Showing posts with label sari firman minggu dan hari raya 2008. Show all posts
Showing posts with label sari firman minggu dan hari raya 2008. Show all posts

Tuesday, October 14, 2008

EUCHARISTIA

Oleh: Fransiskus Borgias M (EFBE@fransisbm)

Minggu 14 Desember 2008
: Bac: Yes.61:1-2a,10-11; 1Tes.5:16-24; Yoh.1:6-8,19-28. Yesaya menyampaikan kepada kita kabar selamat kepada Sion. Ia juga melukiskan bagaimana Roh Tuhan mengutus Yesaya untuk memberitakan kabar baik, pembebasan orang tawanan. Kabar baik pembebasan itulah yang mendatangkan sukacita. Sukacita itu mendatangkan daya dan hidup baru. Sukacita itulah yang terus digemakan dalam Bacaan kedua, sebab di sana kita dinasihati agar bersukacita senantiasa. Tidak itu saja, melainkan harus disertai doa, ditambah dengan eucharistia, ucapan syukur. Mungkin sebaiknya didaftarkan saja nasihat-nasihat yang baik ini dari Timotius: Kita hendaknya jangan memadamkan Roh, jangan menyepelekan nubuat, menguji segala sesuatu, dan setelah diuji, ambillah yang baik. Kita harus menjauhkan diri dari yang jahat. Kalau kita sudah melakukan semuanya itu semoga kasih karunia Allah berkenan menaungi kita. Kalau kita sudah melakukan semuanya itu, kiranya kita siap menyongsong kedatangan Tuhan yang dalam injil Yohanes ini diwartakan dengan lantang oleh Yohanes. Apa pelajaran yang dapat kita petik? Tentu ada banyak. Seluruh bacaan kedua adalah nasihat yang baik. Memang 1-2 Timotius adalah kitab moral gereja perdana. Ada banyak nasihat moral yang agung dan luhur dalam kedua surat itu. Maka kita harus membacanya kembali dan terus menerus. Saya garis bawahi satu hal: Kita harus bersukacita senantiasa, berdoa, mengucap syukur (Bac I dan II), karena sebentar lagi Tuhan datang (Injil). Kalau dilihat dengan cara seperti itu, maka tidak ada lagi alasan bagi kita untuk menjadi murung, menjadi putus asa. Hidup di dalam Tuhan, hidup di dalam penantian akan kedatangan Tuhan adalah hidup yang ditandai pengharapan, dan sukacita, dan penghiburan.

ECCE ANCILLA DOMINI

Oleh: Fransiskus Borgias M (EFBE@fransisbm)

Senin 08 Desember 2008
: Bac: Kej.3:9-15,20; Ef.1:3-6; 11-12; Luk.1:26-38. Hari ini Hari Raya SP Maria Dikandung Tanpa Dosa (Maria Immaculata Conceptio). Kalau kita lihat kalender Liturgi, ada banyak serikat hidup bakti yang merayakan hari raya ini. Itu pertanda bahwa banyak orang menimba ilham hidup, ilham iman, ilham cinta, ilham kesetiaan dari Maria. Sebab Maria adalah prototipe iman. Berbeda dengan Hawa yang jatuh ke dalam dosa (Bac.I), Maria membuka jalan shalom bagi kita dengan sikap terbuka terhadap rencana dan kehendak penyelamatan Allah yang diwartakan malaekat Gabriel (Injil). Kalau Hawa tidak taat (Bac I), maka Maria taat (Injil): Ecce ancilla Domini, fiat mihi secundum verbum tuum. Karena Maria taat maka ia mengandung dari Roh Kudus dan dari dia terlahirlah Yesus Kristus. Itu sebabnya dalam bacaan II kita membaca salah satu madah Kristologis yang indah, warisan kidung jemaat gereja purba. Hendaknya anda membaca teks ini. Ketika dibacakan di gereja, hendaknya menaruh perhatian penuh pada teks indah ini. Ya, ini madah Kristologis yang indah yang dihasilkan jemaat Kristen pertama. Pelajaran apa yang kita petik? Pertama, kalau kita tidak taat pada perintah Tuhan, maka kita jatuh dalam dosa. Ingat bahwa dosa itu seperti penyakit menular, ia menular dan menjalar dengan cepat, seperti akar kanker. Kedua, sebaliknya kalau kita taat pada perintah Tuhan, maka hasilnya ialah shalom. Yang pertama terjadi pada Hawa. Yang kedua, terjadi pada Maria, Hawa Baru. Maria ikut ambil bagian dalam rencana shalom Allah lewat persetujuan imannya. Ketiga, tidak ada sikap lain yang lebih tepat bagi kita sebagai orang Kristen, selain mengulang kembali dan terus menerus kidung Kristologis itu: Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kritus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam surga....dst.

HIBURKANLAH

Oleh: Fransiskus Borgias M (EFBE@fransisbm)

Minggu 07 Desember 2008: Bac: Yes.40:1-5,9-11; 2Ptr.3:8-14; Mrk.1:1-8. Dari bacaan pertama kita baca berita kelepasan. Ayat pertama dimulai dengan Hiburkanlah. Karena itu kitab ini disebut kitab Penghiburan. Apa penghiburannya? Yaitu bahwa pembuangan akan berakhir, umat Tuhan akan segera kembali. Agar perjalanan pulang bisa lancar maka harus dipersiapkan jalan di padang gurun. Harus dibangun jalan tol di padang gurun. Itu semua bisa terjadi karena Tuhan sendiri datang dan bertindak bagi shalom umatNya. Itu sebabnya dalam bacaan kedua kita baca tentang Hari Tuhan yang datang seperti pencuri. Karena itu kita harus bersiap-siap terus. Dalam rangka itu kita harus berusaha agar kita didapati tidak bercacat dan tidak bernoda di hadapanNya supaya kita layak didamaikan dengan Dia. Apa yang kita baca dalam bacaan pertama, kini kita dengar lagi dalam Injil. Yohanes Pembaptis mengutip kata-kata Yesaya. Ia menuntut perubahan hidup dengan simbol membuka jalan bagi Tuhan. Sebab Yohanes menjadi bentara Sabda yang akan menjelma, yaitu Yesus Kristus. Apa yang menjadi pesan bagi kita? Pertama, kita harus senantiasa bergembira karena Tuhan membawa penghiburan bagi kita. Kedua, kita juga harus berjaga-jaga menantikan hari Tuhan, supaya kita kedapatan kudus dan tidak bercela di hadapan Tuhan. Ketiga, dalam seluruh masa adven ini kita dipanggil untuk menyiapkan hati kita menyongsong kedatangan Yesus Kristus, Allah yang menjelma menjadi manusia.

ALLAH ADALAH SETIA

Oleh: Fransiskus Borgias M (EFBE@fransisbm)

Minggu 30 November 2008: Bac: Yes.63:16b-17; 64:1,3b-8; 1Kor.1:3-9; Mrk.13:33-37. Pertama-tama, saya mengucapkan selamat memasuki tahun baru liturgi kita. Karena ini tahun baru, maka kita memasuki lingkaran bacaan baru. Ini tahun B (untuk hari Minggu). Sedangkan untuk bacaan Harian adalah Tahun I. Seluruh renungan tahun ini akan memakai gaya baru. Kalau tahun kemarin saya hanya fokus pada Injil saja, maka kali ini saya akan fokus pada ketiga bacaan itu sekaligus. Garis besar isi renungan saya nanti ialah: Bagian pertama, membeberkan isi dari tiga bacaan, memperlihatkan benang merah bacaan, dan akhirnya memperlihatkan pesan-pesan dari bacaan itu untuk kita. Dalam bacaan pertama, Yesaya mewartakan tentang kasih setia Allah yang maha pengampun. KepadaNyalah Israel memohon belas-kasih dan rahmat pengampunan. Walau Israel berdosa tetapi Israel tetap kembali kepada Allah. Dalam bacaan kedua kita baca mengenai salah satu proklamasi Paulus bahwa Allah adalah setia. Allah yang setia itu telah memanggil kita kepada persekutuan dengan Yesus Kristus, AnakNya. Injil menasihati kita agar berjaga-jaga. Mengapa? Karena kita tahu kapan saatnya tiba. Apa pesan pokok ketiga bacaan ini? Hendaknya kita sadar selalu bahwa Allah itu maha pengasih (Bac I), dan penuh kasih setia (Bac II). Tetapi kedua sifat itu jangan sampai dijadikan alasan untuk bermanja-manja dengan hidup kita dan kita lalu menjadi lengah. Sama sekali tidak. Sebaliknya, kita harus berjaga-jaga sebab kita tidak tahu kapan sang tuan rumah kembali (injil).

Monday, October 13, 2008

HARI RAYA YESUS RAJA SEMESTA ALAM

Oleh: Fransiskus Borgias M (EFBE@fransisbm)

Minggu 23 November 2008: Bac: Yeh.34:11-12,15-17; 1Kor.15:20-26,28; Mat.25:31-46. Injil hari ini juga terkenal, yaitu pelukisan mengenai pengadilan terakhir. Di akhir jaman, Anak Manusia mengadili manusia. Hari ini juga Hari Raya Yesus Kristus Raja Semesta Alam. Yesus sebagai raja semesta alam akan tampil di akhir jaman untuk mengadili seluruh jagad raya. Pada abad pertengahan biasanya dinyanyikan Sequentia Thomas Celano “Dies Irae Dies Illa” yang terkenal itu (Lihat Fransiskus Borgias M., Menimba Kekayaan Liturgi, YPN, 2008, hal.31-46). Hari ini juga menjadi penutup tahun liturgi. Minggu depan kita memasuki tahun baru liturgi. Untuk itu kita baca teks Mat.25:31-46. Dilukiskan ada dua kelompok yang diadili, sebelah kanan, sebelah kiri. Yang kanan dikatakan melakukan apa yang berkenan pada Anak Manusia. Sedangkan yang kiri tidak melakukan apa-apa yang berkenan pada Anak Manusia. Yang menarik ialah bahwa kedua kelompok itu sama-sama tidak mengenal Anak Manusia. Dalam konteks ketidak-tahuan itulah muncul ucapan terkenal Yesus: Apa yang kamu lakukan bagi saudaraKu yang paling kecil dan hina ini, kamu lakukan untukKu. Demikian juga sebaliknya. Apa yang tidak kamu lakukan untuk mereka, tidak kamu lakukan juga untuk Aku. Anak Manusia menyamakan diri dengan kaum kecil, hina-dina. Pelajaran apa yang bisa ditarik? Satu saja. Apa kriteria yang dipakai oleh Hakim untuk mengadili kita di akhir jaman? Ternyata bukan kriteria kultis: seberapa banyak anda berdoa, berdoa di mana, memakai rumus mana? Juga bukan kriteria intelektual: apakah anda orang pintar dan berijazah ini dan itu atau tidak. Kriterianya ialah kriteria etis: apa yang kamu lakukan bagi sesama yang paling kecil dan hina. Sudahkah kita berbuat sesuatu bagi sesama kita yang paling kecil dan hina? Hanya anda saja yang tahu. Semoga kelak anda tidak kedapatan dalam kategori kambing, yang duduk sebelah kiri.

KEMBANGKAN TALENTAMU

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)

Minggu 16 November 2008: Bac: Ams.31:10-13,19-20,30-31; 1Tes.5:1-6; Mat.25:14-30. Injil kita hari ini sangat terkenal. Teks ini berjudul “Perumpamaan tentang talenta.” Cerita ini akrab di telinga kita. Semoga kita sudah dengar sejak kita kecil. Dilukiskan di sini tiga hamba. Hamba pertama dipercayai sang tuan mengelola dan mengembangkan lima talenta. Ia mengembangkannya sedemikian rupa sehingga menghasilkan untung sebanyak lima talenta. Hamba kedua dipercayai oleh tuan untuk mengelola dua talenta. Ia berhasil mendatangkan untung sebanyak dua talenta. Hamba ketiga dipercayai untuk mengelola satu talenta. Ia tidak mengembangkan talenta itu melainkan memendamnya dalam tanah. Maka tidak menghasilkan apa-apa. Sebagai imbalan kedua hamba pertama dipercayai oleh tuan untuk mengelola talenta lebih banyak. Sedangkan hamba ketiga, ia dihukum dan apa yang ada padanya diambil juga sehingga ia tidak memiliki apa-apa lagi. Pelajaran apa yang bisa ditarik? Sekecil apa pun talenta yang diberikan Tuhan kepada kita, kita punya kewajiban moral untuk mengembangkannya. Sebab kalau tidak kita tidak menghasilkan apa-apa dari talenta itu dan bahkan kita akan kehilangan talenta itu juga. Saya kira hal ini wajar. Kalau kita tidak berusaha keras bekerja demi mengembangkan diri, maka kita akan ketinggalan dari orang lain. Bahkan apa yang sudah kita miliki sebagai kemampuan bawaan lahiriah, akan menjadi terhimpit dan tidak berarti lagi.

Monday, September 8, 2008

Jiwa di Api Penyuci, Orang Kudus, Kesucian Gereja

Sari Firman Minggu November 2008 I

Oleh: Fransiskus Borgias M.

Sabtu 01 November 2008: Bac: Why.7:2-4,9-14; 1Yoh.3:1-3; Mat.5:1-12a. Bulan November adalah sebuah bulan yang sangat indah dalam kenangan liturgis saya, karena bulan ini diawali dengan sebuah hari raya yang sangat unik, yaitu Hari Raya Semua Orang Kudus. Saya selalu tergoda dengan pertanyaan ini, mengapa gereja, setelah sepanjang tahun merayakan orang kudus setiap hari, masih menyediakan satu hari khusus untuk hari raya semua orang kudus? Jawaban saya sangat sederhana. Karena gereja takut jangan sampai ada orang kudus yang tidak diketahui oleh gereja, dan karena tidak dikenal maka tidak dirayakan, padahal orang itu sudah ikut ambil bagian di dalam kekudusan hidup Allah, yang adalah kudus, satu-satunya yang kudus, sumber segala kekudusan (seperti kata salah satu Prefasi Doa Syukur Agung kita). Takut jangan sampai ada yang terlewatkan maka gereja menyediakan satu hari khusus untuk “semua orang kudus” yang mungkin hanya diketahui Allah. (Saya uraikan hal ini dalam buku Menimba Kekayaan Liturgi, Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta, 2008, hal.13-30). Injil hari ini memuat tentang ucapan “sabda bahagia” yang sangat terkenal itu. Kiranya orang-orang kudus yang kita rayakan hari ini (termasuk mereka yang tidak diketahui Gereja) adalah orang-orang yang disebut bahagia di dalam injil ini. Dan salah satu tujuan kita merayakan orang kudus ialah agar kita bisa belajar sesuatu, yaitu teladan dan keutamaan hidup dari mereka agar kita juga bisa menjadi orang yang berkeutamaan. Semoga demikian adanya.

Minggu 02 November 2008: Bac: 2Mak.12:43-46; 2Kor.4:14-5:1; Luk.23:33,39-43. Setelah kemarin kita merayakan semua orang kudus, maka hari ini kita memperingati arwah semua orang beriman. Apa arti penting peringatan ini? Bagi saya paling tidak satu hal ini. Kita diingatkan terus menerus bahwa kita sebagai gereja, tetap mempunyai ikatan abadi dengan gereja yang sudah berjaya. Sebab kita yang masih di dunia ini disebut gereja berjuang, dan persekutuan para kudus (communio sanctorum) di surga disebut gereja berjaya. Tetapi bagaimana dengan mereka yang masih berada di api penyucian? Mereka juga sebenarnya sudah lewat dari sini, tetapi belum sampai di sana. Mereka masih membutuhkan doa kita. Itu sebabnya gereja mendorong kita untuk berdoa bagi mereka, agar mendapat istirahat kekal dalam cahaya abadi kasih Allah, sehingga dalam Requiem kita bernyanyi: Lux aeterna, luceat eis domine, cum sanctis suis in aeternum, quia pius est. Itu sebabnya hari ini kita baca dari Kitab 2Makabe karena di sana ada dasar untuk doa bagi orang yang sudah meninggal. Itu juga sebabnya hari ini kita membaca Injil Lukas yang berkisah tentang orang yang bertobat di salib dan langsung diterima Yesus dalam Firdaus. Kita juga berdoa bagi jiwa-jiwa di api penyucian agar sudi diterima Allah di dalam kebahagiaan abadi, dalam cahaya kekal.

Minggu 09 November 2008: Bac: Yeh.47:1-2,8-9,12; 1Kor.3:9b-11,171-7; Yoh.2:13-22. Injil hari ini berbicara tentang tindakan Yesus yang menyucikan Bait Allah di Yerusalem. Bacaan ini sangat tepat dibacakan hari ini, karena hari ini adalah pesta pemberkatan Gereja Basilik Lateran. Inti upacara pemberkatan ialah membersihkan gereja dari segala sesuatu yang tidak terkait dengan eksistensi gereja itu, dan sekaligus membaktikan keberadaan gereja itu hanya kepada dan bagi Allah saja dan bukan bagi yang lain. Hari ini kita baca bagaimana Yesus mengusir para pedagang dari Bait Allah di Yerusalem. Sebab rupanya untuk kepentingan persembahan orang membutuhkan binatang korban. Hal itu sudah dimonopoli oleh para imam untuk penetapan ketahirannya sebagai binatang korban. Begitu juga dengan uang persembahan. Hanya uang khusus Bait Allah saja yang diperkenankan. Itu sebabnya di sana ada bank penukar uang (money changer), sehingga suasananya menjadi seperti tempat jagal hewan dan pasar modal, pasar saham. Itulah yang dibersihkan Yesus. Semoga kita juga bisa menjaga gereja kita, agar tidak berkembang menjadi tempat dagang, yang mengganggu ibadat kita. (EFBE@fransisbm).


Evangelisasi, Pajak,

Sari Firman Minggu Oktober 2008 II

Oleh: Fransiskus Borgias M.

Minggu 19 Oktober 2008: Bac: Yes. 45:1,4-6; 1Tes.1:1-5b; Mat.22:15-21. Hari ini, adalah Hari Minggu Evangelisasi (lihat kalender liturgi). Inilah Minggu yang ditetapkan khusus oleh gereja untuk memberi perhatian terhadap Penginjilan, penyampaian kabar baik, mewartakan kabar gembira tentang Yesus Kristus. Inti warta itu ialah Yesus shalom kita. Semoga kita bisa mewartakan Yesus itu, termasuk Yesus yang pandai menjawab pertanyaan seperti yang kita baca hari ini. Injil hari ini berbicara tentang upaya orang Farisi menjerat Yesus. Pelbagai cara mereka gunakan untuk menjebak-Nya. Kali ini mereka menjebak Yesus dengan pertanyaan yang “nyerempet” ke soal politik yang saat itu merupakan sebuah isu yang sangat rawan ditafsirkan dengan pelbagai cara. Isu politik yang diangkat ialah kewajiban membayar pajak kepada Kaisar. Orang Farisi bertanya: boleh ataukah tidak membayar pajak kepada Kaisar? Jawaban atas pertanyaan ini sangat menentukan nasib Yesus sesudahnya. Tetapi Yesus tidak mau terjebak dalam perangkap yang mereka pasang. Maka secara sangat taktis Yesus meminta agar mereka sudi menunjukkan mata uang pajak itu. Di situ ada gambar dan tulisan tangan (tanda tangan). Ternyata gambar dan tulisan itu adalah kepunyaan Kaisar. Maka dengan sangat gampang Yesus menjawab pertanyaan yang menjebak itu. Seandainya Yesus tidak melihat gambar itu, maka mungkin Ia akan memberikan jawaban yang tidak seperti yang kita baca sekarang. Kalau hal itu terjadi maka Yesus bisa dikenakan tuduhan “membangkang atau memberontak terhadap kaisar.” Sebab saat itu, tidak membayar kepada kaisar dianggap sebagai bentuk pembangkangan dan pemberontakan. Sebagai orang Kristiani kita juga punya kewajiban politis-etis kepada negara. Itulah pesannya.

Minggu 26 Oktober 2008: Bac: Kel.22:20-26; 1Tes.1:5c-10; Mat.22:34-40. Injil hari ini berbicara tentang Hukum paling utama. Kalau minggu lalu orang Farisi coba menjebak Yesus dengan pertanyaan “politik, maka kali ini mereka coba menjebak Yesus dengan pertanyaan di bidang keagamaan, seperti yang juga dilakukan oleh orang Saduki dalam bagian sebelumnya dari bacaan ini. Tujuannya tetap sama, yaitu menjebak Yesus, kalau-kalau Yesus “salah” menjawab. Kalau Yesus menjawab dengan salah, maka ada alasan bagi mereka untuk menangkapnya. Begitu juga kali ini, mereka mencoba lagi, siapa tahu Yesus bisa memberikan jawaban yang salah di bidang keagamaan. Tetapi sekali lagi, dalam hal ini pun Yesus bisa menjawab dengan sangat tepat. Yesus menjawab pertanyaan jebakan itu dengan mengutip kitab Taurat (Perjanjian Lama). Menurut kutipan yang diambil Yesus itu, ada dua perintah paling utama, yaitu perintah mengasihi Allah (ayat 37, dikutip dari Ul.6:5), dan perintah mengasihi sesama (ayat 39, dikutip dari Im.19:18). Dan yang terpenting lagi ialah bahwa kedua hukum itu sama. Artinya, keduanya saling erat terkait satu sama lain. Yang satu terkait dengan yang lain, yang lain terkait dengan yang satu. Kita tidak dapat melakukan yang satu dan mengabaikan yang lain. Yang satu ditampakkan di dalam yang lain. Cinta kepada Allah, harus ditampakkan dalam cinta akan sesama. Cinta akan sesama seharusnya mengalir dari iman yang membuahkan cinta akan Allah. Dan yang lebih penting lagi, dalam ayat 40, Yesus memberikan sebuah penegasan yang sangat penting. Bahwa seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi tergantung pada kedua hukum itu. Jadi, betapa penting dan sangat mendasarnya perintah cinta itu, yang serentak bersayap ganda, sayap horizontal (dimensi etis-humanis) dan saya vertikal (dimensi transendental-teologis). (EFBE@fransisbm)


Thursday, August 14, 2008

Fransiskus Asisi, Kebun Anggur, Perjamuan Kawin

Sari Firman Minggu Oktober 2008 I
Sabtu 04 Oktober 2008: Bac. Ayb.42:1-3,5-6,12-16; Luk.10:17-24 atau Gal.6:14-18; Mat.11:25-30. Hari ini adalah pesta wajib St.Fransiskus Asisi. Untuk beberapa kalangan, ini bukan hanya sekadar pesta wajib, melainkan termasuk kategori hari raya. Itu berlaku bagi keluarga besar Fransiskan-Fransiskanes. Bagi mereka, hari ini merupakan puncak triduum yang dimulai sejak 2 Oktober (pesta malaekat Pelindung, ada baiknya kita ingat lagi pesta wajib ini, sebab ini menjadi salah satu sumber kekuatan moral dan suara hati). Pada 3 Oktober dilanjutkan dengan Transitus, yaitu mengenang beralihnya (transitus) Fransiskus dari hidup di dunia ini ke hidup abadi. Fransiskus adalah santo besar. Tahun 1979 Yohanes Paulus II mengangkat dia menjadi pelindung ekologi. Hal itu dikukuhkan PBB. Maka ia menjadi santo dunia. Saya mengangkat dia di sini karena saat ini kita mengalami krisis ekologi yang mengerikan dengan istilah baru global warming. Kecintaan dan keakraban Fransiskus dengan ciptaan kiranya bisa menjadi ilham baru bagi kita untuk berelasi dengan dunia sekitar kita. Saya juga mengangkat tokoh ini di sini, karena di paroki kita ada pengikut atau pengagum Fransiskus Asisi. Saya adalah salah satu nya. Pak Eddy Wibowo (assiten I DPP) juga anggota ordo ketiga awam Fransiskan. Mungkin masih ada yang lain, yang belum saya ketahui. Mari kita rayakan Fransiskus dan bersama dia mencintai alam dan lingkungan sekitar kita.
Minggu 05 Oktober 2008: Bac: Yes.5:1-7; Flp.4:6-9l; Mat.21:33-43. Perumpamaan yang kita baca di sini masih merupakan rangkaian perumpamaan Yesus yang disampaikan dalam rangka konfrontasinya dengan orang Yahudi. Jelas ini adalah kisah kilas balik kristologis orang Kristiani mengenai peran dan kedudukan Yesus. Dikisahkan bahwa ada seorang kaya yang membangun sebuah kebun anggur (mengingatkan kita akan lagu kebun anggur dalam kitab Yesaya). Seluruh alur perumpamaan itu menjadi sebuah metafora sejarah keselamatan. Ada banyak yang diutus ke kebun anggur itu untuk menuai panen. Tetapi selalu gagal karena para utusan diperlakukan dengan keras dan kasar. Akhirnya yang diutus adalah sang anak sendiri. Ternyata nasibnya pun sama: mati. Akhirnya sang tuan sendiri yang datang. Itulah hari pengadilan, hari penghakiman. Jelas, istilah anak kesayangan itu mengacu kepada seluruh peristiwa Yesus, Anak kesayangan Allah. Ia pun mati di kayu salib, artinya ditolak juga (apalagi para nabi sebelumnya). Karena itu, keselamatan akan diambil dari mereka dan diberikan kepada orang lain. Itulah yang menjadi pesan pokok dari untaian perumpamaan yang indah dan menarik ini.
Minggu 12 Oktober 2008: Bac: Yes.25:6-10a; Flp.4:12-14,19-20; Mat.22:1-14. Perumpamaan ini sulit dipahami kalau kita meneliti detail kisah itu. Ada seorang raja yang mengadakan perjamuan kawin secara meriah. Tetapi undangan yang resmi diundang tidak datang, karena berhalangan. Jadi mereka tidak pantas. Padahal perjamuan sudah tersedia, tetapi tetamu undangan tidak ada. Maka muncullah ayat 9 yang terkenal itu. Terkenal karena sering dijadikan sebagai metafor keras untuk memaksakan orang-orang masuk ke dalam gereja lewat baptisan. Sebab ayat itu berkata: pergilah ke semua persimpangan jalan, dan bawa (seret, tarik) siapa saja ke dalam pesta perjamuan itu. Pokoknya semua dikerahkan. Tidak ada lagi kriteria. Tetapi celakanya, ketika sang tuan masuk, ternyata ia mendapati ada orang yang berpakaian tidak layak. Ketika hal itu ditanyakan, orang itu tidak menjawab. Saya kira itu wajar, karena ia tidak tahu apa-apa. Bukankah ia dipaksa masuk. Akibatnya, ia pun diseret keluar ke dalam kegelapan. Kuncinya ialah: banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih. Itulah misteri kerajaan Allah. Semoga kita termasuk dalam sedikit yang dipilih itu. Tetapi ingat, bahwa yang memilih itu Allah, bukan manusia. Kriteria manusia ialah memasukkan semuanya biar Allah yang memutuskan dan menentukan. (EFBE@fransisbm).

Upah sedinar sehari dan Kakak-adik

Sari Firman Minggu September 2008 II
Minggu 21 September 2008
: Bac: Yes.55:6-9; Flp.1:20c-24,27a; Mat.20:1-16a. Kiranya injil yang kita baca dan dengar hari ini termasuk salah satu teks yang akrab di telinga kita. Semoga kita sering membaca, mendengar dan merenungkannya. Saya sendiri sering membaca dan merenungkan teks ini, karena ini termasuk teks yang sulit ditafsirkan dan dipahami. Dalam tradisi ilmu tafsir, ini termasuk ayat-ayat sulit dan membingungkan. Itu soal pertama. Soal kedua, dengan munculnya cara baca dan cara tafsir kitab suci dengan perpsektif ilmu sosial, maka muncul cara baca baru atas teks ini, yang melihat di dalam teks ini kesewenang-wenangan pemilik tanah, pemilik uang, atas buruh, pekerja. Tidak ada cita-rasa keadilan. Ada yang berani berkata bahwa praksis penindasan para tuan dan puan atas orang kecil (pencari kerja) juga antara lain bersumberkan dan berlandaskan teks suci seperti ini. Tetapi tradisi tafsir tradisional yang sudah sangat panjang usianya, bahkan sejak jaman para bapa gereja, justeru bertentangan dengan penafsiran sosiologis ini. Inilah hal ketiga yang ingin saya kemukakan. Teks ini adalah sebuah teks teologis, artinya teks yang mencoba melukiskan salah satu segi tindakan Allah. Kita percaya bahwa Allah itu maha kuasa, maha agung, maha tinggi, maha mulia, maha luhur, maha berdaulat. Allah itu serba melampaui kategori dunia dan manusia. Dalam arti itu, Allah bebas dan berdaulat dalam tindakanNya. Kita tidak dapat mengatur Allah dalam kebebasan dan kedaulatanNya. Segi inilah yang mau diterangkan teks ini. Biarpun hal itu kita anggap melanggar cita-rasa keadilan, tetapi kita harus tetap bersedia menerima dalam iman, bahwa Allah bebas dan berdaulat dalam karya, dalam tindakan, dalam perbuatan kasihNya. Itulah maksud teks Mateus ketika ia mengatakan: Bukankah aku bebas memakai uangku? Allah sendiri yang menentukan. Bukan manusia. Manusia memang boleh protes, tetapi protes itu hendaknya tahu batas, jangan sampai melanggar tapal batas keilahian, sebab hal itu sudah dosa. Semoga kita tidak berdosa seperti itu.
Minggu 28 September 2008: Bac: Yeh.18:25-28; Flp.2:1-11 (1-5); Mat.21:28-32. Injil ini juga termasuk teks sulit. Bukan karena pemaknaannya saja, melainkan juga mengandung persoalan tekstual. Tetapi saya tidak akan membahas poin terakhir ini. Saya fokus pada persoalan pemaknaan. Ada dua pola sikap ditampilkan dalam perumpamaan itu. Pola pertama: menjawab YA, tetapi tidak melakukan. Pola kedua: menjawab TIDAK, tetapi melakukan. Pola pertama, anak sulung. Pola kedua, anak kedua. Semua secara spontan mengatakan bahwa pola kedua itu yang terbaik atau paling tidak lebih baik dari yang pertama (walau sesungguhnya sama-sama tidak baik, karena tidak ada konsistensi antara perkataan dan perbuatan). Konsistensi antara perkataan dan perbuatan inilah yang mau dijadikan Yesus sebagai fokus pemaknaan dari jalan pikiran selanjutnya ketika Ia menerapkan perumpamaan itu dalam hidup Israel atau bangsa Yahudi (karena Ia sedang berdiskusi dengan mereka di Yerusalem). Mereka inilah anak sulung, yang YA di mulut, tetapi tidak melakukan di dalam aksi atau perbuatan. Sedangkan anak kedua, ialah kelompok orang yang selalu disisihkan oleh para petinggi agama Yahudi, yaitu para pemungut cukai dan para pelacur. Mereka ini TIDAK di mulut tetapi melakukan di dalam aksi dan perbuatan. Apa aksi dan perbuatan mereka? Bukan soal memungut cukai dan melacurkan diri, melainkan soal percaya pada pemberitaan Yohanes yang telah menunjukkan jalan kebenaran. Nah, kelompok pertama, tidak percaya, sedangkan kelompok kedua, percaya. Tinggal anda pikir sendiri saja sekarang: anda termasuk kelompok yang mana? Kelompok pertama? Ataukah kelompok kedua? Hanya anda sendiri saja yang tahu.

Sunday, July 13, 2008

Memberi Nasihat, Kabar Gembira, Salib Suci

Sari Firman Minggu September 2008 I

Minggu 07 September 2008: Bac: Yeh.33:7-9; Rm.13:8-10; Mat.18:15-20. Injil ini amat menarik karena melukiskan tahap-tahap memberi nasihat kepada saudara yang berdosa. Kita sebagai warga komunitas beriman, berkewajiban mengingatkan dan menasihati sesama yang berdosa. Itu adalah panggilan kemanusiaan yang harus diungkapkan dalam hidup masyarakat umum. Dberitahukan bahwa ada tiga tahap dalam memberi nasihat. Pertama, nasihat personal, dari mata ke mata, hati ke hati. Ini pendekatan personal. Kalau gagal, kita tempuh tahap kedua, memanggil satu-dua saksi. Mereka juga harus memberi nasihat ke arah perubahan bagi pendosa. Kalau gagal juga, perkara itu harus dibawa ke sidang jemaat. Kalau dalam tahap ini pun pendosa masih bandel, ini keterlaluan. Ia bukan lagi orang beriman. Jadi, kita dinasihati agar jangan main hakim sendiri sebab ada lembaga pengadilan tertinggi yaitu jemaat. Kemudian injil dilanjutkan dengan dua sabda Yesus. Yang satu tentang kuasa pengampunan. Yang lain tentang kuasa doa bersama. Saya mau mencatat lebih lanjut tentang yang terakhir. Di mana dua orang berkumpul dalam nama Yesus, di sana Yesus hadir. Jadi, persekutuan kita adalah persekutuan yang ditandai kehadiran Yesus. Maka kita harus menampakkan Yesus itu dalam hidup harian kita. Jangan sampai kita mencemarkan kehadiran Yesus itu melalui perilaku kita yang kurang ajar yang tidak mempan dinasihati juga setelah melewati tiga tahap nasihat tadi.

Senin 08 September 2008: Bac: Mik.5:1-4a atau Rm.8:28-30; Mat.1:1-16.18-23. Ini adalah Pesta Kelahiran Maria. Kita dianjurkan agar membaca versi pendek. Tetapi saya mau merenungkannya secara utuh, walau panjang. Ada dua penggal dalam injil. Pertama, silsilah Yesus yang unik dan menarik. Ada nama perempuan. Biasanya garis silsilah ialah pria. Tetapi Mateus sengaja memasukkan perempuan. Yang menarik lagi, coba kita lihat perempuan-perempuan itu. Tidak semuanya baik. Tamar, adalah menantu yang mengibuli ayah mertua sampai hamil. Rahab adalah pelacur yang menyelamatkan mata-mata Israel. Rut orang asing. Isteri Uria, dirampas Daud lewat perselingkuhan keji. Akhirnya, Maria, mengandung secara ajaib. Pesannya, silsilah ini inklusif, merangkul semua, juga yang biasanya ada di luar kategori sosial, kepantasan, kepatutan etis. Yesus yang diwartakan Mateus mau menerobos semua itu. Semuanya adalah demi kasih. Penggal kedua tentang kelahiran Yesus. Saya mau menyoroti tokoh Yusuf. Berbeda dengan Lukas, justeru Yusuf yang mendapat mimpi menurut Mateus. Malaekat Tuhan memberi kabar gembira kepada Yusuf, bahwa Maria mengandung dari Roh Kudus. Yusuf bersedia menerima hal itu. Itulah keutamaan Yusuf, yang dalam injil hadir di balik layar. Tetapi dia adalah tokoh besar. Itu sebabnya dalam tradisi doa Katolik, kita selalu menyebut tokoh ini dalam untaian sacra familia, Yesus, Maria, Yosef. Ia menjadi teladan bapa yang baik, suami yang baik. Para bapa, para suami, teladanilah bapa dan suami agung ini, Yusuf.

Minggu 14 September 2008: Bac: Bil.21:4-9; Flp.2:6-11; Yoh.3:13-17. Hari ini Pesta Salib Suci. Bagi OSC ini hari raya, karena nama tarekat. Selamat bagi para OSC di mana pun mereka berada. Injil hari ini diangkat dari Yohanes. Sejalan dengan bacaan I, Injil menyinggung ular tembaga di gurun (yang populer karena menjadi simbol di apotek, walau mungkin hal itu diangkat dari mitologi Yunani). Yang mengangkat ular tembaga di gurun ialah Musa. Tatkala melihat ataupun tersentuh ular tembaga itu, maka semuanya menjadi sembuh, dan hidup kembali. Jadi, ular yang ditinggikan di padang gurun itu menyelamatkan. Injil hari ini berbicara tentang Anak Manusia yang ditinggikan di salib untuk shalom kita. Shalom itu ialah hidup kekal. Dan Anak Manusia itu ialah ialah Yesus Kristus, yang diutus Bapa ke dunia, karena kasihNya yang begitu besar, untuk menyelamatkan dunia dan manusia. Pesta salib suci ini sebetulnya mempunyai nama asli pesta peninggian salib (exaltatio crucis). Konon ketika salib suci ditemukan, salib itu diangkat tinggi, dan dimuliakan. Bagi para Fransiskan pesta peninggian salib ini menjadi sangat istimewa, karena pada pesta itulah Bapa Fransiskus dari Asisi mendapatkan anugerah stigmata dalam sebuah ret-ret di bukit Alverna itu. Dengan itu Fransiskus mengidentifikasi diri dengan Dia Yang Tersalib. Semoga kita juga dengan pesta ini semakin mengidentifikasi diri dengan Dia. (EFBE@fransisbm).

Keragaman Kristologi dan Sabda Paradoksal

Sari Firman Minggu Agustus 2008 II

Minggu 24 Agustus 2008: Bac: Yes.22:19-23; Rm.11:33-36; Mat.16:13-20. Injil hari ini sangat akrab di telinga kita karena ada beberapa hal yang penting yang terungkap di sana. Pertama, menurut teks ini ada banyak pandangan mengenai Kristus (Kristologi) dalam Perjanjian Baru, bahkan dalam satu perikopa ini. Kristologi ini mengemuka sebagai jawaban atas pertanyaan Yesus kepada muridNya: menurut kata orang, siapakah Anak Manusia? Jadi, Yesus menyebut diri Anak Manusia. Muncul empat jawaban: Yohanes Pembaptis, Elia, Yeremia, salah seorang dari para nabi. Ketika ditanya siapa Yesus menurut pendapat murid sendiri? Sejenak ada keheningan. Tetapi Petrus menjawab, dan inilah visi Kristologis kelima, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup.” Dalam jawaban ini terkandung dua gelar besar, Mesias dan Anak Allah. Jadi, dalam Perjanjian Baru tampak bahwa ada kejamakan Kristologi. Kristologi tidak tunggal. Kedua, pernyataan Yesus mengenai Petrus yang berani menjawab lantang. Ini saya garis bawahi karena dalam tradisi Katolik teks ini amat penting. Inilah teks yang memberi prioritas bagi Petrus, kedudukan unggul Petrus, the primacy of Peter, sebab Petrus menjadi batu karang, landasan kokoh gereja. Inilah teks yang dalam tradisi Katolik dijadikan sebagai dasar tradisi Petrus Paus pertama. Dan itu benar. Ketiga, larangan Yesus agar hal itu jangan disampaikan ke depan umum. Ini disebut rahasia Mesias oleh ahli tafsir (Martin Hengel). Tetapi mengapa harus dirahasiakan? Jawabannya, hal itu dirahasiakan agar menunggu waktu yang tepat untuk menyampaikan dan menyingkapkannya. Kapan waktu yang tepat itu? Ialah dari salib, dan terutama dalam peristiwa agung kebangkitan. Oleh karena itu, Yesus melarang mereka agar tidak memberitahu dulu hal itu kepada umum. Hal itu akan tersingkap dengan sendirinya dalam peristiwa Salib dan Kebangkitan.

Minggu 31 Agustus 2008: Bac: Yer.20:7-9; Rm.12:1-2; Mat.16:21-27. Injil hari ini membicarakan dua pokok besar. Pertama ialah nubuat tentang penderitaan Yesus. Kedua, ialah syarat untuk mengikuti Yesus. Menurut judul dalam injil kita, inilah nubuat yang pertama mengenai penderitaan Yesus. Berarti masih ada nubuat selanjutnya. Ya, sebab memang ada tiga rangkaian nubuat seperti itu. Intinya ialah Yesus menyampaikan kepada para murid-Nya bahwa Ia harus menderita. Mendengar itu, Petrus merasa tidak sudi, sehingga ia “berdoa” agar hal itu jangan sampai terjadi. Terhadap hal itu, Yesus menghardik Petrus dengan keras-kasar, dengan menyebutnya Iblis. Sekarang kita mau melihat hal yang kedua, yaitu syarat mengikuti Yesus. Yesus yang diwartakan injil hari ini adalah Mesias. Dan Mesias itu adalah Mesias yang harus menderita. Dengan tegas di sini dikemukakan mengenai syarat mengikut Yesus. Yaitu rela dan bersedia untuk ikut menderita seperti halnya Anak Manusia juga menderita. Dan ini tidak mudah. Jadi, kita yang mau mengikut Yesus ini harus siap juga untuk menderita. Siapkah kita untuk itu? Jangan sampai kita selalu berpikir bahwa mengikuti Yesus itu serba enak dan indah saja. Boleh saja bermimpi seperti itu, tetapi jangan sampai lupa bahwa ada juga sisi gelapnya. Injil hari ini menyingkapkan kepada kita sisi gelap itu agar kita bisa realistik dalam mengikuti Yesus. Sebab kalau kita berani mengikuti Yesus dalam lorong-lorong yang gelap dan pahit ini, maka pada kita akan berlaku sabda paradoks dalam ayat 25 itu: “...barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.” Sabda paradoksal inilah yang kiranya bisa menjadi sumber penghiburan dan harapan bagi kita semua. Semoga. (EFBE@fransisbm).

Tuesday, June 17, 2008

Perjamuan, Persaudaraan, Kemerdekaan.....

Sari Firman Minggu Agustus 2008 I

Minggu 03 Agustus 2008: Bac: Yes.55:1-3; Rm.8:35,37-39; Mat.14:13-21. Situasi kita secara nasional saat ini amat menyedihkan. Harga kebutuhan pokok melangit, sementara gaji/pendapatan kita merayap di bumi. Kita bak pungguk merindu bulan. Sedih. BBM naik. Dunia dilanda krisis pangan, krisis energi. Kita terancam bencana lapar. Busung lapar memakan korban. BLT tidak banyak membantu. Sementara itu ada koruptor. Di tengah situasi seperti itu, kisah mukjizat seperti yang kita dengar hari ini semoga bisa membawa hiburan dan kekuatan bagi kita. Di tengah kerumunan orang banyak yang datang mendengarkanNya, Yesus melihat mereka lapar. Para murid bingung. Diusulkan agar mereka disuruh pergi dengan tangan kosong, dengan perut keroncongan. Tetapi tidak, kata Yesus: Mereka harus memberi makan orang banyak itu. Bingung. Makan terbatas, mulut banyak. Mau apa? Di tengah krisis itu Yesus tampil. Ia mulai membagi, berbagi roti. Setelah Yesus mulai berbagi roti, ternyata mereka semua bisa makan sampai kenyang. Itulah mukjizat dalam kisah ini: Semua orang makan sampai kenyang karena kerela-sediaan berbagi. Kalau tidak berbagi, maka tidak akan cukup. Kalau kita menumpuk maka tidak akan cukup. Maka kita harus berbagi. The earth is enough for everybody’s need, but not for everybody’s greed. Itu soalnya, ada yang rakus di antara kita, yang tidak sudi berbagi. Rakus adalah awal bencana. Yesus mendorong kita untuk menerobos hal itu. Itulah panggilan dan tantangan sosial ekonomi gereja.

Minggu 10 Agustus 2008: Bac: Why.11:19a;12:1,3-6a; 1Kor.15:20-26; Luk.1:39-56. Teks ini aku sukai karena berbicara tentang perjumpaan dua perempuan. Ada beberapa hal yang bisa dikemukakan. Pertama, orang sering berbicara tentang perjalanan misioner pertama Maria. Marialah misionaris pertama, yang mewartakan kehadiran Tuhan dalam rahimnya. Tugas misionaris ialah mewartakan Tuhan. Orang pertama yang melakukan hal itu ialah Maria. Dalam peristiwa fundamental perkandungan, Maria memberi teladan yang amat baik, yaitu saling mengunjungi. Dalam peristiwa penting itu, perlu orang saling memperkuat, meneguhkan, membangun tali persaudaraan, silaturahim, solidaritas. Kedua, dalam teks ini kita temukan kidung Elisabeth. Kalau kita terbiasa dengan kidung Maria, Zakaria, Simeon, ada juga kidung Elisabet. Kita akrab dengan kidung ini, sebab sebagian doa salam Maria diambil dari sini. Coba tebak sendiri. Ketiga, saya tertarik dengan kidung Maria karena mengandung teologi revolusioner, teologi pembebasan, bahkan bersifat subversif. Kita diajar untuk menjadi subversif dalam artian asli kata itu, yakni membalikkan dari bawah. Keempat, kita juga diajar bahwa hidup dimulai dari detik-detik awal dalam rahim ibu. Sebab seperti dipersaksikan teks ini, anak dalam rahim bersukacita mendengar salam Maria, perempuan terberkati di antara perempuan. Ulasan doa salam Maria, dapat anda lihat dalam blog saya: www.canticumsolis.blogspot.com. Judulnya: “Kearifan Doa Salam Maria.” Semoga bisa menimba sesuatu dari sana.

Minggu 17 Agustus 2008: Bac: Sir.10:1-8; 1Ptr.2:13-17; Mat.22:15-21. Hari ini kita merayakan hari raya kenegaraan, yaitu Kemerdekaan Republik Indonesia. Sebagai warga negara yang baik kita harus merayakan hari raya nasional ini. Walau di salah satu tempat Yohanes berkata bahwa kita tidak berasal dari dunia ini, tetapi kita masih berada di dunia ini. Maka kita mempunyai kewajiban mendasar sehubungan dengan keberadaan kita di dunia ini. Itu sebabnya liturgi hari ini menyuguhkan kepada kita sebuah teks yang berbau “politik” sedikit, yang menyerempet ke soal politik. Sebab keberadaan kita tidak terlepas dari tata masyarakat, tata politik yang nyata. Injil hari ini melukiskan dua kewajiban kita yang amat mendasar sebagai warga negara. Ada kewajiban kepada negara, dan ada kewajiban kepada Allah (baca: Gereja). Yesus mau menegaskan bahwa semuanya ada porsinya. Kewajiban menjalankan yang satu tidak atau jangan sampai mengabaikan atau melalaikan kewajiban yang lain. Tetapi dalam perbandingan antara Allah dan kaisar tentu Allah melampaui segala-galanya. Jadi, walaupun dikatakan bahwa kedua hal itu adalah dua kewajiban kembar kita sebagai warga negara, tetapi kewajiban kepada Allah tetap melampaui segala-galanya. Sebab Allah melampaui kaisar. Walau kita tahu bahwa kaisar juga bisa memberhalakan diri. Ini tendensi yang sangat berbahaya. Kita wajib mencegah jangan sampai kaisar diberhalakan apalagi memberhalakan diri. (EFBE@fransisbm).

Metafor-metafor Kerajaan Allah

Sari Firman Minggu Juli 2008 II

Minggu 20 Juli 2008: Bac: Keb.12:13,16-19; Rm.8:26-27; Mat.13:24-43. Injil kita hari ini sangat panjang. Tetapi dalam versi pendeknya kita dianjurkan membaca Mat.13:24-30. Itu berarti kita hanya membaca satu perumpamaan dari tiga perumpamaan yang ada. Perumpamaan pertama, tentang lalang di antara gandum. Itulah yang dibaca hari ini. Perumpamaan kedua tentang biji sesawi; yang ketiga tentang ragi. Ketiga perumpaan itu dipakai Tuhan untuk menerangkan Kerajaan Surga. Perumpamaan yang dibacakan hari ini, artinya dijelaskan pada ayat 36-43. Kita dalami saja perumpamaan yang pertama ini. Ada beberapa hal yang bisa dikemukakan. Pertama, bahwa pekerjaan baik kita di tengah dunia ini bisa diganggu oleh macam-macam hal lain yang buruk. Ada saja orang yang menebarkan benih yang tidak baik di ladang yang sudah kita jaga dan rawat dengan baik. Kalau sudah terjadi demikian, mudah sekali kita tergoda untuk meninggalkan begitu saja ladang itu. Bahkan kita juga bisa tergoda untuk gegabah karena tidak sabar, segera membersihkan apa saja yang tidak kita tanam atau taburi di sana. Tetapi, kedua, pada saat seperti ini kita diajari sebuah kearifan eskatologis. Intinya hanya mau mengatakan bahwa kita jangan main hakim sendiri. Sebab tindakan main hakim sendiri akan mendatangkan akibat yang sangat buruk juga untuk hal-hal yang baik yang sudah kita taburkan. Mungkin benar kata pepatah: Kalah jadi abu, menang jadi arang. Kearifan eskatologis itu mengajarkan kita untuk menyerahkan semuanya kepada Allah. Biarkan Allah saja yang mengadili dan menilai. Bukan kita. Semoga kita cukup sabar dengan pelajaran kearifan eskatologis ini, supaya kita tidak main hakim sendiri dalam hidup di dunia ini.

Minggu 27 Juli 2008: Bac: 1Raj.3:5,7-12; Rm.8:28-30; Mat.13:44-52. Injil yang kita baca hari ini juga termasuk sebuah teks yang sangat terkenal. Juga termasuk sebuah perumpamaan tentang kerajaan Allah. Ada tiga hal yang diangkat di sini untuk dipakai sebagai perumpamaan (metafor) kerajaan surga. Yang pertama, perumpamaan harta terpendam di sebuah ladang. Yang kedua, perumapaan tentang mutiara yang sangat berharga yang ditemukan seorang pedagang. Yang ketiga, perumpamaan tentang jalan yang besar. Teks injil ini juga sangat panjang. Tetapi dalam versi pendeknya kita dianjurkan untuk membaca Mat.13:44-46 saja. Jadi, kita hanya mendengar dua perumpamaan pertama. Kedua perumpamaan ini hanya mau menekankan bahwa kerajaan Allah itu adalah sesuatu yang sangat berharga, sesuatu yang nilainya sangat tinggi. Sesuatu yang sangat mulia. Kalau orang sudah menemukannya, maka orang akan rela mengorbankan segala sesuatu, untuk mendapatkannya. Menemukan di sini artinya ialah mengalami, merasakan Allah yang meraja dalam hati kita. Seorang penggali harta karun, seorang pencari harta karun di lautan, akan rela mengorbankan apa saja untuk mendapatkan harta terpendam yang dicarinya. Bahkan ia juga rela mengorbankan nyawanya. Jadi, kalau orang mau merelakan apa saja demi harta duniawi, apalagi kalau orang menemukan harta surgawi. Ia akan terlebih lagi mau dan rela mengorbankan segala sesuatu untuk mendapatkannya. Sedangkan perumpamaan yang ketiga (yang tidak termasuk dalam bacaan yang dianjurkan) berbicara tentang jala yang besar. Sayang kalau perumpamaan ketiga ini dilewatkan, sebab dalam perumpamaan ini diberikan sebuah kriteria mengenai seleksi untuk dapat masuk ke dalam kerajaan Surga. Kriteria itu ialah mutu hidup kita. Orang yang hidupnya baik akan dipisahkan dari orang yang hidupnya buruk. Lalu akan diadili menurut perilaku mereka masing-masing. Mudah-mudahan mutu kita baik adanya. (EFBE@fransisbm).

Saturday, May 10, 2008

Hikmat orang kecil, Tanah yang Baik

oleh: Fransiskus Borgias M (EFBE@fransisbm)

Sari Firman Minggu Juli 2008 I
Minggu 06 Juli 2008: Bac: Za.9:9-10; Rm.8:9,11-13; Mat.11:25-30. Injil mau ajukan tiga hal penting berikut ini. Pertama, mengenai doa ucapan syukur (jadi, ini eucharistia) Yesus serta alasannya. Yesus mengucap syukur kepada Bapa di surga, karena sebuah paradoks dalam pengetahuan, pengenalan, dan hikmat. Hanya kepada orang kecil saja Bapa di surga berkenan menyampaikan banyak ajaran yang sampai saat ini telah Yesus ajarkan. Semuanya itu tertutup dari mata orang bijak dan pandai. Tersirat sebuah syarat untuk mengenal hikmat Allah, yaitu menjadi rendah hati seperti orang kecil. Saya kira hal itu wajar saja, sebab secara alami air mengalir ke tempat rendah, dan tidak pernah mengalir ke tempat lebih tinggi, kecuali memakai teknologi canggih. Kedua, ialah mengenai pengenalan akan Bapa dan Anak. Kita perhatikan baik-baik pengenalan ini. Saya kutip bagian akhir: “....tidak seorang pun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.” Siapa kelompok terakhir yang disinggung di sini? Para murid. Apakah kita juga termasuk di dalamnya? Semoga. Artinya, Anak juga berkenan menyatakan Bapa itu kepada kita. Ketiga, ajakan Yesus untuk datang kepada-Nya. Kalimat ini sangat indah dan terkenal, sangat menyentuh perasaan devosional saya: Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat. Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Semoga kita siap sedia untuk menanggapi ajakan Yesus, untuk datang kepada Dia sang Hati Mahakasih, seperti dikatakan sebuah lagu Hati Kudus Yesus: Ya Hati Yesus Raja Cinta.

Minggu 13 Juli 2008: Bac: Yes.55:10-11; Rm.8:18-23; Mat.13:1-23. Injil ini cukup panjang tetapi akrab di telinga kita. Kita mendengarnya sejak kanak-kanak, karena ini termasuk kisah yang gampang dimengerti dan mudah menarik perhatian. Walau panjang, tetapi pembagian teks ini mudah. Di sini ada tiga bagian: pertama, kisah Yesus tentang penabur (ay.1-9). Kedua, reaksi para murid mendengar kisah penabur (ay.10-17). Ketiga, penjelasan atau tafsir mengenai makna perumpamaan penabur (ay.18-23). Yang penting untuk didalami lebih lanjut ialah bagian pertama (perumpamaan) dan ketiga (tafsir). Ada empat jenis tempat yang ditabur si penabur. Pertama, pinggir jalan, yang melambangkan orang yang tidak berusaha mengerti firman Allah yang didengarnya. Yaitu orang yang mendengar sambil lalu, tidak menyimak dengan sungguh, masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Maka benih tidak tumbuh, tidak menghasilkan apa-apa. Kedua, tanah berbatu, yang melambangkan sikap orang yang angat-angat tahi ayam: semula menerima dengan antusiasme tetapi tidak berakar dalam hati, sehingga firman itu tidak bisa berakar dalam hatinya. Karena itu, ia tidak dapat bertumbuh dengan baik dan akhirnya mati begitu ada tantangan. Ketiga, di tengah semak berduri, yang melambangkan orang yang memang mendengar firman, tetapi firman itu tidak berdampak apa-apa dalam hidup dan hatinya, karena hatinya disibukkan oleh pelbagai kesibukan dan kecemasan dunia. Padahal kecemasan kita tidak menambah apa-apa bagi hidup kita. Keempat, tanah yang baik, yang melambangkan orang yang mendengarkan firman Allah dengan baik dan memahaminya, sehingga firman itu bisa berbuah, baik dalam diri dia sendiri, maupun dalam diri orang lain. Kita tahu, tanah yang baik bisa menghasilkan panen yang baik. Semoga kita semua ada dalam kategori keempat ini. Catatan kecil untuk tafsir. Dalam ilmu tafsir, alegori pernah merajai pemahaman dan penafsiran Kitab Suci, walau dewasa ini hal itu tidak populer lagi. Tetapi satu hal perlu dicatat bahwa alegori merupakan salah satu tafsir yang sudah ada dalam kitab suci itu sendiri. Salah satu buktinya ialah teks yang kita ini. Maka kita jangan membuang tafsir alegori seperti ini, karena Yesus sendiri memakainya. (EFBE@fransisbm).

Yesus, Yohanes Pembaptis, Petrus-Paulus

oleh: Fransiskus Borgias M

Sari Firman Minggu Juni 2008 II
Minggu 22 Juni 2008: Bac: Yer.20:10-13; Rm.5:12-15; Mat.10:26-33. Konteks dekat Injil hari ini berbicara tentang penganiayaan, karena judul perikop ini ialah penganiayaan yang akan datang dan pengakuan akan Yesus. Itu sebabnya Injil hari ini dimulai dengan penghiburan dan peneguhan: janganlah takut. Takut adalah tanda tidak beriman, tanda kurang percaya. Kalau orang beriman, tidak perlu takut. Takut apa? Ada banyak alasan takut. Para murid dulu takut akan penganiayaan karena nama Kristus. Kita? Ya: takut BBM naik. Takut sembako naik. Takut kalau hidup terasa mencekik dan kita mati lemas. Takut epidemi virus maut. Takut konflik agama? Macam-macam. Di hadapan ini semua, injil menantang kita agar tidak takut. Apa alasan atau dasar penghiburan serta peneguhan itu? Dasar penghiburan dan peneguhan itu ialah alasan teologis: kita semua amat berharga di mata Tuhan (ay.29). Hal berikut yang dapat diangkat sebagai pesan injil ialah “pengakuan akan Yesus” yang dikatakan sebagai syarat shalom (ay.32-33). Kalau kita mau mengakui Yesus, maka Yesus akan mengakui kita di hadapan Allah. Akhirnya, hal berikut yang dapat dijadikan sebagai pesan ialah bahwa injil merupakan tantangan bagi kita untuk bersaksi dengan perbuatan, dengan tindakan nyata, martyria. Misalnya berani berkata terus terang mengenai apa yang sudah didengar dari Yesus. Semoga injil hari ini bisa meneguhkan kita dalam menghadapi pelbagai tantangan dan kesulitan hidup ini.

Minggu 24 Juni 2008: Bac: Yes.49:1-6; Kis.13:22-26; Luk.1:57-66.80. Hari ini kita rayakan salah satu tokoh besar dalam Perjanjian Baru, yaitu Yohanes Pembaptis. Tetapi mengapa hari lahir tokoh ini kita rayakan sebagai hari raya dalam tahun liturgis kita? Ada alasan yang kuat dan mendasar sehingga gereja memasukkan hari ini sebagai hari raya (solemnitas). Saya ajukan beberapa alasan berikut. Pertama, karena Yohanes adalah nabi, bahkan nabi besar. Yesus sendiri mengatakan itu (Luk.7:26b-27). Sedemikian besarnya sehingga ia, seperti Yesus, sudah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama (7:27, Yesus mengutip Mal.3:1). Nubuat Perjanjian Lama itu diperkuat dengan ucapan Yesus dalam 7:28a. Jadi, orang ini orang besar. Kedua, karena ia bentara Kristus. Bentara ialah orang yang berjalan mendahului atau di depan orang besar yang memberitahukan kepada semua orang perihal kedatangan orang besar itu. Jadi, Yohanes adalah orang besar, dan orang besar ini mewartakan kedatangan orang besar lain yaitu Yesus. Itu sebabnya dalam injil hari ini kita baca kidung Zakaria. Dalam ay.76 kita baca: “Dan engkau, hai anakku, akan disebut nabi Allah Yang Mahatinggi, karena engkau akan berjalan mendahului Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya.” Sebuah martabat yang luar biasa. Nah, kita sudah dengar bentara yang mempersiapkan jalan. Siap-kah kita menerima dia yang diutus? Siap-kah kita menjadi bentara utusan agung itu kepada dunia dan masyarakat di sekitar?

Minggu 29 Juni 2008: Bac: Kis.12:1-11; 2Tim.4:6-8,17-18; Mat.16:13-19. Hari ini Hari Raya dua tokoh besar gereja purba: Petrus, Paulus, yang dirayakan bersama. Mungkin muncul pertanyaan: mengapa dua orang besar ini dirayakan bersama? Bukankah lebih baik, karena keagungan dan jasa mereka, diberi “jatah” hari khusus untuk masing-masing? Ternyata tidak demikian tradisi gereja Katolik. Salah satu alasan paling dasar ialah karena kedua tokoh ini dianggap menjadi pendasar gereja Roma. Diyakini bahwa kedua tokoh ini pernah hidup di Roma dan mendampingi umat di sana. Diyakini bahwa kedua tokoh ini juga menjadi martir di Roma. Maka diyakini juga bahwa makam kedua tokoh ini ada di Roma. Juni 2008 sampai Juni 2009 ditetapkan Paus Benediktus XVI sebagai tahun Paulus. Gema proklamasi tahun Paulus sudah terdengar sejak setahun lalu. Sekarang gema itu terdengar gencar. Itu sebabnya LBI mengganti bacaan Bulan Kitab Suci Nasional (semula tentang Yakub) dengan bacaan menyangkut Paulus. Dengan perayaan khusus ini kita mau apa? Kita mau timba dan belajar apa dari Paulus? Tentu kita bisa belajar sangat banyak dari Paulus. Tetapi saya mau kembali ke injil: dalam injil kita dengar pengakuan iman Petrus: Engkaulah Mesias atau Kristus. Paulus sudah sampai juga ke pengakuan iman seperti ini. Paulus tidak mewartakan yang lain, selain mewartakan Kristus. Bahkan seluruh hidup Paulus adalah untuk Yesus Kristus, sehingga suatu saat Paulus bisa berkata: bukan lagi aku yang hidup melainkan Kristuslah yang hidup dalam aku. Dalam tahun Paulus ini, kita juga sebagai murid Kristus, ditantang untuk benar-benar hidup dari dan karena Kristus. (EFBE@fransisbm)

Tuesday, April 15, 2008

Dua Dasar, Melintas Batas, Belas Kasih

Sari Firman Minggu Juni 2008 I
Minggu 01 Juni 2008: Bac: Ul.11:18,26-28.32; Rm.3:21-25a.28; Mat.7:21-27. Injil hari ini menyampaikan dua hal besar kepada kita. Pertama, mengenai syarat masuk ke dalam kerajaan Sorga. Kedua, mengenai dua macam dasar. Syarat masuk ke dalam kerajaan sorga, bukan terutama karena orang sering menyerukan nama Tuhan (baca: berdoa, sebab bukankah kita menyerukan nama Tuhan ketika berdoa), melainkan terutama karena orang melakukan kehendak Bapa di sorga. Jadi, ada prioritas perbuatan di atas perkataan. Perkataan saja tidak cukup; harus bermuara pada perbuatan, pada tindakan. Jadi, tidak hanya berkotbah, melainkan melakukan apa yang dikotbahkan. Apa kaitan hal ini dengan pesan kedua yang berbicara tentang dua macam dasar? Kaitannya amat sederhana. Orang yang mendengarkan dan melakukan Firman Allah yang didengarnya, dialah yang punya landasan iman kokoh; di sini diibaratkan dengan orang yang membangun rumah di atas wadas. Sebaliknya, orang yang mendengarkan Firman Allah tetapi tidak melakukannya, dialah yang tidak punya landasan iman kokoh. Ia diibaratkan orang yang membangun rumah di atas pasir. Jadi, tampak di sini prioritas perbuatan di atas perkataan. Mengutip Yakobus: iman tanpa perbuatan adalah hampa, mati. Iman harus tampak dalam perbuatan. Iman adalah perkara perbuatan dan bukan perkara perkataan saja.
Minggu 08 Juni 2008: Bac: Hos.6:3-6; Rm.4:18-25; Mat.9:9-13. Injil memperlihatkan hati Yesus yang berbelas kasih. Ia memanggil Matius agar mengikutiNya. Matius taat begitu saja. Sebagai wujud perubahan itu, diadakan perjamuan, pesta, semacam yubileum di rumah Matius. Yesus menembus batas tabu kesalehan tradisional yang dijaga ketat oleh orang Farisi. Yesus datang berkumpul dan makan bersama (kata companion dalam bahasa Inggris, punya akar kata Latin, cum+panis, artinya roti-bersama, roti komunal) dengan pemungut cukai dan pendosa. Itulah pesan pertama: Yesus memberi teladan bagi kita untuk berani melewati tapal batas tabu-tabu yang dibangun manusia dengan kedok kesalehan, agama, ras, golongan ekonomi, pendidikan, status sosial. Pesan kedua juga menarik: Yesus memprioritaskan tindak belas-kasih melampaui tindakan ritual-kultik, korban dan persembahan. Mengutip para nabi Yesus mengatakan bahwa yang terpenting di mata Allah bukan korban dan persembahan melainkan belas kasih kita kepada sesama. Maka di tempat lain Yesus mengingatkan: Kalau engkau mau mempersembahkan korban dan engkau ingat bahwa ada yang sakit hati kepadamu, tinggalkan dulu korban itu dan pergilah berdamai dulu dengan dia. Jadi, rekonsiliasi dengan sesama, menjadi prasyarat kelayakan orang datang ke hadirat Allah. Hal itu bersifat mutlak dalam pandangan Yesus.
Minggu 15 Juni 2008: Bac: Kel.19:2-6a; Rm.5:6-11; Mat.9:36-10:8. Dalam injil hari ini, ada untaian menarik. Pertama, Yesus melihat orang banyak, yang membuat hatiNya tergerak oleh belas-kasih, misericordia. Mereka itulah yang diibaratkan dengan tuaian yang banyak. Maka butuh penuai. Kedua, Ia memanggil kedua belas rasul untuk menjadi penuai. Ketiga, setelah dipanggil mereka diutus. Itulah untaian logis yang dimaksud. Minggu misi sudah lewat (bulan lalu). Tetapi yang dilukiskan dalam penggal pertama itu ialah ajakan bermisi. Apakah hati kita tidak tergerak untuk bermisi kalau melihat ada banyak “tuaian” di ladang Tuhan? Itulah tantangan pertama bagi kita. Kalau kita merasa dipanggil, sering yang menjadi kendali ialah, merasa tidak mampu. Di hadapan itu injil ini menegaskan bahwa kita dilengkapi kuasa ajaib. Jadi, kita akan dibuat mampu oleh Allah. Bermisi, tidak pernah boleh mengandalkan daya kita sendiri. Setelah kita diberi daya oleh Allah, kita harus rela membagi atau meneruskannya kepada sesama. Itulah yang diimbau dalam penggal ketiga bacaan ini: Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma. Apa saja itu: Ya, semuanya. Bukankah semua yang kita dapat dalam hidup ini adalah rahmat Allah? Rahmat dalam bahasa Latin ialah gratia. Kata gratia itu erat terkait dengan kata gratis, artinya cuma-cuma. Dalam Latin ada pepatah klasik yang sangat indah: gratia gratis data. Rahmat yang diberikan secara cuma-cuma.

Trinitas, Tubuh dan Darah Yesus, Hati Kudus Yesus

Sari Firman Minggu Mei 2008 II
Minggu 18 Mei 2008: Bac: Kel.34:4b-6,8-9; 2Kor.13:11-13; Yoh.3:16-18. Minggu lalu kita rayakan Pentakosta. Hari ini kita rayakan Tritunggal Mahakudus Tuhan Mahaesa. Hari ini kita rayakan puncak wahyu, yang bermula dari wahyu alam dalam ciptaan, kemudian dalam wahyu pokok atau wahyu puncak dalam inkarnasi, dalam Yesus Kristus, dan akhirnya ke wahyu karya Roh Kudus dalam sejarah keselamatan. Itu sebabnya, hari raya ini baru bisa dirayakan sesudah semua misteri lain dirayakan. Tetapi kalau kita baca Injil, yang amat singkat, kita bertanya, di mana misteri Tritunggal itu disingkapkan? Sebab tiga ayat itu hanya menyinggung dua pribadi Trinitas, Bapa dan Putera. Saya mau menjawab hal ini dengan dua cara: pertama, kita harus membaca teks singkat ini dalam konteks dekatnya yaitu ayat 1-21. Kalau kita baca dalam konteks itu, kita temukan singgungan akan Roh. Kedua, kalau kita tidak mau repot membaca ayat panjang 1-21, mari kita memusatkan perhatian pada teks ini. Dikatakan: karena begitu besar kasih Allah. Allah adalah kasih. Itulah yang menggerakkan Allah mengutus Puteranya ke dunia untuk menyelamatkan. Sejak dini, gereja yakin bahwa kasih itu ialah daya Roh Kudus. Itu sebabnya, dalam salah satu madah pentakosta, Roh Kudus disebut sebagai Roh cinta Bapa dan Putera. Jadi, dengan melihat tiga ayat ini saja, kita melihat Tritunggal, wahyu Trinitas nan dinamis, yang penuh cinta, yang menghidupkan, menyelamatkan. Itu makna misteri Trinitas bagi kita. Jadi, tidak berhenti pada perkara hitung-hitungan matematik.
Minggu 25 Mei 2008: Bac: Ul.8:2-3,14b-16a; 1Kor.10:16-17; Yoh.6:51-58. Hari Minggu ini kita rayakan satu hari raya lagi, yaitu HR Tubuh dan Darah Kristus. Di beberapa tempat di Eropa dan Amerika Latin, dan Filipina, ada kebiasaan untuk merayakan hari ini dengan sangat meriah, dengan melakukan perarakan sakramen Mahakudus di jalanan. Kalau pada Kamis Putih, sakramen mahakudus itu diarak di dalam gereja atau di sekitar gereja saja, maka pada hari ini, sakramen itu diarak ke tempat yang lebih luas. Mungkin di tempat kita agak sulit melakukan hal itu. Tidak apa-apa. Tetapi maknanya ialah, agar orang semakin sadar bahwa seluruh hidup kita sesungguhnya diatur dan dimaknai di sekeliling misteri Ekaristi Mahakudus ini. Inti misteri Ekaristi mahakudus ialah persatuan mesra kita dengan Yesus. Yohanes dalam injil hari ini melukiskan misteri persatuan mesra itu dengan memakai kosa kata yang sangat kuat: makan dagingku dan minum darahku. Kalau ini dilakukan, maka Ia di dalam aku, dan Aku di dalam dia. Bagi saya, persatuan mana lagi yang lebih dalam dan lebih intens dari itu? Banyak sekali orang saleh dan mistikus dalam sejarah gereja yang terhanyut dalam persatuan kasih mesra ini dengan Yesus Kristus, lalu mereka tenggelam dan terhanyut dalam daya pesona mistik yang teramat gaib. Mudah-mudahan kita juga bisa sampai ke sana. Syaratnya hanya satu: Rajin dan tekun menghadiri Ekaristi.
Jum’at 30 Mei 2008: Bac: Ul.7:6-11; 1Yoh.4:7-16; Mat.11:25-30. Ini salah satu HR yang amat saya sukai. Bahkan tradisi liturgi gereja Katolik berhasil mengembangkan satu praksis devosi yang sangat kuat akan hati kudus ini. Ada banyak sekali lukisan yang indah yang diilhami oleh misteri hati kudus ini. Ada banyak juga puisi dan syair lagu yang indah-indah yang diilhami oleh misteri ini. Itu sebabnya, kalau dalam komuni, saya lebih suka menyanyi, apalagi kalau koornya bagus, untuk merayakan persatuan jiwaku dengan sang Junjunganku. Sebab puisi-puisi dan syair lagu itu memang diciptakan untuk membantu penghayatan, penyuburan dan pendalaman iman kita. Teks injil yang kita baca hari ini diambil dari Mateus. Di sini Yesus menawarkan hatinya yang lemah lembut dan rendah hati, yang dapat menjadi pelabuhan dan suaka jiwa yang aman. Tempat orang bisa beristirahat dengan tenang. Saya ingat akan beberapa judul lagu yang saya hafal sejak masih sangat kecil yang diajarkan ibuku: Ya hati Yesus Raja cinta; Hatimu ibarat danau. Hati Yesus yang bernyala. Semuanya menjadi nostalgia iman yang indah akan Hati-Nya. (EFBE@fransisbm).

Thursday, March 13, 2008

Sari Firman Minggu Mei 2008 I

Kamis 01 Mei 2008: Bac: Kis.1:1-11; Ef.1:17-23; Mat.28:16-20. Kalau disimak baik-baik teks ini tidak cocok dibacakan pada Hari Raya Kenaikan, sebab Mateus tidak melukiskan kenaikan seperti dalam Lukas-Kisah dan Markus. Injil melukiskan ketaatan para Murid untuk pergi ke Galilea sebagaimana ditunjukkan Yesus dalam penampakan pasca kebangkitan. Tetapi bukit/gunung adalah tempat teofani. Jadi, Yesus sudah berada dalam kemuliaanNya. Itu sebabnya ketika para murid melihat Dia, mereka menyembah-Nya (walau ada teks sulit di sini, yaitu ada yang ragu; Mateus tidak menjelaskan siapa mereka). Itu sebabnya juga Yesus menyingkapkan kemuliaanNya di atas gunung. Dalam otoritas itulah Yesus mengeluarkan sebuah perintah agung yang sangat terkenal dalam sejarah dan teologi misi yang disebut Grand Mission. Isinya ada beberapa hal: Pertama, Ia menyuruh mereka untuk menjadikan segala bangsa muridNya. Kedua, Ia menyuruh mereka untuk membaptis dalam Trinitas. Ketiga, Ia meminta mereka untuk menjadikan para bangsa taat pada perintahNya. Tentu ini tugas berat, yang membuat hati ciut. Tetapi, Yesus menjamin dan memastikan bahwa Ia menyertai mereka sampai akhir jaman.
Minggu 04 Mei 2008: Bac: Kis.1:12-14; 1Ptr.4:13-16; Yoh.17:1-11a. Dalam Injil ini kita mendengar Doa Imam Agung untuk muridNya. Isi doa ini rumit dan sulit. Ada banyak tema teologis yang berat disebut di sana. Mula-mula Yesus meminta agar Bapa mempermuliakan anakNya dengan memberiNya kuasa. Atas dasar itu Yesus memberi hidup kekal kepada para murid. Inti hidup kekal itu ada dua: mengenal Engkau dan mengenal Yesus Kristus, sang utusan. Sebagai utusan Yesus telah melaksanakan tugasNya di dunia. Penggal pertama teks ini diakhiri dengan teks agung yang sulit (ay.5) yang mengingatkan akan pra-eksistensi Yesus. Selanjutnya injil menjelaskan detail misteri relasi Bapa dan Putera: Putera menyatakan nama Bapa, Yesus diutus Bapa, Bapa menyerahkan para murid kepada Putera, dan Putera mendidik mereka untuk taat, percaya dan hidup dalam kasih. Untuk mereka inilah Yesus, imam agung, berdoa, karena mereka masih ada di dunia, agar mereka selamat dari dunia. Yesus meminta agar Bapa sudi memelihara mereka. Tujuannya ialah agar mereka bersatu sama seperti Bapa dan Putera satu: Ut Omnes unum sint, sicut Tu Pater in Me, et Ego in Te.
Minggu 11 Mei 2008: Bac: Kis.2:1-11; 1Kor.12:3b-7,12-13; Yoh.20:19-23. Aneh bahwa injil hari ini justeru berbicara tentang penampakan Yesus pasca kebangkitan. Hanya dalam bacaan pertama kita diingatkan akan pentakosta. Tetapi jangan bingung. Karena dalam injil kita lihat ada penghembusan Roh Kudus. Itulah Pentakosta. Lewat penghembusan itu, Roh Kudus turun ke atas para Rasul, sama seperti yang dilukiskan dalam Kisah. Dalam renungan lain sebelum ini, saya telah menyinggung mengenai salam Damai Sejahtera Yesus yang paradoksal itu. Sekarang saya mau menyoroti pengutusan Murid. Setelah diberi Damai Sejahtera, murid diutus; dan pengutusan (misi) para murid itu meniru pengutusan Putera oleh Bapa. Untuk apa mereka diutus? Untuk mewartakan Damai Sejahtera. Untuk itu mereka diberi kekuatan Roh Kudus. Dengan itu, para murid diberi kuasa pengampunan dosa. Inilah salah satu dasar biblis praksis pengampunan dosa dalam Gereja Katolik. Tentu para murid diberi kuasa untuk mengampuni dan tidak mengampuni. Tetapi mengingat contoh yang diberikan Yesus, yang membawa damai sejahtera, kendati sengsara dan maut, mereka juga ditantang untuk menjadi rasul damai sejahtera, rasul rekonsiliasi, sebab kata Paulus kita sudah diberi kepercayaan untuk melaksanakan ministry of reconciliation, pelayanan pendamaian. (EFBE@fransisbm).
Sari Firman Minggu April 2008 II

Minggu 20 April 2008: Bac: Kis.6:1-7; 1Ptr.2:4-9; Yoh.14:1-12. Isi injil hari ialah penghiburan agar para murid jangan gelisah melainkan percaya. Penghiburan ini perlu karena sebentar lagi Yesus akan pergi ke rumah Bapa (ay.1). Dilukiskan di sini dalam bahasa metafor perihal dimensi keluasan kasih Bapa (ay 2). Isi hiburan itu ialah bahwa Yesus memastikan dan menjamin keluasan kasih Allah sehingga bisa ada "tempat" untuk semua. Yesus pergi ke rumah Bapa bukan untuk tinggal enak-enak sendiri di sana, melainkan Ia akan datang kembali dan membawa para murid kepada Bapa (ay.3-4). Sesudah itu dialog berlangsung semakin berat dan memadat karena menyangkut salah teks penting dalam injil Yohanes, yaitu perwahyuan diri Yesus sebagai tiga-V: Ego sum Via, Vita, et Veritas (ay.6). Dalam peran seperti itu, Yesus menyatakan diri sebagai jalan kepada Bapa. Di akhir ayat 6 dilukiskan misteri relasi kesatuan Yesus dan Bapa. Hal itu masih muncul lagi dengan rumusan lain dalam ay 9, tetapi juga menegaskan misteri relasi kesatuan Yesus dan Bapa. Kalau dalam ayat 6 dipakai kata mengenal, maka dalam ayat 9 dipakai kata melihat. Misteri relasi kesatuan itu dipertegas lagi dalam ayat 10, di mana Yesus menegaskan bahwa diriNnya satu dengan Bapa. Dan yang perlu dalam konteks relasi itu bagi para murid ialah sikap percaya, yaitu percaya akan karya-karya Allah dalam diri Yesus Kristus (ay.10). Kalau orang percaya, maka ada efeknya yaitu berupa mukjizat kemampuan melakukan karya-karya agung juga. Mudah-mudahan dengan bantuan injil Yohanes kita bisa sampai ke pemahaman seperti itu.
Minggu 27 April 2008: Bac: Kis.8:5-8,14-17; 1Ptr.3:15-18; Yoh.14:15-21. Judul injil kita hari ini ialah "Yesus menjanjikan Penghibur." Ada apa? Itu karena Yesus akan pergi. Mula-mula penginjil melukiskan konsekwensi relasi kasih: bahwa konsekwensi relasi kasih ialah ketaatan (ay15). Memang dalam konteks relasi kasih, orang sulit menolak permintaan dan perintah dari yang dikasihi. Dalam aura kasih, orang menjadi serba rela sedia, dan taat. Sulit dibayangkan sikap atau perilaku lain dalam konteks relasi kasih itu. Siapa penghibur yang dijanjikan itu? Di sini disebutkan dua nama: Penolong yang lain dan Roh Kebenaran. Tugasnya ialah menyertai kamu dan diam dalam kamu (ay.16.17). Di sini muncul salah satu tema kontras dalam Yohanes, yaitu dunia yang tidak mengenal dan karena itu tidak dapat menerima Roh. Kalau Roh Kebenaran atau Penolong yang lain itu datang, itu berarti kita tidak ditinggalkan yatim piatu ketika Yesus pergi kepada Bapa (ay.18). Perhatikan baik-baik: Yesus pergi kepada Bapa, lalu mengutus Penolong. Hasilnya? Tinggal sesaat lagi para murid akan mengalami misteri relasi dan partisipasi dalam kasih Bapa dan Yesus Kristus (ay.20). Dalam ayat 21 kita temukan lagi tema seperti dalam ayat 15 tadi, yaitu bahwa ketaatan adalah konsekwensi relasi kasih. Dalam konteks relasi kasih yang bermuara pada ketaatan itu, para murid akan dikasihi Bapa, kalau mereka mengasihi Yesus. Yesus akan menyatakan diri kepada orang yang mengasihi Dia. Karena dalam injil hari ini kita dengar kata yatim-piatu, maka saya teringat akan syair liturgi persiapan pentakosta. Syairnya sangat indah, sayang dalam tulisan ini saya tidak bisa menampilkan keindahan melodi gregoriannya: O Rex Gloriae, Dominus virtutum, qui triumphator hodie super omnes caelos ascendisti, ne derelinquas nos orphanos: sed mitte promissum Patris in nos, Spiritum veritatis, alleluia. (O Raja Mulia, Tuhan yang mahakuasa, yang menang dan hari ini naik ke atas segala langit, tetapi jangan tinggalkan kami yatim-piatu: melainkan sudilah mengirim apa yang dijanjikan Bapa kepada kami, yaitu Roh kebenaran, alleluia). (EFBE@fransisbm).

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...