Tuesday, October 31, 2017

MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 143

Oleh: Fransiskus Borgias M.


Dalam hidup ini kita mempunyai banyak kebutuhan. Kebutuhan jasmani, dan rohani. Kebutuhan fisis dan psikis. Dalam mazmur ini disebutkan dua kebutuhan hidup yaitu pertolongan dan pengajaran. Menurut pemazmur kedua kebutuhan ini penting sehingga kita harus memintanya kepada Tuhan lewat doa: “Doa meminta pertolongan dan pengajaran”. Itulah judul mazmur pendek ini (12 ayat). Untuk memahami dan menikmatinya, saya membagi mazmur ini menjadi tiga bagian. Pertama, ayat 1-4. Kedua, ayat 5-8. Ketiga, ayat 9-12. Saya membahas mazmur ini berdasarkan pembagian tersebut.

Pemazmur mengawali mazmur ini (Bgn I) dengan permohonan kepada Tuhan agar Ia sudi mendengarkan/memperhatikan doa dan permohonannya. Itulah arti ungkapan “berilah telinga.” Tidak hanya mendengarkan dan memperhatikan saja, melainkan diharapkan bahwa Tuhan mengabulkan doa tersebut demi dua sifat Tuhan, yaitu kesetiaan dan keadilanNya (ay 1). Pemazmur yakin bahwa atas dasar kedua sifat tersebut Tuhan pasti menjawab doanya. Pemazmur meminta agar Tuhan tidak menghakimi dirinya dengan menggelar perkara dengannya, sebab ia yakin bahwa dirinya bukan mitra seimbang di meja pengadilan. Sebagai manusia, pemazmur merasa bahwa ia tidak bisa membenarkan diri di hadapan Allah. Tidak hanya pemazmur saja, bahkan seluruh manusia tidak dapat membenarkan dan membela diri di hadapan Allah (ay 2). Pemazmur mendesak Tuhan agar mengabulkan doa dan permohonannya karena ia merasa bahwa dirinya dikejar musuh yang ingin menghancurkan hidupnya (“mencampakkan nyawa ke tanah”). Musuh ingin membunuh pemazmur (“menempatkan aku di dalam gelap”; kegelapan adalah lambang dunia orang mati. Terang adalah lambang kehidupan, keselamatan kekal) (ay 3). Ini yang menyebabkan pemazmur merasa lemah dan tertegun seakan-akan tidak ada perspektif pengharapan (ay 4).

Dalam kondisi cemas dan lesu seperti itu pemazmur seakan-akan dilanda gelombang nostalgia, di mana ia teringat akan masa silam. Itulah Bagian II. Di masa silam ia terkenang akan semua hal yang dulu dilakukan Tuhan bagi umat-Nya (ay 5). Saat ia teringat akan apa yang dilakukan dan dikerjakan Tuhan, maka pemazmur pun merasa mempunyai landasan untuk berharap bahwa kini pun Tuhan masih akan bertindak sebagaimana Dia dulu sudah perbuat. Atas dasar harapan itulah maka dalam ayat 6 pemazmur menadahkan tangan kepada Tuhan. Itu bisa berarti dua: 1). Sebagai tanda memohon dan menyembah. 2). Bisa juga sebagai tanda siap menerima anugerah Allah. Atas dasar tinjauan kilas balik ke masa silam, pemazmur yakin bahwa Tuhan mengabulkan permohonannya. Saat memikirkan masa silam itulah, pemazmur merasa rindu akan Tuhan dan segala karyaNya. Ia ibaratkan kerinduan itu dengan tanah kering yang merindukan air (ay 6).

Dengan keyakinan dasar itu, pemazmur seakan-akan mendesak Allah agar Ia menjawab doa permohonannya segera, tanpa menunda. Ia merasa bahwa semangatnya sudah habis. Ia akan merasa lelah kalau Tuhan masih menunda menjawab doanya. Jadi, pemazmur mengungkapkan harapannya (ay 7a). Pemazmur berharap agar Tuhan tidak membuang muka dari padanya, sebab hal itu berarti jauh dari Tuhan, dan itu sama dengan kematian (ay 7b). Pemazmur meminta kepada Tuhan agar Ia “memperdengarkan” kasih-setia-Nya di waktu pagi. Alasannya ialah karena ia percaya akan Tuhan. Menarik bahwa pemazmur memakai kata “perdengarkan” dan bukan “perlihatkan”. Mungkin ia membayangkan kasih-setia Tuhan itu sebagai sebuah titah atau bahkan lagu yang bisa didengarkan (ay 8a). Pemazmur juga meminta agar Tuhan menunjukkan jalan yang harus ia lalui sebab pemazmur sedang melakukan perjalanan ziarah kepada Tuhan dan hanya Tuhan sendiri yang tahu jalan kepada diri-Nya (ay 8b).

Akhirnya saya bahas Bagian III. Dalam ayat 9 pemazmur meminta agar Tuhan meluputkan dirinya dari musuh sebab hanya Tuhan tempat perlindungannya (ay 9). Pemazmur juga meminta kepada Tuhan agar Ia mengajarkan kehendak-Nya kepadanya supaya ia bisa melakukan kehendak Tuhan (ay 10a). Pemazmur juga meminta agar Roh Tuhan menjadi penuntun hidupnya dalam mengarungi kehidupan di dunia ini (ay 10b). Ia juga meminta agar Tuhan sudi memberi dia kehidupan dan pembebasan dari kungkungan musuh yang membuat dia merasa terjepit. Pemazmur meminta hal ini demi keadilan Tuhan (ay 11). Setelah serangkaian permohonan untuk dirinya, di penghujung mazmur ini ia meminta Tuhan agar membinasakan musuhnya, melenyapkan orang yang mendatangkan kesesakan atas hidupnya. Ia berani memohonkan hal ini demi kasih-setia (hesed) Tuhan, dan karena ia yakin bahwa dirinya hamba Tuhan.


Abepura, Akhir Juli 2017
Penulis: Dosen Kitab Suci FF-UNPAR, Bandung.


No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...