Saturday, May 10, 2008

Allah itu Alpha dan Omega

Mengapresiasi dan Mendalami Mazmur 20
oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)

Judul Mazmur ini dalam Alkitab kita ialah “Doa mohon kemenangan bagi raja.” Dalam Mazmur ini memang tersimpan satu keyakinan yang mendasar dari kaum beriman bahwa Tuhan adalah tempat berlabuh semua doa, harapan, dan pemohonan manusia. Itulah sebabnya si pemazmur sangat berharap pada Allah. Harapan itu tampak dari pemakaian kata atau ungkapan “kiranya,” yang dalam terjemahan kita ini dipakai sebanyak tujuh kali; kata itu bisa juga diartikan sebagai “semoga,” yang juga mengandung atau mengungkapkan harapan.

Tampak bahwa pemazmur ini, dalam pelbagai pengalaman negatif hidupnya di dunia ini, sangat tergantung pada Allah semata-mata; ia tidak mengandalkan siapa-siapa atau apa-apa yang lain selain Allah. Pengalaman negatif itu misalnya, pengalaman kesesakan. Kesesakan itu artinya ialah keadaan sulit dalam hidup ini, keadaan terhimpit, entah secara politik, atau secara ekonomis (kesulitan uang, kesulitan makanan, kesulitan pangan, dan kesulitan papan), atau juga secara sosial-psikologis (kesulitan dalam hal relasi sosial dan personal). Kalau kita baca dengan teliti, maka mazmur ini berstruktur seperti ini: memohon-keyakinan-memohon, dengan cakupan dan batas-batas ayat sbb untuk masing-masing penggalan: 2-6, 7-9, 10.

Si pemazmur ini mulai dengan rangkaian permohonan (2-6). Doa permohonan ini dilambungkan si pemazmur dalam konteks pengalaman iman positif akan Allah, dari konteks praksis imannya di masa silam. Dalam ayat 7 kita bisa merasakan adanya suatu loncatan. Sebab di sini si pemazmur mulai beralih dari permohonan ke suatu perasaan yakin. Perasaan yakin dan optimisme ini dilandaskan pada rangkaian pengalaman selama ini bahwa apa saja yang ia mohon dari Allah pasti dikabulkan. Ini semua terjadi karena ia mengandalkan Allah; hal itu sangat berbeda dari orang-orang lain di sekitarnya, terutama para lawan atau musuhnya, yang mengandalkan kekuatan-kekuatan duniawi.

Ayat 8 memperlihatkan sebuah kontras sikap yang sangat tajam antara kita dan mereka. Dikatakan bahwa mereka itu mengandalkan kuta dan kereta. Hal ini membuat kita teringat akan drama exodus dari Mesir, di mana orang-orang Israel dikejar dengan kereta kuda oleh pasukan Mesir, sementara orang Israel hanya berkaki dan terhimpit karena berada di tepi laut Merah. Tetapi apa yang terjadi, kuda dan kereta itu tenggelam. Sedangkan kita hanya mengandalkan Allah. Ini juga membuat kita teringat akan peristiwa yang sama. Ketika sudah terjepit, mereka hanya pasrah. Dikatakan bahwa mereka tenang, dan membiarkan Tuhan bertindak dengan tangan kananNya. Dan terjadilah bahwa tangan kanan Tuhan memperlihatkan kekuatan, dan menuntun mereka. Hasil dari sikap percaya ini ada atau dilukiskan dalam ayat 9, yang juga kontras: mereka jatuh, kita tetap berdiri.

Atas dasar pengalaman dan keyakinan historis-teologis ini, maka dalam ayat 10 Mazmur ini lagi-lagi ditutup dengan sebuah permohonan. Kalau diungkapkan secara teknis dalam bahasa teologis maka dapat dirumuskan demikian: Dari dan berdasarkan Allah sejarah, orang mengimani Allah masa depan. Dengan itu maka iman bisa menjadi hidup, dinamis, bergerak terus menerus dalam sebuah ziarah ke masa depan, ke eskatologi, ke akhir jaman (seperti dilukiskan dalam credo kita). Saya kira itulah beberapa pesan yang mendasar dari Mazmur ini bagi kita, tentu sejauh yang dapat saya timba. Semoga dapat membantu anda membaca dan mendalami mazmur ini secara pribadi. (EFBE@fransisbm)

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...