dikejar-kejar memang terutama adalah pengalaman fisik-jasmani. Tetapi bisa juga pengalaman rohani. Dalam pengalaman seperti itu, kita mencari perlindungan, bahkan mencari pembenaran diri. Dalam salah satu tahap perjalanan hidupnya, Daud pernah dikejar-kejar musuhnya. Tentu Daud mengalami ketakutan dan kecemasan luar biasa. Sebab kalau terkejar dan tertangkap itu berarti mati. Untuk itu Daud mencari tempat persembunyian yang aman dari kejaran musuh, dalam sebuah gua. Di sana, Daud melantunkan doa permohonan. Mazmur 142 ini adalah doa permohonan saat berada dalam pengejaran musuh.
Mazmur ini dalam Alkitab kita mempunyai judul sbb: “Doa seorang yang dikejar-kejar”. Mazmur ini termasuk cukup singkat. Terdiri atas 8 ayat. Saya membahas mazmur ini sebagai satu kesatuan utuh.
Dalam ayat 1 dilukiskan tentang tempat di mana Daud berada dalam pelariannya agar luput dari kejaran. Ia berada dalam sebuah gua. Tidak dikatakan di mana persis letak gua tersebut. Dalam gua sunyi itu Daud berdoa. Ia memanjatkan doanya dengan suara nyaring/lantang. Ia lantunkan doa permohonan kepada Tuhan. Di dalam gua sunyi itu, Daud membayangkan diri menghadap hadirat Allah. Di hadapan Allah, ia mengungkapkan keluh-kesah hidupnya. Pengalaman hidup yang sesak diungkapkan kepada Allah. Kesesakan dan keluh-kesah itu muncul karena ia dikejar-kejar musuh. Musuh seakan-akan tidak membiarkan Daud istirahat sejenak (ay 3). Dalam pelarian dan pencarian tempat perlindungan itu, Daud dilanda putus-asa sehingga ia merasa semangatnya lemah-lesu. Tetapi ia percaya bahwa Tuhan tahu akan kondisinya; ia yakin bahwa Tuhan akan segera bertindak memberi pertolongan. Pemazmur merasa tidak aman sebab musuh-musuhnya telah memasang jerat perangkap di jalan yang dilaluinya. Hal itu mereka lakukan dengan sembunyi-sembunyi.
Pemazmur merasa sendirian. Di kanan dan kirinya tidak ada lagi orang yang menaruh perhatian dan kepedulian kepadanya. Orang lain sudah tidak lagi menghiraukan keberadaan dan kehadiran dia. Karena itu, ia tidak bisa mencari perlindungan pada seorang teman sebab ia tidak lagi bisa dengan mudah menemukan teman. Dalam keadaan seperti itu, ia merasa sendirian, ia merasa tidak dihiraukan. Tempat pelarian tidak hanya berupa gua sunyi. Tempat pelarian bisa juga berupa jejaring pertemanan yang melindung dan memberi rasa nyaman. Ternyata, jejaring seperti itu pun tidak tersedia lagi bagi pemazmur. Ia merasa sendirian dan kesepian (ay 5). Itu sebabnya, bisa dimengerti bahwa pemazmur berseru kepada Tuhan. Ia mencari perlindungan pada Tuhan, sebab ia tidak mendapatkan perlindungan di antara manusia yang hidup, tempat ia ada sekarang dan di sini (ay 6).
Dalam upaya mendekati Tuhan untuk mencari perlindungan, pemazmur meminta agar Tuhan sudi mendengarkan dan memperhatikan teriakannya. Ia sangat berharap akan pertolongan dari Tuhan, sebab ia merasa lemah dan tidak berdaya menghadapi musuh (ay 7a). Pemazmur juga meminta agar Tuhan sudi melepaskan dirinya dari musuh yang mengejar dia. Ia amat membutuhkan pertolongan Tuhan yang segera karena ia merasa lemah padahal musuhnya sangat kuat (ay 7b). Rupanya kejaran yang dialaminya selama ini adalah sedemikian rupa sehingga ia merasa seperti sudah terpenjara, terkepung di segala penjuru. Tidak perlu bahwa penjara yang disinggung di sini harus dipahami harfiah. Bisa juga penjara yang dimaksudkan ialah sebuah pengalaman jiwa dan rohani yang serba terkurung yang menyebabkan dia merasa tidak berdaya dan mati lemas (ay 8a). Ia meminta agar Tuhan sudi melepaskan dia dari “penjara” itu. Jika hal itu terjadi maka ia akan memuji nama Tuhan. Pada saat itulah dia akan menemukan orang-orang benar. Mereka akan mengelilingi dia sebagai ganti pengepungan yang dilakukan orang-orang jahat dan para musuhnya selama ini. Tetapi semua ini bisa terjadi dengan satu syarat: Tuhan mau berbuat baik kepada pemazmur yaitu melepaskan dan membebaskan dia dari kepungan dan kejaran musuhnya (ay 8b).
Abepura, Medio Juli 2017
Penulis: Dosen biblika FF-UNPAR Bandung. Dosen tamu STFT Fajar Timur Abepura, Papua.
Wednesday, September 6, 2017
MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 141
Oleh: Fransiskus Borgias M.
Hidup manusia penuh godaan dan pencobaan. Tidak ada yang luput dari cobaan. Tetapi pencobaan itulah yang membantu perkembangan dan proses pematangan hidup manusia terutama secara rohani. Tanpa pencobaan manusia akan menjadi lembek. Ibarat pohon yang tidak diterpa angin, maka akarnya tidak kuat menancap dan menukik ke bumi. Memang ada risiko tumbang dan patah kalau pohon itu terus diterpa angin kencang. Tetapi ada juga kemungkinan bahwa pohon itu akan menjadi kuat, baik batangnya yang tampak di permukaan bumi, maupun akarnya yang menancap ke dalam bumi. Begitu juga dengan hidup manusia.
Mazmur 141 ini melukiskan hidup yang penuh cobaan dan godaan. Salah satu jalan keluar yang diajukan mazmur ialah agar tidak lupa berdoa kepada Tuhan. Mazmur ini mengajar kita untuk memanjatkan doa kepada Tuhan di kala mengalami cobaan. Judul mazmur ini ialah “Doa dalam pencobaan”. Judul ini menggambarkan isinya. Mazmur ini cukup pendek (sepuluh ayat). Berdasarkan dinamika teks, mazmur ini dapat dibagi menjadi tiga bagian. Bagian I: ayat 1-4. Bagian II: ayat 5-7. Bagian III: ayat 8-10. Saya telusuri Mazmur ini berdasarkan pembagian tadi.
Dalam kesesakan dan pencobaan pemazmur, dalam Bagian I, meminta agar Tuhan datang kepadanya saat ia meminta tolong dan mendengarkan permohonannya. Dalam imajinasi religiusnya ia membayangkan bahwa doanya itu menjadi laksana asap yang membubung ke atas (ay 1). Ia juga membayangkan bahwa kedua tangannya yang terangkat ke atas saat berdoa menjadi persembahan korban pada waktu senja (ay 2). Selanjutnya, ia meminta agar Tuhan sudi menjadi penjaga mulutnya, jangan sampai mulut mengucapkan kata-kata kotor dan tidak patut (ay 3). Ia meminta agar Tuhan sudi menjaga hatinya supaya tetap lurus pada jalan benar tidak berbelok kepada kejahatan dan kefasikan. Ia yakin bahwa perbuatan fasik itu bermula dari kecondongan hati kepada yang jahat dalam sebuah solidaritas negatif dengan orang jahat (ay 4).
Dalam Bagian II pemazmur berbicara tentang pendidikan yang diberikan orang benar. Ia beranggapan bahwa pendidikan semacam ini, biarpun keras (misalnya dengan cara memalu dan menghukum), dianggapnya sebagai didikan kasih. Didikan keras orang benar itu ia kontraskan dengan minyak orang fasik. Ia merasa tidak sudi dihiasi kepalanya dengan minyak (wangi) orang fasik. Dalam pelbagai doanya pemazmur terus melawan kejahatan-kejahatan orang fasik (ay 5). Perbuatan dan tingkah laku orang fasik, suatu saat kelak pasti mendapat hukuman setimpal di hadapan hukum yang ditegakkan hakim. Jika saat itu tiba, pemazmur yakin bahwa orang fasik baru sadar betapa kata-katanya selama ini benar dan menyenangkan (walau tidak mereka ikuti) (ay 6). Secara imajinatif, pemazmur membayangkan kesudahan orang fasik kelak dalam dunia orang mati. Mereka akan mendapat hukuman yang berat dan setimpal dengan perbuatan dan tingkah laku mereka selama hidup di dunia ini. Di sini ia membayangkan sebuah penghancuran yang akan menimpa orang fasik itu kelak dalam dunia orang mati. Tulang-belulang mereka akan hancur lebur seperti batu yang dibelah dan dihancurkan di tanah (ay 7).
Berbeda dengan nasib tragis seperti itu, dalam Bagian III, pemazmur membayangkan nasibnya kelak. Ia membayangkan keselamatan, sebuah situasi luput dari orang jahat dan fasik. Itu terjadi karena pemazmur selalu memandang kepada Allah dan berharap kepada pertolongan Allah. Ia berharap Tuhan tidak mencampakkan dirinya (ay 8). Ia juga berharap agar Tuhan melindungi dia dari jerat perangkap yang dipasang orang fasik. Memang tidak mudah hidup di tengah dunia yang penuh orang fasik. Ada bermacam jebakan. Maka pemazmur meminta kepada Tuhan agar ia diselamatkan, diluputkan dari pelbagai jerat itu (terutama yang tidak tampak). Ia berharap jangan sampai tersandung dalam perbuatan jahat orang jahat. Ia sadar betapa mudahnya orang ikut arus dalam perbuatan jahat karena emosi dan euforia massa. Hal itu sangat berbahaya. Ia meminta agar ia luput dari hal seperti itu (ay 9). Jika perlindungan dan pemeliharaan Tuhan terjadi atas dirinya, maka ia luput. Sedangkan orang fasik dan jahat akan terperangkap ke dalam jerat perangkap yang mereka pasang bagi orang lain. Seperti kata pepatah ini: siapa menggali lobang, ia sendiri akan terperosok ke dalamnya. Kata orang Jerman: Wer hat eine Grube grabt, felt selbst hinein.
Abepura, Medio Juli 2017
Penulis: Dosen biblika FF-UNPAR Bandung; dosen tamu STFT Fajar Timur, Abepura, Jayapura.
Hidup manusia penuh godaan dan pencobaan. Tidak ada yang luput dari cobaan. Tetapi pencobaan itulah yang membantu perkembangan dan proses pematangan hidup manusia terutama secara rohani. Tanpa pencobaan manusia akan menjadi lembek. Ibarat pohon yang tidak diterpa angin, maka akarnya tidak kuat menancap dan menukik ke bumi. Memang ada risiko tumbang dan patah kalau pohon itu terus diterpa angin kencang. Tetapi ada juga kemungkinan bahwa pohon itu akan menjadi kuat, baik batangnya yang tampak di permukaan bumi, maupun akarnya yang menancap ke dalam bumi. Begitu juga dengan hidup manusia.
Mazmur 141 ini melukiskan hidup yang penuh cobaan dan godaan. Salah satu jalan keluar yang diajukan mazmur ialah agar tidak lupa berdoa kepada Tuhan. Mazmur ini mengajar kita untuk memanjatkan doa kepada Tuhan di kala mengalami cobaan. Judul mazmur ini ialah “Doa dalam pencobaan”. Judul ini menggambarkan isinya. Mazmur ini cukup pendek (sepuluh ayat). Berdasarkan dinamika teks, mazmur ini dapat dibagi menjadi tiga bagian. Bagian I: ayat 1-4. Bagian II: ayat 5-7. Bagian III: ayat 8-10. Saya telusuri Mazmur ini berdasarkan pembagian tadi.
Dalam kesesakan dan pencobaan pemazmur, dalam Bagian I, meminta agar Tuhan datang kepadanya saat ia meminta tolong dan mendengarkan permohonannya. Dalam imajinasi religiusnya ia membayangkan bahwa doanya itu menjadi laksana asap yang membubung ke atas (ay 1). Ia juga membayangkan bahwa kedua tangannya yang terangkat ke atas saat berdoa menjadi persembahan korban pada waktu senja (ay 2). Selanjutnya, ia meminta agar Tuhan sudi menjadi penjaga mulutnya, jangan sampai mulut mengucapkan kata-kata kotor dan tidak patut (ay 3). Ia meminta agar Tuhan sudi menjaga hatinya supaya tetap lurus pada jalan benar tidak berbelok kepada kejahatan dan kefasikan. Ia yakin bahwa perbuatan fasik itu bermula dari kecondongan hati kepada yang jahat dalam sebuah solidaritas negatif dengan orang jahat (ay 4).
Dalam Bagian II pemazmur berbicara tentang pendidikan yang diberikan orang benar. Ia beranggapan bahwa pendidikan semacam ini, biarpun keras (misalnya dengan cara memalu dan menghukum), dianggapnya sebagai didikan kasih. Didikan keras orang benar itu ia kontraskan dengan minyak orang fasik. Ia merasa tidak sudi dihiasi kepalanya dengan minyak (wangi) orang fasik. Dalam pelbagai doanya pemazmur terus melawan kejahatan-kejahatan orang fasik (ay 5). Perbuatan dan tingkah laku orang fasik, suatu saat kelak pasti mendapat hukuman setimpal di hadapan hukum yang ditegakkan hakim. Jika saat itu tiba, pemazmur yakin bahwa orang fasik baru sadar betapa kata-katanya selama ini benar dan menyenangkan (walau tidak mereka ikuti) (ay 6). Secara imajinatif, pemazmur membayangkan kesudahan orang fasik kelak dalam dunia orang mati. Mereka akan mendapat hukuman yang berat dan setimpal dengan perbuatan dan tingkah laku mereka selama hidup di dunia ini. Di sini ia membayangkan sebuah penghancuran yang akan menimpa orang fasik itu kelak dalam dunia orang mati. Tulang-belulang mereka akan hancur lebur seperti batu yang dibelah dan dihancurkan di tanah (ay 7).
Berbeda dengan nasib tragis seperti itu, dalam Bagian III, pemazmur membayangkan nasibnya kelak. Ia membayangkan keselamatan, sebuah situasi luput dari orang jahat dan fasik. Itu terjadi karena pemazmur selalu memandang kepada Allah dan berharap kepada pertolongan Allah. Ia berharap Tuhan tidak mencampakkan dirinya (ay 8). Ia juga berharap agar Tuhan melindungi dia dari jerat perangkap yang dipasang orang fasik. Memang tidak mudah hidup di tengah dunia yang penuh orang fasik. Ada bermacam jebakan. Maka pemazmur meminta kepada Tuhan agar ia diselamatkan, diluputkan dari pelbagai jerat itu (terutama yang tidak tampak). Ia berharap jangan sampai tersandung dalam perbuatan jahat orang jahat. Ia sadar betapa mudahnya orang ikut arus dalam perbuatan jahat karena emosi dan euforia massa. Hal itu sangat berbahaya. Ia meminta agar ia luput dari hal seperti itu (ay 9). Jika perlindungan dan pemeliharaan Tuhan terjadi atas dirinya, maka ia luput. Sedangkan orang fasik dan jahat akan terperangkap ke dalam jerat perangkap yang mereka pasang bagi orang lain. Seperti kata pepatah ini: siapa menggali lobang, ia sendiri akan terperosok ke dalamnya. Kata orang Jerman: Wer hat eine Grube grabt, felt selbst hinein.
Abepura, Medio Juli 2017
Penulis: Dosen biblika FF-UNPAR Bandung; dosen tamu STFT Fajar Timur, Abepura, Jayapura.
Wednesday, August 9, 2017
MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 140
Oleh: Fransiskus Borgias M.
Judul mazmur ini dalam Alkitab kita ialah “Doa minta perlindungan terhadap orang-orang jahat”. Mazmur ini terdiri atas empatbelas ayat. Orang di sekitar kita tidak melulu orang baik. Ada juga orang jahat yang mempunyai hati busuk dan merencanakan sesuatu yang tidak baik bagi kita. Kita selalu merasa terganggu oleh keberadaan dan kehadiran mereka. Terkadang kita merasa tidak berdaya menghadapi mereka. Dalam keadaan seperti itu, maka tidak ada jalan lain bagi kita selain meminta bantuan dan perlindungan Tuhan.
Mazmur ini adalah doa dari orang yang terjepit oleh ada dan kehadiran orang jahat di sekitar mereka. Karena itu dalam baris awal mazmur ini pemazmur langsung meminta kepada Tuhan agar Tuhan sudi meluputkan dia dari orang jahat. Ia meminta agar Tuhan menjaga dia dari orang yang melakukan kekerasan terhadap dirinya (ay 2). Tipikal orang jahat dilukiskan dalam ayat 3 yaitu hatinya selalu merancang apa yang jahat, dan menghasut-hasut perang. Perilaku dan terutama perkataan mereka selalu menimbulkan perbantahan dan pertikaian. Tipikal orang jahat itu dilanjutkan dalam ayat 4 yaitu orang yang lidahnya tajam menusuk dan mengandung racun mematikan. Terhadap orang seperti itulah pemazmur meminta kepada Tuhan agar Tuhan sudi memelihara dirinya.
Dalam ayat 5 dikemukakan satu jenis orang jahat, yaitu orang fasik, orang keras, dan yang berniat jahat. Pemazmur meminta agar Tuhan melindungi dia dari orang seperti ini. Akhirnya dalam ayat 6 masih ada satu lagi tipikal orang jahat yaitu orang sombong. Apa bahaya orang seperti ini? Yaitu karena mereka diam-diam merencanakan hal berbahaya bagi pemazmur. Hal yang jahat disimbolkan dengan jerat, tali jaring, dan perangkap. Itu adalah jebakan maut untuk menjerumuskan pemazmur ke dalam lubang tidak tidak terduga-duga sama sekali. Dengan kata lain, orang jahat yang dimaksudkan di sini ialah orang yang menginginkan celaka bagi kita. Ia tidak menghendaki kebahagiaan dan sukacita bagi kita.
Setelah mendeskripsikan orang jahat dalam ayat 1-6, akhirnya dalam ayat 7 pemazmur secara intens mengarahkan permohonannya langsung kepada Allah. Ia meminta agar Tuhan mendengarkan doa permohonannya. Ia meminta agar Allah melindungi dia dalam situasi yang teramat sulit, yang digambarkan di sini dengan metafora perang (hari pertarungan senjata). Ini adalah hari yang amat berbahaya bagi kepala tentara. Karena itu, ia meminta agar Tuhan melindungi kepalanya, maksudnya seluruh diri dan hidupnya dari situasi genting dan ngeri itu (ay 8).
Pemazmur juga meminta agar keinginan orang fasik tidak terpenuhi, agar segala rencana jahat mereka gagal (ay 9). Ia berharap agar orang sombong yang menghadang jalannya, kiranya terkena hukuman oleh rencana jahat mereka (ay 10). Pemazmur berharap agar Tuhan menghukum mereka dengan keras. Ada dua bentuk kekerasan yang secara khusus ia sebut di sini, yaitu ditimpa bara api (Sodom dan Gomorah) dan mereka dijebloskan ke dalam jurang yang dalam, dari mana mereka tidak bisa bangkit lagi (ay 11). Ia berharap agar keadilan dan hukum Tuhan akan segera bertindak terhadap pemfitnah dan orang yang suka kekerasan. Diam-diam ia berharap agar mereka segera dilenyapkan dari bumi ini (ay 12).
Walau dengan seru dan gencar ia mengajukan doa permohonannya akan perlindungan, tetapi akhirnya hanya Tuhanlah yang memutuskan apa yang terbaik. Itu sebabnya, di akhir mazmur ini pemazmur menyatakan keyakinannya bahwa Tuhan akan memberi keadilan kepada orang tertindas. Tuhan akan membela perkara orang miskin (ay 13). Jika hal itu sungguh sudah terjadi, maka tiada henti-hentinya mereka akan memuji nama Tuhan. Orang benar dan orang jujur (lawan dari orang jahat dan orang fasik), akan selalu berdiam di hadapan hadirat Allah, untuk memuji dan memuliakan Tuhan yang menegakkan hukum dan keadilan-Nya di muka bumi ini.
Abepura, Papua Juni 2017
Dosen Teologi Biblis FF-UNPAR Bandung, dan STFT Fajar Timur Abepura.
Judul mazmur ini dalam Alkitab kita ialah “Doa minta perlindungan terhadap orang-orang jahat”. Mazmur ini terdiri atas empatbelas ayat. Orang di sekitar kita tidak melulu orang baik. Ada juga orang jahat yang mempunyai hati busuk dan merencanakan sesuatu yang tidak baik bagi kita. Kita selalu merasa terganggu oleh keberadaan dan kehadiran mereka. Terkadang kita merasa tidak berdaya menghadapi mereka. Dalam keadaan seperti itu, maka tidak ada jalan lain bagi kita selain meminta bantuan dan perlindungan Tuhan.
Mazmur ini adalah doa dari orang yang terjepit oleh ada dan kehadiran orang jahat di sekitar mereka. Karena itu dalam baris awal mazmur ini pemazmur langsung meminta kepada Tuhan agar Tuhan sudi meluputkan dia dari orang jahat. Ia meminta agar Tuhan menjaga dia dari orang yang melakukan kekerasan terhadap dirinya (ay 2). Tipikal orang jahat dilukiskan dalam ayat 3 yaitu hatinya selalu merancang apa yang jahat, dan menghasut-hasut perang. Perilaku dan terutama perkataan mereka selalu menimbulkan perbantahan dan pertikaian. Tipikal orang jahat itu dilanjutkan dalam ayat 4 yaitu orang yang lidahnya tajam menusuk dan mengandung racun mematikan. Terhadap orang seperti itulah pemazmur meminta kepada Tuhan agar Tuhan sudi memelihara dirinya.
Dalam ayat 5 dikemukakan satu jenis orang jahat, yaitu orang fasik, orang keras, dan yang berniat jahat. Pemazmur meminta agar Tuhan melindungi dia dari orang seperti ini. Akhirnya dalam ayat 6 masih ada satu lagi tipikal orang jahat yaitu orang sombong. Apa bahaya orang seperti ini? Yaitu karena mereka diam-diam merencanakan hal berbahaya bagi pemazmur. Hal yang jahat disimbolkan dengan jerat, tali jaring, dan perangkap. Itu adalah jebakan maut untuk menjerumuskan pemazmur ke dalam lubang tidak tidak terduga-duga sama sekali. Dengan kata lain, orang jahat yang dimaksudkan di sini ialah orang yang menginginkan celaka bagi kita. Ia tidak menghendaki kebahagiaan dan sukacita bagi kita.
Setelah mendeskripsikan orang jahat dalam ayat 1-6, akhirnya dalam ayat 7 pemazmur secara intens mengarahkan permohonannya langsung kepada Allah. Ia meminta agar Tuhan mendengarkan doa permohonannya. Ia meminta agar Allah melindungi dia dalam situasi yang teramat sulit, yang digambarkan di sini dengan metafora perang (hari pertarungan senjata). Ini adalah hari yang amat berbahaya bagi kepala tentara. Karena itu, ia meminta agar Tuhan melindungi kepalanya, maksudnya seluruh diri dan hidupnya dari situasi genting dan ngeri itu (ay 8).
Pemazmur juga meminta agar keinginan orang fasik tidak terpenuhi, agar segala rencana jahat mereka gagal (ay 9). Ia berharap agar orang sombong yang menghadang jalannya, kiranya terkena hukuman oleh rencana jahat mereka (ay 10). Pemazmur berharap agar Tuhan menghukum mereka dengan keras. Ada dua bentuk kekerasan yang secara khusus ia sebut di sini, yaitu ditimpa bara api (Sodom dan Gomorah) dan mereka dijebloskan ke dalam jurang yang dalam, dari mana mereka tidak bisa bangkit lagi (ay 11). Ia berharap agar keadilan dan hukum Tuhan akan segera bertindak terhadap pemfitnah dan orang yang suka kekerasan. Diam-diam ia berharap agar mereka segera dilenyapkan dari bumi ini (ay 12).
Walau dengan seru dan gencar ia mengajukan doa permohonannya akan perlindungan, tetapi akhirnya hanya Tuhanlah yang memutuskan apa yang terbaik. Itu sebabnya, di akhir mazmur ini pemazmur menyatakan keyakinannya bahwa Tuhan akan memberi keadilan kepada orang tertindas. Tuhan akan membela perkara orang miskin (ay 13). Jika hal itu sungguh sudah terjadi, maka tiada henti-hentinya mereka akan memuji nama Tuhan. Orang benar dan orang jujur (lawan dari orang jahat dan orang fasik), akan selalu berdiam di hadapan hadirat Allah, untuk memuji dan memuliakan Tuhan yang menegakkan hukum dan keadilan-Nya di muka bumi ini.
Abepura, Papua Juni 2017
Dosen Teologi Biblis FF-UNPAR Bandung, dan STFT Fajar Timur Abepura.
Wednesday, June 28, 2017
MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 139
Oleh: Fransiskus Borgias M.
Mazmur ini berbicara tentang misteri Allah yang mahatahu (omniscient). Tidak ada yang tersembunyi bagi Allah Mahatahu ini. Juga proses terjadinya manusia. Juga hati sanubari manusia. Semua hal ini terungkap dalam judul mazmur dalam Alkitab kita: “Doa di hadapan Allah yang mahatahu”. Mazmur ini cukup panjang: 24 ayat. Untuk memahami dan menikmatinya, saya membagi Mazmur ini menjadi empat bagian: I: ay 1-6; II: ay 7-12; III: ay 13-16; IV 17-24.
Dalam bagian pertama, pemazmur melukiskan misteri pengetahuan Allah yang mahatahu. Tidak ada yang tersembunyi bagi Allah menyangkut hidup dan keberadaan manusia. Tuhan mengenal diri pemazmur (ay 1), luar dan dalam (ay 2-3). Apa saja yang dilakukan manusia, semuanya diketahui Allah (duduk, berdiri, berjalan, berbaring). Pikiran manusia pun diketahuinya (ay 2b). Allah juga tahu terlebih dahulu perkataan yang kita ucapkan (ay 4). Di hadapan Allah, manusia serba “terbuka” (telanjang) (ay 5). Tatkala manusia merenungkan hal itu, akhirnya ia sampai pada satu simpulan bahwa pengetahuan yang teliti itu adalah sesuatu yang sangat ajaib, yang tidak dapat dijangkau dan dipahami oleh manusia (ay 6).
Di hadapan pengetahuan Allah yang Mahatahu tidak ada lagi tempat tersembunyi bagi Allah, di mana manusia dapat berada seakan-akan jauh dari Allah (ay.7-8). Allah serba hadir (ada) di mana-mana (omnipresent). Allah ada di surga (tentu). Juga di dunia orang mati (syeol; ay 8). Juga di ujung bumi (ujung laut), Allah hadir di sana (ay 9). Dalam relung dan tubir kegelapan, Allah juga hadir (ay 11). Bahkan dengan kehadiran Allah, kegelapan diubah menjadi terang (ay 12). Tuhan senantiasa hadir dan ada di mana-mana. Tuhan selalu menuntun manusia, di manapun mereka berada.
Sedemikian ajaibnya pengetahuan Allah sehingga Ia bahkan mengetahui relung misteri awal mula terjadinya manusia (ay 13). Dikatakan bahwa Tuhanlah yang menciptakan jejaring otot hidup dalam rahim ibu. Di sini muncul citra Allah sebagai tukang tenun yang menenun jejaring otot manusia. Pemazmur sadar bahwa proses awal munculnya hidup manusia merupakan keajaiban yang luar biasa mengagumkan (ay 14b), yang disadari oleh jiwanya (14c) sehingga manusia pun mengucapkan syukur atas keajaiban itu (ay 14a). Proses terjadinya tulang-tulang dalam rahim pun diketahui Allah. Tidak ada yang tersembunyi baginya (ay 15). Semua proses dalam rahim ibu, diketahui Allah dan dicatat semuanya dalam buku kehidupan (ay 16).
Setelah pemazmur merenungkan dan memahaminya semua, akhirnya ia menarik simpulan bahwa pikirannya tidak sanggup memahaminya (ay 17). Misteri pikiran Allah tidak terselami akal manusia. Misteri itu diibaratkan dengan jumlah pasir di laut yang tidak terhitung manusia (ay 18). Di hadapan Allah yang mahatahu, sesungguhnya semua upaya manusia melawan Allah sia-sia belaka (ay 19). Dalam ayat 19, terkandung sebuah permohonan agar pemazmur dijauhkan dari orang fasik dan penumpah darah. Tetapi hendaklah disadari bahwa penistaan terhadap Allah, juga penyangkalan akan Allah (ateisme), yang dilakukan orang fasik, semuanya sia-sia belaka (ay 20). Semuanya tidak akan berhasil. Pemazmur mencoba hidup suci, menjauhi orang fasik, membenci mereka yang membenci dan melawan Tuhan (ay 21). Pemazur juga menegaskan bahwa dirinya tidak suka akan orang fasik. Ia sangat membenci orang fasik dan kefasikan (ay 22).
Di bagian akhir mazmur ini pemazmur menegaskan kesucian dan kesalehan hidupnya dengan meminta kepada Allah agar Ia menyelidiki dan mengenal relung hatinya. Pemazmur kiranya mau menegaskan di hadapan Allah betapa ia berusaha hidup suci, jalan hidupnya lurus (tidak bengkang-bengkong, ay 23). Akhirnya, pemazmur memohon kepada Allah agar Ia menuntun di jalan kekal (ay 24). Hal ini penting, agar manusia tidak menyimpang dari jalan Allah, jalan lurus, yang terarah kepada hidup abadi, hidup kekal bersama Allah.
Akhir Juni 2017, STFT Fajar Timur, Abepura, Papua.
Penulis: Dosen Biblika FF-UNPAR Bandung.
Mazmur ini berbicara tentang misteri Allah yang mahatahu (omniscient). Tidak ada yang tersembunyi bagi Allah Mahatahu ini. Juga proses terjadinya manusia. Juga hati sanubari manusia. Semua hal ini terungkap dalam judul mazmur dalam Alkitab kita: “Doa di hadapan Allah yang mahatahu”. Mazmur ini cukup panjang: 24 ayat. Untuk memahami dan menikmatinya, saya membagi Mazmur ini menjadi empat bagian: I: ay 1-6; II: ay 7-12; III: ay 13-16; IV 17-24.
Dalam bagian pertama, pemazmur melukiskan misteri pengetahuan Allah yang mahatahu. Tidak ada yang tersembunyi bagi Allah menyangkut hidup dan keberadaan manusia. Tuhan mengenal diri pemazmur (ay 1), luar dan dalam (ay 2-3). Apa saja yang dilakukan manusia, semuanya diketahui Allah (duduk, berdiri, berjalan, berbaring). Pikiran manusia pun diketahuinya (ay 2b). Allah juga tahu terlebih dahulu perkataan yang kita ucapkan (ay 4). Di hadapan Allah, manusia serba “terbuka” (telanjang) (ay 5). Tatkala manusia merenungkan hal itu, akhirnya ia sampai pada satu simpulan bahwa pengetahuan yang teliti itu adalah sesuatu yang sangat ajaib, yang tidak dapat dijangkau dan dipahami oleh manusia (ay 6).
Di hadapan pengetahuan Allah yang Mahatahu tidak ada lagi tempat tersembunyi bagi Allah, di mana manusia dapat berada seakan-akan jauh dari Allah (ay.7-8). Allah serba hadir (ada) di mana-mana (omnipresent). Allah ada di surga (tentu). Juga di dunia orang mati (syeol; ay 8). Juga di ujung bumi (ujung laut), Allah hadir di sana (ay 9). Dalam relung dan tubir kegelapan, Allah juga hadir (ay 11). Bahkan dengan kehadiran Allah, kegelapan diubah menjadi terang (ay 12). Tuhan senantiasa hadir dan ada di mana-mana. Tuhan selalu menuntun manusia, di manapun mereka berada.
Sedemikian ajaibnya pengetahuan Allah sehingga Ia bahkan mengetahui relung misteri awal mula terjadinya manusia (ay 13). Dikatakan bahwa Tuhanlah yang menciptakan jejaring otot hidup dalam rahim ibu. Di sini muncul citra Allah sebagai tukang tenun yang menenun jejaring otot manusia. Pemazmur sadar bahwa proses awal munculnya hidup manusia merupakan keajaiban yang luar biasa mengagumkan (ay 14b), yang disadari oleh jiwanya (14c) sehingga manusia pun mengucapkan syukur atas keajaiban itu (ay 14a). Proses terjadinya tulang-tulang dalam rahim pun diketahui Allah. Tidak ada yang tersembunyi baginya (ay 15). Semua proses dalam rahim ibu, diketahui Allah dan dicatat semuanya dalam buku kehidupan (ay 16).
Setelah pemazmur merenungkan dan memahaminya semua, akhirnya ia menarik simpulan bahwa pikirannya tidak sanggup memahaminya (ay 17). Misteri pikiran Allah tidak terselami akal manusia. Misteri itu diibaratkan dengan jumlah pasir di laut yang tidak terhitung manusia (ay 18). Di hadapan Allah yang mahatahu, sesungguhnya semua upaya manusia melawan Allah sia-sia belaka (ay 19). Dalam ayat 19, terkandung sebuah permohonan agar pemazmur dijauhkan dari orang fasik dan penumpah darah. Tetapi hendaklah disadari bahwa penistaan terhadap Allah, juga penyangkalan akan Allah (ateisme), yang dilakukan orang fasik, semuanya sia-sia belaka (ay 20). Semuanya tidak akan berhasil. Pemazmur mencoba hidup suci, menjauhi orang fasik, membenci mereka yang membenci dan melawan Tuhan (ay 21). Pemazur juga menegaskan bahwa dirinya tidak suka akan orang fasik. Ia sangat membenci orang fasik dan kefasikan (ay 22).
Di bagian akhir mazmur ini pemazmur menegaskan kesucian dan kesalehan hidupnya dengan meminta kepada Allah agar Ia menyelidiki dan mengenal relung hatinya. Pemazmur kiranya mau menegaskan di hadapan Allah betapa ia berusaha hidup suci, jalan hidupnya lurus (tidak bengkang-bengkong, ay 23). Akhirnya, pemazmur memohon kepada Allah agar Ia menuntun di jalan kekal (ay 24). Hal ini penting, agar manusia tidak menyimpang dari jalan Allah, jalan lurus, yang terarah kepada hidup abadi, hidup kekal bersama Allah.
Akhir Juni 2017, STFT Fajar Timur, Abepura, Papua.
Penulis: Dosen Biblika FF-UNPAR Bandung.
Tuesday, May 30, 2017
MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 138
Oleh: Fransiskus Borgias M.
Mazmur ini dalam Alkitab kita mempunyai judul sbb: “Nyanyian syukur atas pertolongan”. Pemazmur mengalami pertolongan Tuhan dan karena itu ia pun melambungkan nyanyian syukur seperti yang tertera dalam teks Mazmur ini. Mazmur ini terdiri atas delapan ayat. Jadi mazmur ini cukup singkat. Untuk memahaminya, saya membagi Mazmur ini menjadi tiga bagian. Bagian I, ayat 1-3. Bagian III, ayat 4-6. Bagian III, ayat 7-8. Saya mulai dengan melihat Bagian I.
Dalam ayat 1 Pemazmur menyatakan niatnya untuk menghaturkan syukur kepada Tuhan. Ucapan syukur itu dilakukan dengan segenap hati, sehingga walaupun ada dewa-dewa lain, ia tetap mengarahkan mata dan hatinya kepada Allah. Tuhan Allah sudah menetapkan tempat kediamanNya di Yerusalem yaitu Bait SuciNya. Itu sebabnya, pemazmur mengarahkan pandangannya ke Bait Suci (ay 2) untuk memuji nama-Nya. Kira-kira seperti Qiblat dalam tradisi berdoa dari saudara kita Muslim. Dalam ayat ini ada tiga alasan untuk pujian tersebut: karena Tuhan itu kasih, Tuhan itu setia, dan karena nama dan janji Tuhan melampaui segala sesuatu. Pemazmur merasa bahwa doanya dikabulkan Tuhan sehingga ia merasa bahwa jiwanya semakin kuat (ay 3).
Dalam Bagian II (ay 4-6), pemazmur melukiskan reaksi para bangsa di bumi ini yang diwakili para raja. Dikatakan di sana bahwa para raja di bumi bersyukur kepada Tuhan karena mereka mendengar janji Tuhan (ay 4). Mereka mengalami besarnya kemuliaan Tuhan sehingga merekapun mengungkapkan rasa syukur itu dengan nyanyian-nyanyian. Secara khusus di sini disebutkan juga jalan Tuhan (ay 5). Di akhir dari Bagian ini (ay 6) kita menemukan sebuah pelukisan mengenai salah satu sifat Tuhan: Tuhan itu tinggi tetapi ia peduli pada orang hina. Jadi, biarpun Ia sangat tinggi namun Ia memberi perhatian pada orang kecil. Sebaliknya, orang sombong dijauhi Tuhan. Dari jauh Tuhan sudah mengenal orang sombong dan Ia tidak sudi mendekati mereka.
Dalam Bagian III (ay 7-8), pemazmur kembali lagi kepada pengalaman pribadinya akan Tuhan. Beberapa pengalaman itu disebutkan di sini. Misalnya, saat ia merasa berada dalam kesesakan, saat ia diterpa amarah para musuhnya (ay 7). Ia yakin bahwa pada saat ia mengalami situasi-situasi yang sulit, Tuhan tetap membantu dia (mempertahankan hidupku, Tuhan mengulurkan tanganNya, secara khusus disebut tangan kanan). Pemazmur merasa bahwa berkat campur tangan Tuhan, ia selamat. Di awal ayat 8 kita menemukan salah satu ungkapan keyakinan iman si pemazmur. Biasanya dalam keadaan sulit, manusia merasa tidak berdaya. Dalam keadaan seperti itu, manusia hanya bisa berpasrah diri, dan dengan tenang menyerahkan diri dengan diam ke dalam kasih dan penyelenggaraan Tuhan. Tetapi, kata si pemazmur berdasasrkan pengalaman dan keyakinannya, justru dalam keadaan “diam” itulah Tuhan bertindak. Dengan tegas ia berkata: TUHAN akan menyelesaikannya bagiku! Kira-kira seperti dikatakan dalam ungkapan para penulis rohani dewasa ini: Tatkala kita ANGKAT TANGAN (tanda menyerah dan lemah tidak berdaya), maka Tuhan pasti TURUN TANGAN (intervensi untuk melakukan tindakan penyelamatan). Itulah misteri pengalaman iman. Tuhan bertindak di dalam ketidak-berdayaan kita.
Itu sebabnya di bagian akhir Mazmur ini (ay 8) pemazmur mengungkapkan keyakinan imannya lagi tentang pengalaman akan Tuhan. Tuhan itu penuh kasih setia (hesed). Kasih setia Tuhan itu kekal (berlangsung selamanya). Dengan bekal keyakinan akan kasih setia Tuhan yang berlangsung kekal (hingga selama-lamanya) itu, si pemazmur berharap agar Tuhan tidak meninggalkan ciptaanNya (yang dimaksudkan di sini tidak hanya manusia, apalagi hanya pemazmur saja, melainkan seluruh makhluk hidup, yang telah diciptakan Tuhan Allah sendiri). Dengan demikian doa si pemazmur di sini tidak lagi sekadar bersifat personal melainkan bersifat komunal, bahkan mondial dan universal. Luar biasa. Tampak jelas, bahwa di bagian akhir Mazmur ini si pemazmur keluar dari kungkungan lingkaran egonya sendiri dan masuk ke dalam kepedulian dan keprihatinan yang lebih luas dan besar.
Penulis: Dosen teologi biblika FF-UNPAR Bandung.
Mazmur ini dalam Alkitab kita mempunyai judul sbb: “Nyanyian syukur atas pertolongan”. Pemazmur mengalami pertolongan Tuhan dan karena itu ia pun melambungkan nyanyian syukur seperti yang tertera dalam teks Mazmur ini. Mazmur ini terdiri atas delapan ayat. Jadi mazmur ini cukup singkat. Untuk memahaminya, saya membagi Mazmur ini menjadi tiga bagian. Bagian I, ayat 1-3. Bagian III, ayat 4-6. Bagian III, ayat 7-8. Saya mulai dengan melihat Bagian I.
Dalam ayat 1 Pemazmur menyatakan niatnya untuk menghaturkan syukur kepada Tuhan. Ucapan syukur itu dilakukan dengan segenap hati, sehingga walaupun ada dewa-dewa lain, ia tetap mengarahkan mata dan hatinya kepada Allah. Tuhan Allah sudah menetapkan tempat kediamanNya di Yerusalem yaitu Bait SuciNya. Itu sebabnya, pemazmur mengarahkan pandangannya ke Bait Suci (ay 2) untuk memuji nama-Nya. Kira-kira seperti Qiblat dalam tradisi berdoa dari saudara kita Muslim. Dalam ayat ini ada tiga alasan untuk pujian tersebut: karena Tuhan itu kasih, Tuhan itu setia, dan karena nama dan janji Tuhan melampaui segala sesuatu. Pemazmur merasa bahwa doanya dikabulkan Tuhan sehingga ia merasa bahwa jiwanya semakin kuat (ay 3).
Dalam Bagian II (ay 4-6), pemazmur melukiskan reaksi para bangsa di bumi ini yang diwakili para raja. Dikatakan di sana bahwa para raja di bumi bersyukur kepada Tuhan karena mereka mendengar janji Tuhan (ay 4). Mereka mengalami besarnya kemuliaan Tuhan sehingga merekapun mengungkapkan rasa syukur itu dengan nyanyian-nyanyian. Secara khusus di sini disebutkan juga jalan Tuhan (ay 5). Di akhir dari Bagian ini (ay 6) kita menemukan sebuah pelukisan mengenai salah satu sifat Tuhan: Tuhan itu tinggi tetapi ia peduli pada orang hina. Jadi, biarpun Ia sangat tinggi namun Ia memberi perhatian pada orang kecil. Sebaliknya, orang sombong dijauhi Tuhan. Dari jauh Tuhan sudah mengenal orang sombong dan Ia tidak sudi mendekati mereka.
Dalam Bagian III (ay 7-8), pemazmur kembali lagi kepada pengalaman pribadinya akan Tuhan. Beberapa pengalaman itu disebutkan di sini. Misalnya, saat ia merasa berada dalam kesesakan, saat ia diterpa amarah para musuhnya (ay 7). Ia yakin bahwa pada saat ia mengalami situasi-situasi yang sulit, Tuhan tetap membantu dia (mempertahankan hidupku, Tuhan mengulurkan tanganNya, secara khusus disebut tangan kanan). Pemazmur merasa bahwa berkat campur tangan Tuhan, ia selamat. Di awal ayat 8 kita menemukan salah satu ungkapan keyakinan iman si pemazmur. Biasanya dalam keadaan sulit, manusia merasa tidak berdaya. Dalam keadaan seperti itu, manusia hanya bisa berpasrah diri, dan dengan tenang menyerahkan diri dengan diam ke dalam kasih dan penyelenggaraan Tuhan. Tetapi, kata si pemazmur berdasasrkan pengalaman dan keyakinannya, justru dalam keadaan “diam” itulah Tuhan bertindak. Dengan tegas ia berkata: TUHAN akan menyelesaikannya bagiku! Kira-kira seperti dikatakan dalam ungkapan para penulis rohani dewasa ini: Tatkala kita ANGKAT TANGAN (tanda menyerah dan lemah tidak berdaya), maka Tuhan pasti TURUN TANGAN (intervensi untuk melakukan tindakan penyelamatan). Itulah misteri pengalaman iman. Tuhan bertindak di dalam ketidak-berdayaan kita.
Itu sebabnya di bagian akhir Mazmur ini (ay 8) pemazmur mengungkapkan keyakinan imannya lagi tentang pengalaman akan Tuhan. Tuhan itu penuh kasih setia (hesed). Kasih setia Tuhan itu kekal (berlangsung selamanya). Dengan bekal keyakinan akan kasih setia Tuhan yang berlangsung kekal (hingga selama-lamanya) itu, si pemazmur berharap agar Tuhan tidak meninggalkan ciptaanNya (yang dimaksudkan di sini tidak hanya manusia, apalagi hanya pemazmur saja, melainkan seluruh makhluk hidup, yang telah diciptakan Tuhan Allah sendiri). Dengan demikian doa si pemazmur di sini tidak lagi sekadar bersifat personal melainkan bersifat komunal, bahkan mondial dan universal. Luar biasa. Tampak jelas, bahwa di bagian akhir Mazmur ini si pemazmur keluar dari kungkungan lingkaran egonya sendiri dan masuk ke dalam kepedulian dan keprihatinan yang lebih luas dan besar.
Penulis: Dosen teologi biblika FF-UNPAR Bandung.
Friday, April 21, 2017
MENIKMATI DAN MEMAHAMI MAZMUR 137
Oleh: Fransiskus Borgias M.
Mazmur ini terkenal karena sering dipakai dalam liturgi Gereja Katolik (terutama Brevirium) dan menjadi populer antara lain karena sebuah kelompok musik Afro-American dengan penyanyi Boney M pada tahun 60-an dan 70-an mengangkat Mazmur 137 ini sebagai teks lagu pop-reggae mereka: By the river of Babylon.
Mazmur ini cukup pendek: terdiri atas 9 ayat. Untuk memahaminya saya membaginya menjadi dua bagian: Bagian I: ayat 1-6. Bagian II: ayat 7-9. Kita mulai dengan bagian I. Dalam ayat 1 pemazmur seperti terseret ke dalam lamunan nostalgia, mengenang nasib tragis mereka di pembuangan, Babel. Saat itu mereka duduk di tepi sungai Babel (mungkin Eufrat dan Tigris, mungkin juga kanal-kanal di kota itu) sambil menangis. Mereka menangis karena teringat Sion (Yerusalem). Mereka menggantung kecapi mereka pada pohon gandarusa di tepi sungai itu (ayat 2). Dalam ayat 3 kita melihat sebuah situasi kontras: mereka menangis sedih, tetapi orang yang menawan mereka meminta agar mereka menyanyikan nyanyian sukacita. Di sini kepedihan dan kesedihan menjadi-jadi. Wajar jika mereka berduka, tetapi dipaksa untuk bernyanyi suka. Itu sangat paradoksal.
Paradoks itulah yang melahirkan pertanyaan retoris dalam ayat 4: para penindas meminta diperdengarkan nyanyian dari Sion. Itu artinya nyanyian yang berasal dari dan biasanya dinyanyikan di Tempat Kudus di Yerusalem. Bagi orang Israel nyanyian di tempat kudus hanya boleh dinyanyikan di tempat kudus itu. Tidak bisa dan tidak boleh dinyanyikan di sembarang tempat lain. Di sini mereka tidak boleh menyanyikan nyanyian Tuhan di tanah asing, tanah najis. Tetapi mereka dipaksa berbuat begitu. Terjadilah penindasan berlapis-lapis: penindasan fisik, dan rohani sekaligus. Jadi pembuangan adalah sebentuk penindasan total.
Dari dalam situasi tertindas seperti inilah muncul janji dan sumpah dalam ayat 5-6. Sumpah itu diucapkan secara bersyarat setelah peristiwa itu terjadi. Ini terasa aneh. Pemazmur bersumpah. Dalam sumpah itu ia mengucapkan dua hal: pertama, biarlah menjadi kering tangan kananku jika aku melupakan engkau Yerusalem (padahal ia melupakan). Kedua, biarlah lidahku melekat pada langit-langitku jika aku sampai melupakan engkau Yerusalem (kenyataannya ia lupa). Perhatikan baik-baik bahwa ayat 5-6 ini mempunyai struktur khusus: dimulai dengan jika (kondisional) lalu disusul dengan janji (ayat 5). Ayat 6 mempunyai struktur yang terbalik: dimulai dengan janji, disusul dengan sebuah syarat (jika).
Ayat 5 memakai kata “lupa”, sedangkan ayat 6 memakai frasa “tidak ingat”. Tangan kanan umumnya dipakai bekerja. Kalau tangan kanan itu dipotong, maka itu sama dengan tidak bisa bekerja, dan tidak bisa bekerja berarti tidak dapat makan, dan ini sama dengan kematian. Lidah dipakai untuk berbicara, bernyanyi, dan memuji. Lidah itu adalah alat tutur dalam mulut manusia. Tanpa lidah manusia sulit berbicara. Mungkin itu sebabnya dalam bahasa Inggris kata tongue dipakai untuk bahasa maupun untuk lidah. Yerusalem sebagai sumber dan puncak sukacita. Jika ini semua tidak lagi diingat maka hal itu sama dengan kematian.
Akhirnya, saya memberi catatan khusus untuk ayat 7-9. Ayat-ayat ini tidak dipakai dalam liturgi Gereja (doa-doa, breviarium, bacaan liturgis), karena isinya yang kejam berupa dendam dan kekerasan ngeri. Liturgi kita sangat selektif dalam menyaring teks Kitab Suci yang dibacakan dalam perayaan liturgis komunal. Ini adalah salah satu tanda bahwa liturgi mempunyai otoritas kanonnya sendiri: tidak otomatis teks yang masuk kanon, bisa masuk ke dalam kanon liturgis.
Ada dua bangsa yang disebut di sini. Pertama, Edom. Diduga mereka ikut membantu Babel saat menghancurkan Yerusalem. Mungkin Edom menghendaki penghancuran itu. Kedua, Puteri Babel. Mereka ini dicap sebagai orang yang suka kekerasan. Pemazmur berharap ada yang bakal membalas semua kekejaman dan kekerasan yang mereka lakukan pada suatu saat di masa yang akan datang, sebuah tindakan balas dendam yang setimpal dengan apa yang telah mereka lakukan terhadap Yerusalem di masa silam.
Ayat 9 itu mengerikan. Ia berharap akan ada kekejaman seperti itu di masa depan, sebuah aksi balas dendam atau kekejaman yang sama yang dilakukan sebelumnya. Intuisi liturgis gereja sangat tepat. Gereja tidak mengadopsi hal ini dalam liturgi, sebab jika ini dibacakan maka itu sama dengan mengajarkan balas dendam, membangkitkan rantai kekerasan, dan hal itu bertentangan dengan ajaran kasih Tuhan Yesus. Ketika Petrus memakai kekerasan dalam penangkapan Yesus di taman Getsemani, Tuhan meminta Petrus agar tidak memakai pedang sebab hal itu akan mendatangkan mata rantai kekerasan berkepanjangan. Dari salib Tuhan Yesus mengajarkan cinta kasih dan pengampunan atas mereka yang menyebabkan terjadinya sengsara dan penderitaan itu.
Bandung, Desember 2010
Dosen Teologi Biblika, FF-UNPAR Bandung.
Mazmur ini terkenal karena sering dipakai dalam liturgi Gereja Katolik (terutama Brevirium) dan menjadi populer antara lain karena sebuah kelompok musik Afro-American dengan penyanyi Boney M pada tahun 60-an dan 70-an mengangkat Mazmur 137 ini sebagai teks lagu pop-reggae mereka: By the river of Babylon.
Mazmur ini cukup pendek: terdiri atas 9 ayat. Untuk memahaminya saya membaginya menjadi dua bagian: Bagian I: ayat 1-6. Bagian II: ayat 7-9. Kita mulai dengan bagian I. Dalam ayat 1 pemazmur seperti terseret ke dalam lamunan nostalgia, mengenang nasib tragis mereka di pembuangan, Babel. Saat itu mereka duduk di tepi sungai Babel (mungkin Eufrat dan Tigris, mungkin juga kanal-kanal di kota itu) sambil menangis. Mereka menangis karena teringat Sion (Yerusalem). Mereka menggantung kecapi mereka pada pohon gandarusa di tepi sungai itu (ayat 2). Dalam ayat 3 kita melihat sebuah situasi kontras: mereka menangis sedih, tetapi orang yang menawan mereka meminta agar mereka menyanyikan nyanyian sukacita. Di sini kepedihan dan kesedihan menjadi-jadi. Wajar jika mereka berduka, tetapi dipaksa untuk bernyanyi suka. Itu sangat paradoksal.
Paradoks itulah yang melahirkan pertanyaan retoris dalam ayat 4: para penindas meminta diperdengarkan nyanyian dari Sion. Itu artinya nyanyian yang berasal dari dan biasanya dinyanyikan di Tempat Kudus di Yerusalem. Bagi orang Israel nyanyian di tempat kudus hanya boleh dinyanyikan di tempat kudus itu. Tidak bisa dan tidak boleh dinyanyikan di sembarang tempat lain. Di sini mereka tidak boleh menyanyikan nyanyian Tuhan di tanah asing, tanah najis. Tetapi mereka dipaksa berbuat begitu. Terjadilah penindasan berlapis-lapis: penindasan fisik, dan rohani sekaligus. Jadi pembuangan adalah sebentuk penindasan total.
Dari dalam situasi tertindas seperti inilah muncul janji dan sumpah dalam ayat 5-6. Sumpah itu diucapkan secara bersyarat setelah peristiwa itu terjadi. Ini terasa aneh. Pemazmur bersumpah. Dalam sumpah itu ia mengucapkan dua hal: pertama, biarlah menjadi kering tangan kananku jika aku melupakan engkau Yerusalem (padahal ia melupakan). Kedua, biarlah lidahku melekat pada langit-langitku jika aku sampai melupakan engkau Yerusalem (kenyataannya ia lupa). Perhatikan baik-baik bahwa ayat 5-6 ini mempunyai struktur khusus: dimulai dengan jika (kondisional) lalu disusul dengan janji (ayat 5). Ayat 6 mempunyai struktur yang terbalik: dimulai dengan janji, disusul dengan sebuah syarat (jika).
Ayat 5 memakai kata “lupa”, sedangkan ayat 6 memakai frasa “tidak ingat”. Tangan kanan umumnya dipakai bekerja. Kalau tangan kanan itu dipotong, maka itu sama dengan tidak bisa bekerja, dan tidak bisa bekerja berarti tidak dapat makan, dan ini sama dengan kematian. Lidah dipakai untuk berbicara, bernyanyi, dan memuji. Lidah itu adalah alat tutur dalam mulut manusia. Tanpa lidah manusia sulit berbicara. Mungkin itu sebabnya dalam bahasa Inggris kata tongue dipakai untuk bahasa maupun untuk lidah. Yerusalem sebagai sumber dan puncak sukacita. Jika ini semua tidak lagi diingat maka hal itu sama dengan kematian.
Akhirnya, saya memberi catatan khusus untuk ayat 7-9. Ayat-ayat ini tidak dipakai dalam liturgi Gereja (doa-doa, breviarium, bacaan liturgis), karena isinya yang kejam berupa dendam dan kekerasan ngeri. Liturgi kita sangat selektif dalam menyaring teks Kitab Suci yang dibacakan dalam perayaan liturgis komunal. Ini adalah salah satu tanda bahwa liturgi mempunyai otoritas kanonnya sendiri: tidak otomatis teks yang masuk kanon, bisa masuk ke dalam kanon liturgis.
Ada dua bangsa yang disebut di sini. Pertama, Edom. Diduga mereka ikut membantu Babel saat menghancurkan Yerusalem. Mungkin Edom menghendaki penghancuran itu. Kedua, Puteri Babel. Mereka ini dicap sebagai orang yang suka kekerasan. Pemazmur berharap ada yang bakal membalas semua kekejaman dan kekerasan yang mereka lakukan pada suatu saat di masa yang akan datang, sebuah tindakan balas dendam yang setimpal dengan apa yang telah mereka lakukan terhadap Yerusalem di masa silam.
Ayat 9 itu mengerikan. Ia berharap akan ada kekejaman seperti itu di masa depan, sebuah aksi balas dendam atau kekejaman yang sama yang dilakukan sebelumnya. Intuisi liturgis gereja sangat tepat. Gereja tidak mengadopsi hal ini dalam liturgi, sebab jika ini dibacakan maka itu sama dengan mengajarkan balas dendam, membangkitkan rantai kekerasan, dan hal itu bertentangan dengan ajaran kasih Tuhan Yesus. Ketika Petrus memakai kekerasan dalam penangkapan Yesus di taman Getsemani, Tuhan meminta Petrus agar tidak memakai pedang sebab hal itu akan mendatangkan mata rantai kekerasan berkepanjangan. Dari salib Tuhan Yesus mengajarkan cinta kasih dan pengampunan atas mereka yang menyebabkan terjadinya sengsara dan penderitaan itu.
Bandung, Desember 2010
Dosen Teologi Biblika, FF-UNPAR Bandung.
Friday, March 31, 2017
MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 136
Oleh: Fransiskus Borgias M.
Mazmur ini melambungkan rasa syukur, senang, aman, dan nyaman yang dialami manusia karena pelbagai karya penyelenggaraan, pembebasan, penyelamatan, dan penyertaan Tuhan. Hal ini terjadi setelah pemazmur melakukan kilas balik atas sejarah. Dari hasil kilas balik itu pemazmur menyadari bahwa Tuhan selalu bertindak dalam pelbagai momen kehidupan Israel. Momen itulah yang disyukuri dengan bahagia. Rasa syukur, bahagia, senang itu ditampakkan dalam sebuah refrein yang berulang sepanjang 26 ayat. Refrein itu berbunyi: “Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.” Terjemahan yang lebih luwes (Brevir) berbunyi sbb: “Kekal abadi kasih setianya.”
Saya membagi mazmur ini dalam beberapa bagian. Bagian pertama ayat 1-3: ini adalah ajakan awal kepada pendengar atau pembacanya. Ia memulai mazmur ini dengan ajakan untuk bersyukur kepada Tuhan, karena Ia baik. Kebaikan Tuhan tampak dalam kasih setia-Nya yang tiada berkesudahan (ay.1). Ajakan awal ini muncul lagi di akhir, ay 26. Jadi, ini adalah ucapan syukur yang tiada henti kepada Tuhan Allah yang dialami Israel sebagai Tuhan yang melampaui segala dewa (allah dan tuhan huruf kecil, ay.2,3). Fakta bahwa Tuhan itu melampaui semua dewa, patut disyukuri, sebab tindakan Tuhan melampaui semua dewa. Ia mahaperkasa, mahakasih, maharahim.
Bagian kedua ayat 4-9: pelukisan mengenai Tuhan Pencipta yang menciptakan segala sesuatu. Keagungan Tuhan tampak dalam penciptaanNya atas semesta alam. Karya itu adalah keajaiban-keajaiban besar yang dilakukan Tuhan (ay.4). Keajaiban itu didaftarkan di sini: menjadikan langit dengan bijaksana (ay.5), menciptakan bumi (seperti piring yang diletakkan di atas air; ay.6), menciptakan benda-benda penerang besar (ay.7), secara khusus disebut matahari untuk siang (ay.8), bulan dan bintang-bintang untuk malam (ay.9). Semua karya penciptaan Tuhan Allah dalam alam semesta ini patut disyukuri. Itu adalah bukti kasih Tuhan yang tiada berkesudahan. Karena bagian ini menyinggung mengenai penciptaan, maka pasti merujuk pada kisah penciptaan dalam kitab Kejadian 1.
Bagian ketiga ayat 10-16: pelukisan mengenai Allah Penebus, Pembebas, Penyelamat, Allah yang masuk ke dalam sejarah Israel. Di sini disinggung mengenai tulah-tulah (Kel.7-12) yang ditimpakan atas orang Mesir. Tidak semua tulah disebut, tetapi hanya tulah pamungkas (ke sepuluh, Kel.11-12) “memukul mati anak-anak sulung Mesir” (ay.10), yang menyebabkan Firaun membiarkan Musa menuntun Israel keluar dari Mesir. Tatkala Mesir dikejutkan dengan tulah pamungkas itu, Tuhan membawa Israel keluar dari kekacauan itu (ay.11). Hal itu terjadi karena Tuhan bertindak dengan tangan kuat dan lengan perkasa (ay.12). Kisah pembebasan itu dilanjutkan dengan detail mengenai penyeberangan laut Teberau yang dahsyat itu (ay.13), dan Israel lewat di tengah belahan yang kering (ay.14). Saat Firaun mengejar, Tuhan menutup laut itu sehingga orang Mesir mati (ay.15). Setelah melewati laut Teberau, Tuhan membimbing umatNya melewati gurun (ay.16). Semuanya ini merujuk kepada kitab Keluaran. Semuanya patut disyukuri dengan pujian: kekal abadi kasih setiaNya.
Bagian keempat ayat 17-22: ini pelukisan pendudukan Tanah Terjanji, tujuan akhir perjalanan dari Mesir. Tanah itu bukan tanah kosong. Ada raja-raja besar di sana dan di sekitarnya. Tuhan mengalahkan dan membunuh raja-raja itu (ay.17-18) agar Israel bisa dengan mulus masuk Tanah Terjanji. Secara khusus disebut dua Raja: Sihon, raja Amori (ay.19), dan Og, raja Basan (ay.20). Setelah rajanya dikalahkan, tanahnya diberikan kepada Israel (ay.21-22). Lagi-lagi, semuanya itu patut disyukuri dengan gembira.
Bagian kelima ayat 23-26: ini pelukisan lanjutan mengenai Allah penyelenggara hidup manusia. Kita tergoda untuk berpikir bahwa setelah tiba di tanah terjanji, maka selesailah tugas Tuhan bagi umatNya. Tidak. Dalam ay.23 kita melihat bahwa Tuhan mengingat Israel terus-menerus. Ia tidak melupakan mereka. Tuhan membebaskan mereka terus menerus dari semua lawan (ay.24). Tuhan memberi roti terus menerus, setiap hari kepada segala makhluk (ay.25). Perhatikan, bahwa pada ketiga ayat ini saya tambahkan keterangan “terus menerus” dan “setiap hari”, yang tidak ada dalam teks, tetapi itulah yang dimaksudkan pemazmur: Tuhan tidak pernah berhenti memperhatikan semua makhluk hidup termasuk manusia. Maka, sebagaimana di awal dimulai dengan ajakan bersyukur, di bagian akhir mazmur ini ditutup dengan ajakan untuk bersyukur atas besarnya kasih setia Tuhan yang tiada berkesudahan.
Penulis: Dosen teologi biblika, Fakultas Filsafat UNPAR
Kopo, Januari 2017.
Mazmur ini melambungkan rasa syukur, senang, aman, dan nyaman yang dialami manusia karena pelbagai karya penyelenggaraan, pembebasan, penyelamatan, dan penyertaan Tuhan. Hal ini terjadi setelah pemazmur melakukan kilas balik atas sejarah. Dari hasil kilas balik itu pemazmur menyadari bahwa Tuhan selalu bertindak dalam pelbagai momen kehidupan Israel. Momen itulah yang disyukuri dengan bahagia. Rasa syukur, bahagia, senang itu ditampakkan dalam sebuah refrein yang berulang sepanjang 26 ayat. Refrein itu berbunyi: “Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.” Terjemahan yang lebih luwes (Brevir) berbunyi sbb: “Kekal abadi kasih setianya.”
Saya membagi mazmur ini dalam beberapa bagian. Bagian pertama ayat 1-3: ini adalah ajakan awal kepada pendengar atau pembacanya. Ia memulai mazmur ini dengan ajakan untuk bersyukur kepada Tuhan, karena Ia baik. Kebaikan Tuhan tampak dalam kasih setia-Nya yang tiada berkesudahan (ay.1). Ajakan awal ini muncul lagi di akhir, ay 26. Jadi, ini adalah ucapan syukur yang tiada henti kepada Tuhan Allah yang dialami Israel sebagai Tuhan yang melampaui segala dewa (allah dan tuhan huruf kecil, ay.2,3). Fakta bahwa Tuhan itu melampaui semua dewa, patut disyukuri, sebab tindakan Tuhan melampaui semua dewa. Ia mahaperkasa, mahakasih, maharahim.
Bagian kedua ayat 4-9: pelukisan mengenai Tuhan Pencipta yang menciptakan segala sesuatu. Keagungan Tuhan tampak dalam penciptaanNya atas semesta alam. Karya itu adalah keajaiban-keajaiban besar yang dilakukan Tuhan (ay.4). Keajaiban itu didaftarkan di sini: menjadikan langit dengan bijaksana (ay.5), menciptakan bumi (seperti piring yang diletakkan di atas air; ay.6), menciptakan benda-benda penerang besar (ay.7), secara khusus disebut matahari untuk siang (ay.8), bulan dan bintang-bintang untuk malam (ay.9). Semua karya penciptaan Tuhan Allah dalam alam semesta ini patut disyukuri. Itu adalah bukti kasih Tuhan yang tiada berkesudahan. Karena bagian ini menyinggung mengenai penciptaan, maka pasti merujuk pada kisah penciptaan dalam kitab Kejadian 1.
Bagian ketiga ayat 10-16: pelukisan mengenai Allah Penebus, Pembebas, Penyelamat, Allah yang masuk ke dalam sejarah Israel. Di sini disinggung mengenai tulah-tulah (Kel.7-12) yang ditimpakan atas orang Mesir. Tidak semua tulah disebut, tetapi hanya tulah pamungkas (ke sepuluh, Kel.11-12) “memukul mati anak-anak sulung Mesir” (ay.10), yang menyebabkan Firaun membiarkan Musa menuntun Israel keluar dari Mesir. Tatkala Mesir dikejutkan dengan tulah pamungkas itu, Tuhan membawa Israel keluar dari kekacauan itu (ay.11). Hal itu terjadi karena Tuhan bertindak dengan tangan kuat dan lengan perkasa (ay.12). Kisah pembebasan itu dilanjutkan dengan detail mengenai penyeberangan laut Teberau yang dahsyat itu (ay.13), dan Israel lewat di tengah belahan yang kering (ay.14). Saat Firaun mengejar, Tuhan menutup laut itu sehingga orang Mesir mati (ay.15). Setelah melewati laut Teberau, Tuhan membimbing umatNya melewati gurun (ay.16). Semuanya ini merujuk kepada kitab Keluaran. Semuanya patut disyukuri dengan pujian: kekal abadi kasih setiaNya.
Bagian keempat ayat 17-22: ini pelukisan pendudukan Tanah Terjanji, tujuan akhir perjalanan dari Mesir. Tanah itu bukan tanah kosong. Ada raja-raja besar di sana dan di sekitarnya. Tuhan mengalahkan dan membunuh raja-raja itu (ay.17-18) agar Israel bisa dengan mulus masuk Tanah Terjanji. Secara khusus disebut dua Raja: Sihon, raja Amori (ay.19), dan Og, raja Basan (ay.20). Setelah rajanya dikalahkan, tanahnya diberikan kepada Israel (ay.21-22). Lagi-lagi, semuanya itu patut disyukuri dengan gembira.
Bagian kelima ayat 23-26: ini pelukisan lanjutan mengenai Allah penyelenggara hidup manusia. Kita tergoda untuk berpikir bahwa setelah tiba di tanah terjanji, maka selesailah tugas Tuhan bagi umatNya. Tidak. Dalam ay.23 kita melihat bahwa Tuhan mengingat Israel terus-menerus. Ia tidak melupakan mereka. Tuhan membebaskan mereka terus menerus dari semua lawan (ay.24). Tuhan memberi roti terus menerus, setiap hari kepada segala makhluk (ay.25). Perhatikan, bahwa pada ketiga ayat ini saya tambahkan keterangan “terus menerus” dan “setiap hari”, yang tidak ada dalam teks, tetapi itulah yang dimaksudkan pemazmur: Tuhan tidak pernah berhenti memperhatikan semua makhluk hidup termasuk manusia. Maka, sebagaimana di awal dimulai dengan ajakan bersyukur, di bagian akhir mazmur ini ditutup dengan ajakan untuk bersyukur atas besarnya kasih setia Tuhan yang tiada berkesudahan.
Penulis: Dosen teologi biblika, Fakultas Filsafat UNPAR
Kopo, Januari 2017.
Thursday, March 2, 2017
MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 135
Oleh: Fransiskus Borgias M.
Mazmur ini terdiri atas 21 ayat. Judulnya dalam Alkitab kita ialah “Hanya TUHAN yang patut dipuji”. Untuk memahaminya dengan baik dan mudah, saya membagi mazmur ini ke dalam lima unit pendek. Pertama, ayat 1-7; kedua, ay.8-12; ketiga, ay.13-14; keempat, ay.15-18; kelima, ay.19-21.
Saya mulai dengan penggal pertama (ay.1-7). Mazmur ini dimulai dengan ajakan untuk memuji Tuhan. Ajakan itu diserukan kepada para Hamba Tuhan (ay.1), juga kepada orang yang datang memberi pelayanan di Rumah Tuhan (ay.2). Mulai di ay.3-7 diberikan beberapa alasan untuk pujian itu. Alasan yang ada di sini terkait dengan sifat Allah sendiri dan misteri karya penciptaan. Dikatakan di sana bahwa Allah itu baik dan Ia memiliki nama yang indah (ay.3). Allah itu mahabesar (ay.5). Secara khusus disinggung pilihan atas Israel sebagai milik Tuhan (ay.4). Tuhan berjaya dalam alam ciptaan (ay.6-7). Ia mengatur dan menyelenggarakan alam semesta ini.
Dalam penggal kedua (ay.8-12) mazmur ini menyinggung penyertaan Tuhan dalam hidup Israel. Secara khusus di sini disinggung sejarah Keluaran, di mana Tuhan melakukan banyak intervensi dalam hidup Israel. Disebutkan bagaimana Tuhan melakukan beberapa tindakan perkasa di Mesir sehingga Mesir akhirnya mengijinkan orang Israel meninggalkan negeri itu (ay.8-9). Tidak hanya itu. Tindakan Tuhan menyertai dan melindungi Israel berlanjut terus. Misalnya di akhir perjalanan, disinggung tentang tindakan Tuhan yang mengalahkan banyak bangsa dan raja yang kuat (ay.10-11), dengan menyebut beberapa nama (Sihon, raja orang Amori, dan Og, raja negeri Basan). Setelah penguasanya dikalahkan, tanahnya diambil dan diserahkan kepada Israel (ay.12).
Atas semua karya tersebut, dalam penggal ketiga (ay.13-14), Israel mengingatkan dirinya sendiri mengenai Nama Tuhan. Nama itu kekal dan abadi karena terus diingat dari angkatan ke angkatan. Israel ingat akan Tuhan karena Tuhan sudah berbuat adil kepada umat-Nya dan menyayangi mereka, hamba-Nya.
Pengalaman akan penyelenggaraan Tuhan itu, dalam penggal keempat (ay.15-18), dipertentangkan dengan eksistensi berhala yang disembah para bangsa. Berbeda dengan Yahweh, berhala para bangsa bukan siapa-siapa. Mereka bukan tandingan Yahweh yang perkasa. Berhala itu hanya patung buatan tangan manusia. Terbuat dari emas dan perak dan tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka tidak hidup, sebab beberapa indra yang disebut di sana tidak berfungsi (mata, mulut, telinga). Tidak ada nafas kehidupan di dalam mereka. Jadi, mereka benda mati. Ini adalah serangan kepada berhala para bangsa. Sebagaimana sembahannya yang “mati” tersebut, begitulah nasib orang yang menyembahnya (ay.18).
Sadar akan hal itu, maka dalam penggal kelima (ay.19-21), orang Israel diberitahu agar tidak meninggalkan Tuhan Allah mereka, misalnya dengan tergoda untuk menyembah alah lain yaitu berhala para bangsa tadi. Beberapa suku disebut sebagai perwakilan seluruh Israel: kaum Israel, kaum Harun, kaum Lewi. Singkatnya, semua orang yang “takut akan Tuhan” hendaknya memuji dan memuliakan Tuhan. Jika orang Israel taat melakukan hal ini (selalu memuji Tuhan) maka Tuhan akan senantiasa terpuji di Sion, di Yerusalem, kota kediaman-Nya. Sebagaimana pada awal, mazmur ini diawali dengan seruan Halleluia, maka di bagian akhir juga ditutup dengan pekik yang sama, Halleluia.
Bandung, Februari 2017.
Penulis: Dosen teologi biblika Fakultas Filsafat UNPAR Bandung.
Mazmur ini terdiri atas 21 ayat. Judulnya dalam Alkitab kita ialah “Hanya TUHAN yang patut dipuji”. Untuk memahaminya dengan baik dan mudah, saya membagi mazmur ini ke dalam lima unit pendek. Pertama, ayat 1-7; kedua, ay.8-12; ketiga, ay.13-14; keempat, ay.15-18; kelima, ay.19-21.
Saya mulai dengan penggal pertama (ay.1-7). Mazmur ini dimulai dengan ajakan untuk memuji Tuhan. Ajakan itu diserukan kepada para Hamba Tuhan (ay.1), juga kepada orang yang datang memberi pelayanan di Rumah Tuhan (ay.2). Mulai di ay.3-7 diberikan beberapa alasan untuk pujian itu. Alasan yang ada di sini terkait dengan sifat Allah sendiri dan misteri karya penciptaan. Dikatakan di sana bahwa Allah itu baik dan Ia memiliki nama yang indah (ay.3). Allah itu mahabesar (ay.5). Secara khusus disinggung pilihan atas Israel sebagai milik Tuhan (ay.4). Tuhan berjaya dalam alam ciptaan (ay.6-7). Ia mengatur dan menyelenggarakan alam semesta ini.
Dalam penggal kedua (ay.8-12) mazmur ini menyinggung penyertaan Tuhan dalam hidup Israel. Secara khusus di sini disinggung sejarah Keluaran, di mana Tuhan melakukan banyak intervensi dalam hidup Israel. Disebutkan bagaimana Tuhan melakukan beberapa tindakan perkasa di Mesir sehingga Mesir akhirnya mengijinkan orang Israel meninggalkan negeri itu (ay.8-9). Tidak hanya itu. Tindakan Tuhan menyertai dan melindungi Israel berlanjut terus. Misalnya di akhir perjalanan, disinggung tentang tindakan Tuhan yang mengalahkan banyak bangsa dan raja yang kuat (ay.10-11), dengan menyebut beberapa nama (Sihon, raja orang Amori, dan Og, raja negeri Basan). Setelah penguasanya dikalahkan, tanahnya diambil dan diserahkan kepada Israel (ay.12).
Atas semua karya tersebut, dalam penggal ketiga (ay.13-14), Israel mengingatkan dirinya sendiri mengenai Nama Tuhan. Nama itu kekal dan abadi karena terus diingat dari angkatan ke angkatan. Israel ingat akan Tuhan karena Tuhan sudah berbuat adil kepada umat-Nya dan menyayangi mereka, hamba-Nya.
Pengalaman akan penyelenggaraan Tuhan itu, dalam penggal keempat (ay.15-18), dipertentangkan dengan eksistensi berhala yang disembah para bangsa. Berbeda dengan Yahweh, berhala para bangsa bukan siapa-siapa. Mereka bukan tandingan Yahweh yang perkasa. Berhala itu hanya patung buatan tangan manusia. Terbuat dari emas dan perak dan tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka tidak hidup, sebab beberapa indra yang disebut di sana tidak berfungsi (mata, mulut, telinga). Tidak ada nafas kehidupan di dalam mereka. Jadi, mereka benda mati. Ini adalah serangan kepada berhala para bangsa. Sebagaimana sembahannya yang “mati” tersebut, begitulah nasib orang yang menyembahnya (ay.18).
Sadar akan hal itu, maka dalam penggal kelima (ay.19-21), orang Israel diberitahu agar tidak meninggalkan Tuhan Allah mereka, misalnya dengan tergoda untuk menyembah alah lain yaitu berhala para bangsa tadi. Beberapa suku disebut sebagai perwakilan seluruh Israel: kaum Israel, kaum Harun, kaum Lewi. Singkatnya, semua orang yang “takut akan Tuhan” hendaknya memuji dan memuliakan Tuhan. Jika orang Israel taat melakukan hal ini (selalu memuji Tuhan) maka Tuhan akan senantiasa terpuji di Sion, di Yerusalem, kota kediaman-Nya. Sebagaimana pada awal, mazmur ini diawali dengan seruan Halleluia, maka di bagian akhir juga ditutup dengan pekik yang sama, Halleluia.
Bandung, Februari 2017.
Penulis: Dosen teologi biblika Fakultas Filsafat UNPAR Bandung.
Thursday, February 2, 2017
MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 134
Oleh: Fransiskus Borgias M.
Mazmur ini sangat pendek. Hanya tiga ayat. Judulnya “Puji-pujian pada waktu malam.” Itu sebabnya mazmur ini dipergunakan dalam Completorium (Minggu). Ayat 1 adalah ajakan untuk datang memuji Tuhan. Ajakan itu ditujukan kepada semua hamba Tuhan. Biasanya mereka datang di rumah Tuhan untuk memberi layanan kepada Tuhan dan kepada Jemaat yang datang ke sana. Secara khusus di sini disinggung tentang petugas yang bertugas di waktu malam. Malam, biasanya adalah saat tidur, setelah letih bekerja seharian. Malam itu identik dengan lelah, dan ngantuk. Ada godaan besar untuk melalaikan tugas-kewajiban memuji Tuhan di waktu malam. Sadar akan godaan itu pemazmur mengingatkan agar petugas (liturgi) malam tidak boleh melalaikan tugas-kewajibannya. Begitu misalnya, kalau sudah menyanggupi untuk tugas lektor, cantor, ataupun koor, maka harus datang biarpun ada godaan untuk pergi-pergi. Melayani Tuhan lebih dahulu. Tuhan diutamakan di atas kepentingan sendiri.
Dalam ayat 2 disinggung sikap doa yang dianjurkan. Para pendoa itu mengangkat tangan ke tempat kudus. “Angkat tangan” itu bukan tanda menyerah kalah. Tetapi tanda pasrah kepada Tuhan. Mereka memuji Tuhan dengan cara mengangkat tangan. Angkat tangan adalah ekspresi jasmani dari aksi mengarahkan hati kepada Tuhan di tempat kudus-Nya. Dalam Tata Perayaan Ekaristi Latin, kita mendengar pengantar Prefasi berikut ini: Sursum corda, “Habemus ad Dominum” (arti: “arahkan hati ke atas, kepada Tuhan).” (Marilah mengarahkan hati kepada Tuhan. Sudah kami arahkan). Kita berharap agar Tuhan sudi menerima dan menyatukan kita di dalam kasih-Nya. Kalau kita sudah mengangkat tangan kita sebagai ekspresi angkat hati, maka kita mempunyai dasar dan alasan untuk berharap bahwa Tuhan akan memberkati kita dari tempat-Nya yang kudus di Sion.
Tuhan adalah penyelenggara hidup, Tuhan yang sama, pencipta langit dan bumi (ay.3), Tuhan itulah yang kita percayai dalam Credo yang kita ucapkan setiap Minggu: Aku percaya akan Allah yang mahakuasa, pencipta langit dan bumi. Jadi, datangnya malam jangan menimbulkan kelalaian karena malas sehingga kita abaikan doa. Mazmur ini mengingatkan kita akan hal itu. Sebelum tidur malam, angkatlah tangan dan hati kepada Tuhan untuk memuji dan mengucap syukur. Dengan tangan terangkat kita menyerahkan seluruh hidup kita kepada Tuhan sambil berharap agar Tuhan menjaga dan memeliharanya melewati malam agar besok pagi kita bisa bangun lagi dengan semangat baru dan segar untuk memulai lagi tugas kita dalam rangka memuji dan memuliakan Tuhan. Hidup seluruhnya menjadi pujian kepada Allah, Ad Maiorem Dei Gloriam.
Yogyakarta, Desember 2016
Penulis: Dosen teologi pada Fakultas Filsafat UNPAR Bandung.
Mazmur ini sangat pendek. Hanya tiga ayat. Judulnya “Puji-pujian pada waktu malam.” Itu sebabnya mazmur ini dipergunakan dalam Completorium (Minggu). Ayat 1 adalah ajakan untuk datang memuji Tuhan. Ajakan itu ditujukan kepada semua hamba Tuhan. Biasanya mereka datang di rumah Tuhan untuk memberi layanan kepada Tuhan dan kepada Jemaat yang datang ke sana. Secara khusus di sini disinggung tentang petugas yang bertugas di waktu malam. Malam, biasanya adalah saat tidur, setelah letih bekerja seharian. Malam itu identik dengan lelah, dan ngantuk. Ada godaan besar untuk melalaikan tugas-kewajiban memuji Tuhan di waktu malam. Sadar akan godaan itu pemazmur mengingatkan agar petugas (liturgi) malam tidak boleh melalaikan tugas-kewajibannya. Begitu misalnya, kalau sudah menyanggupi untuk tugas lektor, cantor, ataupun koor, maka harus datang biarpun ada godaan untuk pergi-pergi. Melayani Tuhan lebih dahulu. Tuhan diutamakan di atas kepentingan sendiri.
Dalam ayat 2 disinggung sikap doa yang dianjurkan. Para pendoa itu mengangkat tangan ke tempat kudus. “Angkat tangan” itu bukan tanda menyerah kalah. Tetapi tanda pasrah kepada Tuhan. Mereka memuji Tuhan dengan cara mengangkat tangan. Angkat tangan adalah ekspresi jasmani dari aksi mengarahkan hati kepada Tuhan di tempat kudus-Nya. Dalam Tata Perayaan Ekaristi Latin, kita mendengar pengantar Prefasi berikut ini: Sursum corda, “Habemus ad Dominum” (arti: “arahkan hati ke atas, kepada Tuhan).” (Marilah mengarahkan hati kepada Tuhan. Sudah kami arahkan). Kita berharap agar Tuhan sudi menerima dan menyatukan kita di dalam kasih-Nya. Kalau kita sudah mengangkat tangan kita sebagai ekspresi angkat hati, maka kita mempunyai dasar dan alasan untuk berharap bahwa Tuhan akan memberkati kita dari tempat-Nya yang kudus di Sion.
Tuhan adalah penyelenggara hidup, Tuhan yang sama, pencipta langit dan bumi (ay.3), Tuhan itulah yang kita percayai dalam Credo yang kita ucapkan setiap Minggu: Aku percaya akan Allah yang mahakuasa, pencipta langit dan bumi. Jadi, datangnya malam jangan menimbulkan kelalaian karena malas sehingga kita abaikan doa. Mazmur ini mengingatkan kita akan hal itu. Sebelum tidur malam, angkatlah tangan dan hati kepada Tuhan untuk memuji dan mengucap syukur. Dengan tangan terangkat kita menyerahkan seluruh hidup kita kepada Tuhan sambil berharap agar Tuhan menjaga dan memeliharanya melewati malam agar besok pagi kita bisa bangun lagi dengan semangat baru dan segar untuk memulai lagi tugas kita dalam rangka memuji dan memuliakan Tuhan. Hidup seluruhnya menjadi pujian kepada Allah, Ad Maiorem Dei Gloriam.
Yogyakarta, Desember 2016
Penulis: Dosen teologi pada Fakultas Filsafat UNPAR Bandung.
Monday, January 2, 2017
MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 133
Oleh: Fransiskus Borgias M.
Mazmur 133 ini sangat pendek. Hanya terdiri atas beberapa ayat saja. Mazmur ini masih termasuk dalam kelompok nyanyian ziarah. Menilik isinya, maka ini adalah mazmur tentang persaudaraan. Dalam mamzur ini si pemazmur mengimpikan hidup rukun bagai saudara dan sebagai saudara.
Mengapa dan dalam situasi seperti apa ia mengimpikan hidup bersaudara itu? Tidak mudah menjawab pertanyaan itu. Karena mazmur ini adalah nyanyian ziarah (dipakai untuk mengiringi perjalanan ziarah ke Yerusalem), patut diduga bahwa ia mengimpikan persaudaraan itu sebagai “persaudaraan rohani” (spiritual brother and sisterhood) yang terbangun dalam dan selama perjalanan ziarah ke tempat suci, Sion di Yerusalem.
Dalam ziarah itu orang bersatu dalam sebuah rasa, sebuah angan untuk segera tiba di kota impian, Yerusalem. Peziarah itu datang dari pelbagai penjuru termasuk Libanon. Itu sebabnya ia memakai embun gunung Hermon sebagai metafora. Embun itu bening, indah, sejuk. Embun itu mengalir hingga membasahi bukit Sion. Rasa nikmat anggur dan minyak wangi juga ia pakai sebagai metafora persaudaraan. Ini adalah gambaran kemakmuran ekonomis dan politis.
Apakah persaudaraan rohani itu saja yang ia impikan? Tidak. Ia impikan persaudaraan manusia, meminjam istilah saudara kita muslim, ukhuwah insaniah. Saudara itu konon berasal dari kata sa-wudara, yang aslinya ialah satu-perut, satu-rahim. Kita mengenal kata lain seperti sepupu, yang konon akar katanya ialah sa-pupu, satu paha, satu pangkuan. Persaudaraan jasmaniah, sawudara dan sapupu itu, oleh pemazmur diperluas menjadi persaudaraan semesta, persaudaraan universal yang tidak lagi hanya mencakup pertalian darah (blood affinity) belaka, melainkan melibatkan cita-rasa kemanusiaan (humanity) itu sendiri.
Cita-cita persaudaraan ini relevan juga saat ini di saat kita mendengar banyak ujaran kebencian (hate speech) yang merusak persaudaraan. Di hadapan maraknya ujaran kebenciaan di media sosial, ada baiknya saya ulangi lagi mazmur ini dalam Latin: “Ecce quam bonum et quam iucundum habitare fratres in unum” (Betapa baik dan indahnya jika para saudara berdiam dalam persatuan). Atau seperti refrein lagu ciptaan Dan Schutte SJ: “Oh how good, how wonderful it is, when brother and sister live as one” (Oh betapa baik dan mengagumkan ketika saudara dan saudari hidup rukun). Hidup rukun, bersatu inilah yang dicita-citakan pemazmur ini. Kiranya ia sadar bahwa hal itu tidak selalu mudah terwujud. Karena itu tiada henti-hentinya, ia menyuarakannya kembali dan terus menerus.
Penulis: Dosen Teologi Biblika FF UNPAR Bandung.
Yogyakarta, akhir November 2016
Mazmur 133 ini sangat pendek. Hanya terdiri atas beberapa ayat saja. Mazmur ini masih termasuk dalam kelompok nyanyian ziarah. Menilik isinya, maka ini adalah mazmur tentang persaudaraan. Dalam mamzur ini si pemazmur mengimpikan hidup rukun bagai saudara dan sebagai saudara.
Mengapa dan dalam situasi seperti apa ia mengimpikan hidup bersaudara itu? Tidak mudah menjawab pertanyaan itu. Karena mazmur ini adalah nyanyian ziarah (dipakai untuk mengiringi perjalanan ziarah ke Yerusalem), patut diduga bahwa ia mengimpikan persaudaraan itu sebagai “persaudaraan rohani” (spiritual brother and sisterhood) yang terbangun dalam dan selama perjalanan ziarah ke tempat suci, Sion di Yerusalem.
Dalam ziarah itu orang bersatu dalam sebuah rasa, sebuah angan untuk segera tiba di kota impian, Yerusalem. Peziarah itu datang dari pelbagai penjuru termasuk Libanon. Itu sebabnya ia memakai embun gunung Hermon sebagai metafora. Embun itu bening, indah, sejuk. Embun itu mengalir hingga membasahi bukit Sion. Rasa nikmat anggur dan minyak wangi juga ia pakai sebagai metafora persaudaraan. Ini adalah gambaran kemakmuran ekonomis dan politis.
Apakah persaudaraan rohani itu saja yang ia impikan? Tidak. Ia impikan persaudaraan manusia, meminjam istilah saudara kita muslim, ukhuwah insaniah. Saudara itu konon berasal dari kata sa-wudara, yang aslinya ialah satu-perut, satu-rahim. Kita mengenal kata lain seperti sepupu, yang konon akar katanya ialah sa-pupu, satu paha, satu pangkuan. Persaudaraan jasmaniah, sawudara dan sapupu itu, oleh pemazmur diperluas menjadi persaudaraan semesta, persaudaraan universal yang tidak lagi hanya mencakup pertalian darah (blood affinity) belaka, melainkan melibatkan cita-rasa kemanusiaan (humanity) itu sendiri.
Cita-cita persaudaraan ini relevan juga saat ini di saat kita mendengar banyak ujaran kebencian (hate speech) yang merusak persaudaraan. Di hadapan maraknya ujaran kebenciaan di media sosial, ada baiknya saya ulangi lagi mazmur ini dalam Latin: “Ecce quam bonum et quam iucundum habitare fratres in unum” (Betapa baik dan indahnya jika para saudara berdiam dalam persatuan). Atau seperti refrein lagu ciptaan Dan Schutte SJ: “Oh how good, how wonderful it is, when brother and sister live as one” (Oh betapa baik dan mengagumkan ketika saudara dan saudari hidup rukun). Hidup rukun, bersatu inilah yang dicita-citakan pemazmur ini. Kiranya ia sadar bahwa hal itu tidak selalu mudah terwujud. Karena itu tiada henti-hentinya, ia menyuarakannya kembali dan terus menerus.
Penulis: Dosen Teologi Biblika FF UNPAR Bandung.
Yogyakarta, akhir November 2016
Wednesday, November 30, 2016
MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 132
Oleh: Fransiskus Borgias M.
Ternyata ada manusia yang dipilih Tuhan, yang kepadanya Tuhan berkenan. Salah satu orang seperti itu adalah Daud. Dalam status dan martabat seperti itu ada satu tuntutan sikap atau perilaku tertentu yang harus diperlihatkan orang. Ada juga tempat yang dipilih Tuhan menjadi tempat istimewa. Salah satu tempat seperti itu adalah Sion. Tempat seperti itu juga harus menjadi tempat yang istimewa. Mazmur 132 ini berbicara tentang kedua hal tersebut.
Judul mazmur ini dalam Alkitab kita ialah “Daud dan Sion, pilihan Tuhan.” Mazmur ini termasuk cukup pendek, hanya terdiri atas 18 ayat. Mazmur ini termasuk nyanyian ziarah. Kita dapat membagi mazmur ini menjadi empat bagian: pertama ayat 1-5, kedua ayat 6-10, ketiga ayat 11-12, keempat ayat 13-18. Kita telusuri mazmur ini bagian demi bagian.
Dalam bagian pertama, pemazmur mulai dengan pelukisan tentang Daud yang bersumpah dan bernazar (ay 2) untuk membangun tempat istirahat bagi Tuhan (ay 5). Daud bernazar walaupun ia sedang menderita (ay 1). Jadi, keadaan menderita tidak menghalangi Daud untuk bernazar dan untuk mewujudkan nazar itu. Tetapi apa isi nazarnya itu? Ia bernazar untuk membangun rumah bagi Tuhan (ay 5). Sebelum hal itu terwujud Daud rela melakukan tiga hal: tidak akan masuk ke dalam kemahnya, tidak akan berbaring di ranjangnya (ay 3), dan yang terakhir tidak akan tidur (ay 4). Jadi, mazmur ini ditulis sebelum ada Bait Allah di Yerusalem. Walau kemah suci sudah ada, tetapi masih bersifat sementara. Ia mau mendirikan sesuatu yang permanen.
Dalam ayat 6-8, dilukiskan lebih rinci tentang cita-cita itu. Orang mendengar gema rencana dan keinginan itu di Efrata, daerah asal Daud. Bahkan kemah suci itu sudah ada di padang (ay 6). Tetapi orang mengimpikan sesuatu yang permanen. Di tempat permanen yang diimpikan itu, orang ingin datang sujud di tumpuan kaki Tuhan, yaitu tabut perjanjian. Diharapkan Tuhan sudi datang dan tinggal di tempat kediaman permanen itu, yang juga disebut tempat perhentinan, sebab sampai sekarang Tuhan selalu dalam perjalanan bersama umat yang juga sedang berjalan (ay 7). Kalau tempat permanen itu sudah terwujud maka para imam bisa melakukan tugas mereka dengan meriah dan dengan sepatutnya (ay 8). Orang sungguh berharap agar impian itu bisa terwujud, dan dasarnya ialah Daud. Tuhan diharapkan tidak menolak keinginan Daud itu (ay 10).
Lalu bagian ketiga, ay 11-12. Di sini dilukiskan tanggapan Tuhan terhadap keinginan dan cita-cita itu. Tuhan telah bersumpah bahwa Ia tidak lupa akan Daud (ay 11). Tuhan berjanji bahwa anak kandung Daud akan menjadi penggantinya di atas tahtanya. Tetapi hal itu bukan tanpa syarat. Ada syaratnya juga, yaitu anak-anak itu harus berpegang teguh pada janji dan aturan Tuhan. Tuhan menuntut iman dan kesetiaan dan kasih setia dari manusia (ay 12). Jika syarat itu terpenuhi maka tahta akan langgeng. Begitu juga sebaliknya.
Akhirnya, keempat, ia berbicara tentang Sion. Tuhan memilih Sion menjadi kediamanNya (ay 13-14). Sebagai tempat pilihan Tuhan maka Sion akan makmur, tidak lapar, ada roti. Tidak ada orang miskin dan terlantar. Sebuah kemakmuran ekonomi yang indah dan nikmat (ay 15). Tidak hanya makmur ekonomi tetapi juga makmur rohani, makmur ritual (ay 16) dengan cara imam diberi shalom, orang saleh bisa bergirang (ay 16). Di Sion itulah Tuhan membangkitkan kuasa Daud. Daud menjadi raja perkasa. Tidak hanya kuat secara militer tetapi juga secara rohani sebab Tuhan memberi terang bagi dia (ay 17). Jika hal terjadi maka para musuh akan kalah dan malu (ay 18). Sementara Daud akan tetap meraja dan Sion menjadi kota tahtanya. Tuhan tidak akan meninggalkan dia.
Yogya, Akhir Oktober 2016.
Penulis: dosen teologi biblika Fakultas Filsafat UNPAR Bandung.
Ternyata ada manusia yang dipilih Tuhan, yang kepadanya Tuhan berkenan. Salah satu orang seperti itu adalah Daud. Dalam status dan martabat seperti itu ada satu tuntutan sikap atau perilaku tertentu yang harus diperlihatkan orang. Ada juga tempat yang dipilih Tuhan menjadi tempat istimewa. Salah satu tempat seperti itu adalah Sion. Tempat seperti itu juga harus menjadi tempat yang istimewa. Mazmur 132 ini berbicara tentang kedua hal tersebut.
Judul mazmur ini dalam Alkitab kita ialah “Daud dan Sion, pilihan Tuhan.” Mazmur ini termasuk cukup pendek, hanya terdiri atas 18 ayat. Mazmur ini termasuk nyanyian ziarah. Kita dapat membagi mazmur ini menjadi empat bagian: pertama ayat 1-5, kedua ayat 6-10, ketiga ayat 11-12, keempat ayat 13-18. Kita telusuri mazmur ini bagian demi bagian.
Dalam bagian pertama, pemazmur mulai dengan pelukisan tentang Daud yang bersumpah dan bernazar (ay 2) untuk membangun tempat istirahat bagi Tuhan (ay 5). Daud bernazar walaupun ia sedang menderita (ay 1). Jadi, keadaan menderita tidak menghalangi Daud untuk bernazar dan untuk mewujudkan nazar itu. Tetapi apa isi nazarnya itu? Ia bernazar untuk membangun rumah bagi Tuhan (ay 5). Sebelum hal itu terwujud Daud rela melakukan tiga hal: tidak akan masuk ke dalam kemahnya, tidak akan berbaring di ranjangnya (ay 3), dan yang terakhir tidak akan tidur (ay 4). Jadi, mazmur ini ditulis sebelum ada Bait Allah di Yerusalem. Walau kemah suci sudah ada, tetapi masih bersifat sementara. Ia mau mendirikan sesuatu yang permanen.
Dalam ayat 6-8, dilukiskan lebih rinci tentang cita-cita itu. Orang mendengar gema rencana dan keinginan itu di Efrata, daerah asal Daud. Bahkan kemah suci itu sudah ada di padang (ay 6). Tetapi orang mengimpikan sesuatu yang permanen. Di tempat permanen yang diimpikan itu, orang ingin datang sujud di tumpuan kaki Tuhan, yaitu tabut perjanjian. Diharapkan Tuhan sudi datang dan tinggal di tempat kediaman permanen itu, yang juga disebut tempat perhentinan, sebab sampai sekarang Tuhan selalu dalam perjalanan bersama umat yang juga sedang berjalan (ay 7). Kalau tempat permanen itu sudah terwujud maka para imam bisa melakukan tugas mereka dengan meriah dan dengan sepatutnya (ay 8). Orang sungguh berharap agar impian itu bisa terwujud, dan dasarnya ialah Daud. Tuhan diharapkan tidak menolak keinginan Daud itu (ay 10).
Lalu bagian ketiga, ay 11-12. Di sini dilukiskan tanggapan Tuhan terhadap keinginan dan cita-cita itu. Tuhan telah bersumpah bahwa Ia tidak lupa akan Daud (ay 11). Tuhan berjanji bahwa anak kandung Daud akan menjadi penggantinya di atas tahtanya. Tetapi hal itu bukan tanpa syarat. Ada syaratnya juga, yaitu anak-anak itu harus berpegang teguh pada janji dan aturan Tuhan. Tuhan menuntut iman dan kesetiaan dan kasih setia dari manusia (ay 12). Jika syarat itu terpenuhi maka tahta akan langgeng. Begitu juga sebaliknya.
Akhirnya, keempat, ia berbicara tentang Sion. Tuhan memilih Sion menjadi kediamanNya (ay 13-14). Sebagai tempat pilihan Tuhan maka Sion akan makmur, tidak lapar, ada roti. Tidak ada orang miskin dan terlantar. Sebuah kemakmuran ekonomi yang indah dan nikmat (ay 15). Tidak hanya makmur ekonomi tetapi juga makmur rohani, makmur ritual (ay 16) dengan cara imam diberi shalom, orang saleh bisa bergirang (ay 16). Di Sion itulah Tuhan membangkitkan kuasa Daud. Daud menjadi raja perkasa. Tidak hanya kuat secara militer tetapi juga secara rohani sebab Tuhan memberi terang bagi dia (ay 17). Jika hal terjadi maka para musuh akan kalah dan malu (ay 18). Sementara Daud akan tetap meraja dan Sion menjadi kota tahtanya. Tuhan tidak akan meninggalkan dia.
Yogya, Akhir Oktober 2016.
Penulis: dosen teologi biblika Fakultas Filsafat UNPAR Bandung.
Saturday, November 5, 2016
MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 131
Oleh: Fransiskus Borgias M.
Judul mazmur ini dalam Alkitab kita “Menyerah kepada TUHAN”. Ini termasuk Nyanyian Ziarah Daud, sebagaimana ditulis di sana. Mazmur ini sangat singkat. Hanya tiga ayat. Karena itu, saya akan melihatnya sebagai satu kesatuan saja tanpa perlu dibagi ke dalam beberapa unit yang lebih kecil.
Dalam mazmur ini pemazmur mulai dengan sebuah pernyataan (deklarasi) hati di hadapan Tuhan, bahwa dirinya tidak tinggi hati. Ia juga tidak memandang dengan angkuh. Dengan kata lain, ia menegaskan bahwa dirinya adalah orang yang rendah hati (bukan rendah diri). Untuk semakin menegaskan hal itu, ia lebih lanjut mengatakan bahwa dalam hidupnya ia tidak mengejar, mencoba meraih, mengupayakan hal-hal yang terlalu besar. Ia secara realistik mengusahakan hal-hal yang kecil, yang sesuai dengan kemampuannya yang riil. Ia juga mengatakan bahwa ia tidak mencari-cari hal-hal yang sangat ajaib. Dalam ayat pertama ini, pemazmur menegaskan kerendahan hatinya dengan menegaskan empat hal ini: tidak tinggi hati, tidak bermata angkuh, tidak mengejar hal yang terlalu besar, tidak mengejar hal-hal yang terlalu ajaib. Ia hanya orang yang biasa-biasa saja.
Sikap rendah hati adalah kebajikan moral. Karena itu, ia harus diperjuangkan. Agar bisa bersikap rendah hati, orang harus berjuang, harus melatih diri terus menerus. Ia tidak datang begitu saja, melainkan terlebih merupakan hasil proses, hasil perjuangan yang tidak selalu serba gampang. Hal itulah yang ia ungkapkan dalam ayat kedua. Mungkin pada awalnya jiwanya, dalam gelora usia muda, mendambakan hal-hal yang besar-besar, yang muluk-muluk, bahkan yang sangat ajaib. Kiranya hal itu biasa saja dalam hidup seorang manusia. Jiwanya melonjak-lonjak mencari dan mengupayakan hal-hal itu. Jiwanya tidak dapat tenang. Mungkin hal itu tidak mendatangkan ketenangan, kebahagiaan baginya. Maka ia berusaha menenangkan jiwanya. Rupanya ia berhasil. Sekarang, setelah berhasil, ia melaporkan keberhasilan itu kepada Allah. Keberhasilan itu diibaratkan dengan seorang anak yang disapih. Tidak selalu mudah menenangkan anak yang disapih, dijauhkan dari susu ibunya. Tetapi setelah latihan dan pendidikan yang berlangsung beberapa waktu lamanya, anak sapihan itu bisa juga ditenangkan dan menjadi tenang, dan ia pun dapat tidur dengan nyenyak di sisi ibunya. Keadaan anak sapihan yang bisa tidur dengan tenang itulah dipakai pemazmur untuk melukiskan ketenangan jiwanya.
Akhirnya, dalam ayat ketiga, pemazmur menegaskan sebuah seruan untuk hanya berharap kepada Allah. Saya tergelitik untuk bertanya: mengapa ia menutup mazmur ini dengan seruan harapan itu? Mungkin hal itu ada kaitannya dengan gelora jiwa tadi. Jiwa manusia, mungkin menginginkan dan mendambakan sangat banyak hal dalam hidup ini. Untuk itu, manusia berusaha sedapat mungkin agar dapat mewujudkan semua keinginan itu. Boleh jadi, orang sangat mengandalkan usahanya, sampai lupa berharap dan percaya pada Allah. Kiranya itu sebabnya pemazmur mengakhiri mazmur ini dengan seruan harapan. Dengan ini, kita bisa memahami mengapa mazmur ini diberi judul seperti di atas.
Bandung, Awal September 2016
Penulis: dosen teologi biblika FF-UNPAR Bandung.
Judul mazmur ini dalam Alkitab kita “Menyerah kepada TUHAN”. Ini termasuk Nyanyian Ziarah Daud, sebagaimana ditulis di sana. Mazmur ini sangat singkat. Hanya tiga ayat. Karena itu, saya akan melihatnya sebagai satu kesatuan saja tanpa perlu dibagi ke dalam beberapa unit yang lebih kecil.
Dalam mazmur ini pemazmur mulai dengan sebuah pernyataan (deklarasi) hati di hadapan Tuhan, bahwa dirinya tidak tinggi hati. Ia juga tidak memandang dengan angkuh. Dengan kata lain, ia menegaskan bahwa dirinya adalah orang yang rendah hati (bukan rendah diri). Untuk semakin menegaskan hal itu, ia lebih lanjut mengatakan bahwa dalam hidupnya ia tidak mengejar, mencoba meraih, mengupayakan hal-hal yang terlalu besar. Ia secara realistik mengusahakan hal-hal yang kecil, yang sesuai dengan kemampuannya yang riil. Ia juga mengatakan bahwa ia tidak mencari-cari hal-hal yang sangat ajaib. Dalam ayat pertama ini, pemazmur menegaskan kerendahan hatinya dengan menegaskan empat hal ini: tidak tinggi hati, tidak bermata angkuh, tidak mengejar hal yang terlalu besar, tidak mengejar hal-hal yang terlalu ajaib. Ia hanya orang yang biasa-biasa saja.
Sikap rendah hati adalah kebajikan moral. Karena itu, ia harus diperjuangkan. Agar bisa bersikap rendah hati, orang harus berjuang, harus melatih diri terus menerus. Ia tidak datang begitu saja, melainkan terlebih merupakan hasil proses, hasil perjuangan yang tidak selalu serba gampang. Hal itulah yang ia ungkapkan dalam ayat kedua. Mungkin pada awalnya jiwanya, dalam gelora usia muda, mendambakan hal-hal yang besar-besar, yang muluk-muluk, bahkan yang sangat ajaib. Kiranya hal itu biasa saja dalam hidup seorang manusia. Jiwanya melonjak-lonjak mencari dan mengupayakan hal-hal itu. Jiwanya tidak dapat tenang. Mungkin hal itu tidak mendatangkan ketenangan, kebahagiaan baginya. Maka ia berusaha menenangkan jiwanya. Rupanya ia berhasil. Sekarang, setelah berhasil, ia melaporkan keberhasilan itu kepada Allah. Keberhasilan itu diibaratkan dengan seorang anak yang disapih. Tidak selalu mudah menenangkan anak yang disapih, dijauhkan dari susu ibunya. Tetapi setelah latihan dan pendidikan yang berlangsung beberapa waktu lamanya, anak sapihan itu bisa juga ditenangkan dan menjadi tenang, dan ia pun dapat tidur dengan nyenyak di sisi ibunya. Keadaan anak sapihan yang bisa tidur dengan tenang itulah dipakai pemazmur untuk melukiskan ketenangan jiwanya.
Akhirnya, dalam ayat ketiga, pemazmur menegaskan sebuah seruan untuk hanya berharap kepada Allah. Saya tergelitik untuk bertanya: mengapa ia menutup mazmur ini dengan seruan harapan itu? Mungkin hal itu ada kaitannya dengan gelora jiwa tadi. Jiwa manusia, mungkin menginginkan dan mendambakan sangat banyak hal dalam hidup ini. Untuk itu, manusia berusaha sedapat mungkin agar dapat mewujudkan semua keinginan itu. Boleh jadi, orang sangat mengandalkan usahanya, sampai lupa berharap dan percaya pada Allah. Kiranya itu sebabnya pemazmur mengakhiri mazmur ini dengan seruan harapan. Dengan ini, kita bisa memahami mengapa mazmur ini diberi judul seperti di atas.
Bandung, Awal September 2016
Penulis: dosen teologi biblika FF-UNPAR Bandung.
Subscribe to:
Posts (Atom)
PEDENG JEREK WAE SUSU
Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari Puncak perayaan penti adala...
-
Oleh: Fransiskus Borgias M., (EFBE@fransisbm) Mazmur ini termasuk cukup panjang, yaitu terdiri atas 22 ayat, mengikuti 22 abjad Ib...
-
Oleh: Fransiskus Borgias M. Judul Mazmur ini dalam Alkitab ialah Doa mohon Israel dipulihkan. Judul itu mengandaikan bahwa keadaan Israe...
-
Oleh: Fransiskus Borgias M. Sebagai manusia yang beriman (percaya), kiranya kita semua sungguh-sungguh yakin dan percaya bahwa Tuhan itu...