Saturday, May 10, 2008

Hikmat orang kecil, Tanah yang Baik

oleh: Fransiskus Borgias M (EFBE@fransisbm)

Sari Firman Minggu Juli 2008 I
Minggu 06 Juli 2008: Bac: Za.9:9-10; Rm.8:9,11-13; Mat.11:25-30. Injil mau ajukan tiga hal penting berikut ini. Pertama, mengenai doa ucapan syukur (jadi, ini eucharistia) Yesus serta alasannya. Yesus mengucap syukur kepada Bapa di surga, karena sebuah paradoks dalam pengetahuan, pengenalan, dan hikmat. Hanya kepada orang kecil saja Bapa di surga berkenan menyampaikan banyak ajaran yang sampai saat ini telah Yesus ajarkan. Semuanya itu tertutup dari mata orang bijak dan pandai. Tersirat sebuah syarat untuk mengenal hikmat Allah, yaitu menjadi rendah hati seperti orang kecil. Saya kira hal itu wajar saja, sebab secara alami air mengalir ke tempat rendah, dan tidak pernah mengalir ke tempat lebih tinggi, kecuali memakai teknologi canggih. Kedua, ialah mengenai pengenalan akan Bapa dan Anak. Kita perhatikan baik-baik pengenalan ini. Saya kutip bagian akhir: “....tidak seorang pun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.” Siapa kelompok terakhir yang disinggung di sini? Para murid. Apakah kita juga termasuk di dalamnya? Semoga. Artinya, Anak juga berkenan menyatakan Bapa itu kepada kita. Ketiga, ajakan Yesus untuk datang kepada-Nya. Kalimat ini sangat indah dan terkenal, sangat menyentuh perasaan devosional saya: Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat. Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Semoga kita siap sedia untuk menanggapi ajakan Yesus, untuk datang kepada Dia sang Hati Mahakasih, seperti dikatakan sebuah lagu Hati Kudus Yesus: Ya Hati Yesus Raja Cinta.

Minggu 13 Juli 2008: Bac: Yes.55:10-11; Rm.8:18-23; Mat.13:1-23. Injil ini cukup panjang tetapi akrab di telinga kita. Kita mendengarnya sejak kanak-kanak, karena ini termasuk kisah yang gampang dimengerti dan mudah menarik perhatian. Walau panjang, tetapi pembagian teks ini mudah. Di sini ada tiga bagian: pertama, kisah Yesus tentang penabur (ay.1-9). Kedua, reaksi para murid mendengar kisah penabur (ay.10-17). Ketiga, penjelasan atau tafsir mengenai makna perumpamaan penabur (ay.18-23). Yang penting untuk didalami lebih lanjut ialah bagian pertama (perumpamaan) dan ketiga (tafsir). Ada empat jenis tempat yang ditabur si penabur. Pertama, pinggir jalan, yang melambangkan orang yang tidak berusaha mengerti firman Allah yang didengarnya. Yaitu orang yang mendengar sambil lalu, tidak menyimak dengan sungguh, masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Maka benih tidak tumbuh, tidak menghasilkan apa-apa. Kedua, tanah berbatu, yang melambangkan sikap orang yang angat-angat tahi ayam: semula menerima dengan antusiasme tetapi tidak berakar dalam hati, sehingga firman itu tidak bisa berakar dalam hatinya. Karena itu, ia tidak dapat bertumbuh dengan baik dan akhirnya mati begitu ada tantangan. Ketiga, di tengah semak berduri, yang melambangkan orang yang memang mendengar firman, tetapi firman itu tidak berdampak apa-apa dalam hidup dan hatinya, karena hatinya disibukkan oleh pelbagai kesibukan dan kecemasan dunia. Padahal kecemasan kita tidak menambah apa-apa bagi hidup kita. Keempat, tanah yang baik, yang melambangkan orang yang mendengarkan firman Allah dengan baik dan memahaminya, sehingga firman itu bisa berbuah, baik dalam diri dia sendiri, maupun dalam diri orang lain. Kita tahu, tanah yang baik bisa menghasilkan panen yang baik. Semoga kita semua ada dalam kategori keempat ini. Catatan kecil untuk tafsir. Dalam ilmu tafsir, alegori pernah merajai pemahaman dan penafsiran Kitab Suci, walau dewasa ini hal itu tidak populer lagi. Tetapi satu hal perlu dicatat bahwa alegori merupakan salah satu tafsir yang sudah ada dalam kitab suci itu sendiri. Salah satu buktinya ialah teks yang kita ini. Maka kita jangan membuang tafsir alegori seperti ini, karena Yesus sendiri memakainya. (EFBE@fransisbm).

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...