Wednesday, December 6, 2017

MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 144

>Oleh: Fransiskus Borgias M.


Seluruh hidup manusia seharusnya merupakan untaian ucapan syukur, eucharistia, kepada Tuhan karena Ia sudah menganugerahkan banyak rahmat dan kasih karunia kepada kita. Salah satu rahmat paling mendasar ialah rahmat kehidupan itu sendiri. Tuhanlah yang memberi kehidupan kepada kita. Tuhanlah yang menyelenggarakan hidup kita. Tuhanlah yang menjamin hidup kita. Karena itu, sudah layak dan sepantasnya kita menghaturkan ucapan syukur kepada Tuhan sang sumber dan pengasal kehidupan itu sendiri.

Dalam mazmur ini kita menemukan sebuah “Nyanyian Syukur raja” karena semua pengalaman rahmat yang diterima dan dialaminya dalam hidupnya. Bahkan itulah juga yang menjadi judul mazmur ini dalam Alkitab kita. Mazmur ini termasuk cukup panjang, yaitu 15 ayat. Berdasarkan dinamika teks itu sendiri, saya membagi teks ini ke dalam beberapa bagian. Pertama, meliputi ayat 1-4. Kedua, meliputi ayat 5-8. Ketiga, meliputi ay 9-11. Keempat, meliputi ay 12-15. Saya mengupas teks mazmur ini berdasarkan keempat bagian tersebut.

Dalam Bagian I, pemazmur melambungkan pujian kepada Tuhan, yang dialaminya sebagai benteng kokoh hidupnya. Tuhan ia alami sebagai mentor dalam hal peperangan. Kemahiran berperang dikaitkan dengan rahmat yang berasal dari Tuhan (ay 1). Tuhan sang mentor itulah yang dialaminya sebagai tempat perlindungan dan benteng pertahanan. Kata-kata sinonim dipakai untuk mengungkapkan pengalaman Tuhan sebagai pelindung (kota benteng, perisai, tempat berlindung). Tuhan sang pelindung itulah yang sumber keselamatan (ay 2). Dalam ayat 3 muncul sebuah pertanyaan reflektif-retoris yang mencoba merenungkan keluhuran martabat manusia dan teks itu menggemakan kembali apa yang sudah ada dalam Mazmur 8:5 (bdk.Ayb 7:17-18). Dalam pertanyaan retoris itu terkandung rasa heran pemazmur atas perhatian yang diberikan Tuhan kepada manusia. Hal itu terasa semakin mengherankan lagi, sebab sesungguhnya manusia itu bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa. Manusia itu hanya laksana angin dan bayang-bayang berlalu (ay 4).

Dalam Bagian II, pemazmur mengarahkan pandangannya ke angkasa. Ia meminta Tuhan agar sudi turun ke bumi dan menyentuh permukaan gunung sehingga gunung itu bersukaria menyambut Tuhan yang datang (ay 5). Gambaran Tuhan sebagai panglima perang perkasa di angkasa muncul kembali di sini. Sebagai panglima perang Tuhan diminta memuntahkan panahnya sehingga bisa menghancurkan musuh di bumi ini (ay 6). Pemazmur meminta agar Tuhan sudi turun dan campur tangan untuk membebaskan pemazmur dari musuh yang diibaratkannya dengan banjir bandang (ay 7). Para musuh dan orang asing itu adalah para penipu. Mulutnya penuh kebohongan. Perbuatannya pun mengandung dusta di atas dusta (ay 8).

Dalam Bagian III, pemazmur menyatakan keinginannya untuk melambungkan nyanyian baru bagi Tuhan. Ia mau mengiringi nyanyiannya dengan beberapa alat musik (gambus sepuluh tali) (ay 9). Hal itu ia lakukan karena ia mengalami bahwa Tuhanlah sang pembebas yang memberi kemenangan kepada Raja dan membebaskan Daud dari para musuhnya (ay 10). Atas dasar pengalaman dan pengamatan itu maka di akhir bagian ini, pemazmur meminta kepada Tuhan agar Ia membebaskan dirinya dari ancaman para musuh dan orang-orang asing. Mereka itu adalah kaum yang sangat berbahaya sebab mulut mereka penuh dengan kebohongan. Dan perbuatan tangan kanan mereka juga tidak layak untuk dipercayai karena mengandung dusta (ay 11).

Kalau hal itu terjadi, maka akan tercipta suatu kondisi aman sentosa dan damai sejahtera. Kondisi itulah yang memungkinkan dia mengharapkan agar anak-anak mereka (terutama yang laki-laki, sebagai andalan keturunan dan masa depan dan tenaga berperang) bisa bertumbuh laksana tanaman dan pohon subur (ay 12a). Ia juga mengharapkan bahwa anak-anak perempuan mereka akan bertumbuh menjadi cantik dan kecantikan mereka diibaratkan dengan tiang berukir yang menjadi hiasan istana-istana para raja (ay 12b). Yang didambakan tidak hanya kesejahteraan jasmani manusia. Melainkan juga ketahanan dan kedaulatan pangan yang cukup. Hal itu diungkapkan dengan gudang-gudang yang penuh dengan pelbagai barang (ay 13a). Tidak hanya benda mati di gudang. Benda hidup seperti hewan peliharaan (ternak, secara khusus disebut kambing) juga diharapkan bisa bertumbuh subur dan berkembang biak dengan baik sehingga menjadi sangat banyak jumlahnya di padang penggembalaan (ay 13b). Tidak hanya kambing yang disebut. Tidak lupa pemazmur juga menyebut sapi-sapi yang ia harapkan jumlahnya bertambah banyak, gemuk dan sehat. Apabila tiba musim kawin maka tidak ada yang keguguran dan tidak ada juga yang terluka di padang penggembalaan (ay 14). Jika semuanya itu terjadi, pemazmur yakin bahwa itu adalah penyelenggaraan kasih setia Tuhan kepada mereka. Pemazmur beranggapan bahwa orang yang mengalami untaian pengalamn seperti itu adalah orang yang berbahagia. Mereka menjadi berbahagia karena Allah mereka ialah Tuhan (ay 15).

Penulis: Dosen biblika FF-UNPAR Bandung.

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...