Oleh: Fransiskus Borgias
Tanpa tambahan kitab Ester, maka
kitab Ester adalah sebuah kitab yang mengandung cerita duniawi yang biasa-biasa
saja. Mengapa demikian? Itu karena Kitab Ester adalah satu-satunya kitab dalam
Kitab Suci yang tidak pernah menyebut nama Allah. Memang terasa sangat aneh dan
juga luar biasa bahwa Kitab Suci mempunyai satu kitab yang tidak pernah menyebut
nama Allah. Mungkin itu sebabnya ada orang yang berinisiatif untuk menyisipkan
beberapa tambahan di sana-sini ke dalam kitab tersebut. Mungkin para inisiator
ini merasa terganggu dengan fakta tadi. Mungkin ada pihak yang tidak mau
memasukkan kitab itu ke daftar kanon, dengan alasan bahwa kitab itu tidak
pernah menyebut nama Allah. Untuk menyelamatkan kitab ini, agar lolos masuk kanon, ditambahkanlah
beberapa tambahan ataupun sisipan ke dalam kitab itu. Itulah
yang kemudian dikenal dengan istilah tambahan kitab Ester. Di
dalam sisipan itulah ada nama Allah disebut. Dengan cara itu maka kitab ini pun
lalu berciri rohani, berbau keagamaan.
Dengan sisipan ini maka tidak
tepat lagi untuk mengatakan bahwa dalam kitab Ester tidak ada nama Allah. Sebab
nama itu dengan sangat mudah ditemukan di dalam sisipan tersebut. Sisipan
itu, bersama beberapa kumpulan lain, dikenal dengan sebutan, Deuterokanonika.
Bagi orang Katolik hal ini sah dan utuh.
Pertanyaannya sekarang ialah
apakah dalam sifat profan seperti yang disinggung di atas tadi, di dalam kitab
Ester memang sama sekali tidak ada singgungan tentang Allah ataupun kehadiran
Allah? Menurut saya tidak demikian. Kalau kita membaca dengan teliti kitab
Ester tanpa tambahan tadi, paling tidak ada satu tempat dalam kitab Ester di
mana kita dapat merasakan bahwa Allah disinggung di situ walaupun secara sangat
implisit dan serba sangat tersirat. Kiranya di dalam teks Est 4:14, ada
singgungan yang bersifat implisit seperti itu akan Allah. Dalam teks itu
rasanya saat membacanya kita mau tidak mau terpikir tentang Allah, walaupun
kehadiran itu serba tersamar. Teks itu berbunyi sebagai berikut di dalam
terjemahan yang kita miliki: “Sebab sekalipun engkau pada saat ini berdiam diri
saja, bagi orang Yahudi akan timbul juga pertolongan dan kelepasan dari pihak
lain.”
Menurut pembacaan saya di sini penulis
teks Ester menyiratkan bahwa di balik apa yang terjadi sebenarnya Allah yang giat
bekerja. Bagaimana pun juga kisah yang ada dalam kitab Ester adalah sebuah
kisah pembebasan agung umat Allah dari ancaman genosida yang mengerikan. Jadi,
umat pilihan Allah terancam eksistensinya dari muka bumi. Tetapi, anehnya, kok
Allah sepertinya tidak hadir di sana, seperti tidak mau turut campur tangan di
dalam masalah tersebut. Jangankan hadir; disebut saja pun tidak ada. Hal ini
pada gilirannya menimbulkan sebuah tanda tanya besar. Mengapa Allah seperti
itu? Salah satu cara penjelasan ialah bahwa kisah Ester ini
adalah kisah Eksodus baru. Dalam kisah exodus lama, yaitu peristiwa keluaran
dari perbudakan Mesir, Musa adalah tokohnya. Sedangkan dalam kisah Eksodus baru,
yaitu kisah pembebasan dan penyelamatan dari upaya genosida sistematis yang
dirancangkan oleh para lawan Israel, Ester adalah tokohnya. Dalam kisah Eksodus
lama (kisah keluaran asali) Allah tampak sangat kentara.
Allah dirasakan sungguh-sungguh hadir. Ia hadir di dalam penampakan dan
manifestasinya, dalam kekuatan-kekuatan dahsyat yang luar biasa.
Mungkin hal itu disebabkan karena
kiranya para penulis kitab Ester berpikir bahwa tampaknya Allah tidak akan
melakukan lagi hal-hal seperti itu dulu dalam konteks dunia sekarang dan di
sini. Kiranya apa yang dialamisi penulis kitab Ester seperti yang kita saat ini
alami saat membaca kisah Keluaran yang dahsyat itu, di mana ada tiang-tiang
awan dan api, awan-awan, dan Laut Merah yang terbelah. Hemmm…. Luar biasa. Ajaib.
Walau dalam alam secular ini rasanya Allah seperti tidak
hadir, tetapi apakah memang benar bahwa Allah tidak bekerja. Rasanya tidak.
Allah bekerja dalam senyap. Ester melakukan hal yang berani dan benar. Ester
berani mengambil risiko. Ternyata berhasil. Sukses. Itu terjadi karena
semua seperti berjalan lancar dan semesta mendukung. Dalam Ester, Allah bekerja
secara awanama, dalam diam, dalam satu dunia di mana Dia tidak kentara ikut
campur tangan. Perbuatan Ester yang berani dan penuh percaya itu, berkenan pada
Allah dan Allah menerimanya. Bahkan Allah membuat kesukarannya melebihi
apa yang diduga dan diharapkan Ester. Mungkin kalau Ester sendiri yang bekerja
maka ia hanya dapat 30 sampai dengan 50 poin saja.
Tetapi karena Allah ikut campur tangan diam-diam maka hasilnya 100. Itulah peran
pentingnya iman (percaya). Iman adalah bentuk perlindungan lain dari hubris
dan utopianisme. Di sini apa yang bisa kita buat itu penting sekali. Tetapi akhirnya
kira harus membiarkan Allah bertindak menurut kehendakNya sendiri yang tidak
selalu dapat dipahami tetapi hasilnya pasti sangat maksimal.
Tetapi Ester dalam perspektif
sebagai orang Katolik, saya harus memberi catatan tambahan yaitu bahwa yang
disebut kitab Ester dalam tradisi Katolik tidak hanya kitab Ester saja. Ada tambahan
kitab Ester. Dalam kitab tambahan Ester itulah kita bisa menemukan nama Tuhan. Dengan
tambahan kitab Ester, maka kitab Ester menjadi berciri religius, walaupun
religiositas itu tidak harus dikaitkan dengan penyebutan nama Tuhan secara
eksplisit. Tetapi nama adalah kehadiran. Kehadiran tanpa nama lalu menjadi
sulit untuk memahami dan merasakan kehadiran itu.
Kiranya itulah yang menyebabkan editor
kitab Ester menambahkan tambahan kitab Ester. Dalam
tambahan itu kita menemukan nama Tuhan, sebab mereka yakin dan berpandangan
bahwa nama adalah kehadiran. Nama itu bukan hanya sekadar sebuah label, sekadar
sebuah kata kosong, melainkan sebuah kehadiran. Untuk
menandakan kehadiran dan aktifitas itulah maka nama untuk sang mahatinggi biasanya
mengambil kata kerja atau selalu berupa sebuah konstruksi kalimat. Begitulah misalnya
YHWH antara lain diartikan sebagai Akulah yang Aku ada. Saya
selalu memahami konstruksi ini sebagai sesuatu yang menandakan kehadiran dan
kehadiran bagi saya selalu berarti kehadiran yang aktif dalam tindakan, dalam
perbuatan, dalam karya.
Fenomena seperti itu ada juga
dalam pelbagai Bahasa dan tradisi keagamaan lain. Saya mengambil contoh
tambahan sebagai bukti petunjuk misalnya dalam tradisi keagamaan asli
Manggarai, sang realitas mahatinggi itu disebut dengan beberapa kata kerja yang
menunjukkan aktifitas: Jari-agu-Dedek, Jiri-agu-Wowo. Masing-masingnya berarti Yang
Menjadikan Yang Menciptakan (Membuat), Yang Mengadakan dan Yang Menuang. Jadi,
nama itu adalah aktifitas, dan aktifitas itu itu mencirikan kehadiran.
Akhirnya, kembali lagi ke kitab
Ester. Memang seperti telah dikatakan bahwa tanpa penyebutan nama Tuhan secara
eksplisit pun kehadiran Tuhan pasti diandaikan ada dalam kitab itu. Tetapi
kehadiran itu menjadi semakin jelas dan nyata dengan adanya tambahan kitab
Ester sebab dalam bagian tambahan itulah nama Tuhan itu disebut dengan jelas.
Mungkin perlu juga saya tambahkan bahwa biasanya tambahan-tambahan itu
disisipkan di tempat di mana orang merasa bahwa ada sebuah misteri kekuatan
ajaib yang aktif bekerja di sana. Nah tambahan kitab Ester membuat intuisi itu
menjadi lebih jelas dan nyata dengan memberinya sebuah nama yang menandai
kehadiran dan aktifitas.
Penulis: Dosen teologi Biblika
pada Fakultas Filsafat UNPAR Bandung. Ketua Sekolah Kitab Suci St.Hieronimus,
Keuskupan Bandung.