Tuesday, April 15, 2008

Dua Dasar, Melintas Batas, Belas Kasih

Sari Firman Minggu Juni 2008 I
Minggu 01 Juni 2008: Bac: Ul.11:18,26-28.32; Rm.3:21-25a.28; Mat.7:21-27. Injil hari ini menyampaikan dua hal besar kepada kita. Pertama, mengenai syarat masuk ke dalam kerajaan Sorga. Kedua, mengenai dua macam dasar. Syarat masuk ke dalam kerajaan sorga, bukan terutama karena orang sering menyerukan nama Tuhan (baca: berdoa, sebab bukankah kita menyerukan nama Tuhan ketika berdoa), melainkan terutama karena orang melakukan kehendak Bapa di sorga. Jadi, ada prioritas perbuatan di atas perkataan. Perkataan saja tidak cukup; harus bermuara pada perbuatan, pada tindakan. Jadi, tidak hanya berkotbah, melainkan melakukan apa yang dikotbahkan. Apa kaitan hal ini dengan pesan kedua yang berbicara tentang dua macam dasar? Kaitannya amat sederhana. Orang yang mendengarkan dan melakukan Firman Allah yang didengarnya, dialah yang punya landasan iman kokoh; di sini diibaratkan dengan orang yang membangun rumah di atas wadas. Sebaliknya, orang yang mendengarkan Firman Allah tetapi tidak melakukannya, dialah yang tidak punya landasan iman kokoh. Ia diibaratkan orang yang membangun rumah di atas pasir. Jadi, tampak di sini prioritas perbuatan di atas perkataan. Mengutip Yakobus: iman tanpa perbuatan adalah hampa, mati. Iman harus tampak dalam perbuatan. Iman adalah perkara perbuatan dan bukan perkara perkataan saja.
Minggu 08 Juni 2008: Bac: Hos.6:3-6; Rm.4:18-25; Mat.9:9-13. Injil memperlihatkan hati Yesus yang berbelas kasih. Ia memanggil Matius agar mengikutiNya. Matius taat begitu saja. Sebagai wujud perubahan itu, diadakan perjamuan, pesta, semacam yubileum di rumah Matius. Yesus menembus batas tabu kesalehan tradisional yang dijaga ketat oleh orang Farisi. Yesus datang berkumpul dan makan bersama (kata companion dalam bahasa Inggris, punya akar kata Latin, cum+panis, artinya roti-bersama, roti komunal) dengan pemungut cukai dan pendosa. Itulah pesan pertama: Yesus memberi teladan bagi kita untuk berani melewati tapal batas tabu-tabu yang dibangun manusia dengan kedok kesalehan, agama, ras, golongan ekonomi, pendidikan, status sosial. Pesan kedua juga menarik: Yesus memprioritaskan tindak belas-kasih melampaui tindakan ritual-kultik, korban dan persembahan. Mengutip para nabi Yesus mengatakan bahwa yang terpenting di mata Allah bukan korban dan persembahan melainkan belas kasih kita kepada sesama. Maka di tempat lain Yesus mengingatkan: Kalau engkau mau mempersembahkan korban dan engkau ingat bahwa ada yang sakit hati kepadamu, tinggalkan dulu korban itu dan pergilah berdamai dulu dengan dia. Jadi, rekonsiliasi dengan sesama, menjadi prasyarat kelayakan orang datang ke hadirat Allah. Hal itu bersifat mutlak dalam pandangan Yesus.
Minggu 15 Juni 2008: Bac: Kel.19:2-6a; Rm.5:6-11; Mat.9:36-10:8. Dalam injil hari ini, ada untaian menarik. Pertama, Yesus melihat orang banyak, yang membuat hatiNya tergerak oleh belas-kasih, misericordia. Mereka itulah yang diibaratkan dengan tuaian yang banyak. Maka butuh penuai. Kedua, Ia memanggil kedua belas rasul untuk menjadi penuai. Ketiga, setelah dipanggil mereka diutus. Itulah untaian logis yang dimaksud. Minggu misi sudah lewat (bulan lalu). Tetapi yang dilukiskan dalam penggal pertama itu ialah ajakan bermisi. Apakah hati kita tidak tergerak untuk bermisi kalau melihat ada banyak “tuaian” di ladang Tuhan? Itulah tantangan pertama bagi kita. Kalau kita merasa dipanggil, sering yang menjadi kendali ialah, merasa tidak mampu. Di hadapan itu injil ini menegaskan bahwa kita dilengkapi kuasa ajaib. Jadi, kita akan dibuat mampu oleh Allah. Bermisi, tidak pernah boleh mengandalkan daya kita sendiri. Setelah kita diberi daya oleh Allah, kita harus rela membagi atau meneruskannya kepada sesama. Itulah yang diimbau dalam penggal ketiga bacaan ini: Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma. Apa saja itu: Ya, semuanya. Bukankah semua yang kita dapat dalam hidup ini adalah rahmat Allah? Rahmat dalam bahasa Latin ialah gratia. Kata gratia itu erat terkait dengan kata gratis, artinya cuma-cuma. Dalam Latin ada pepatah klasik yang sangat indah: gratia gratis data. Rahmat yang diberikan secara cuma-cuma.

1 comment:

Postinus Gulö said...

Pak Frans, saya Postinus Gulo. Saya senang membaca tulisan-tulisan bapak. Banyak inspirasi yang saya timba. Terima kasih.

Saya juga punya blog:
1. www.filsafat-pendidikan.blogspot.com
2. www.postinus.wordpress.com
3. www.mandrehe.wordpress.com

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...