Sunday, May 6, 2018

MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 149

Oleh: Fransiskus Borgias M.


Ini adalah mazmur Halel keempat. Mazmur ini termasuk sangat singkat. Hanya terdiri atas 9 ayat. Judulnya dalam Alkitab ialah “Nyanyian Kemenangan bagi orang Israel.” Karena mazmur ini singkat maka saya tidak membaginya ke dalam beberapa unit, melainkan mengulasnya sebagai satu kesatuan saja. Sebagaimana biasa dalam koleksi mazmur halel, mazmur ini dimulai dengan pekik Halel, Pujilah Yahweh. Pemazmur mengajak jemaatnya untuk menyanyikan nyanyian baru (canticum novum) bagi Tuhan. Ia meminta agar nyanyian baru itu dilambungkan sebagai pujian bagi Tuhan dan hal itu harus dilakukan di tengah jemaat (ay 1). Nyanyian dan aktifitas bernyanyi adalah ungkapan hati yang bersuka-cita dan bersorak-sorai. Pemazmur menghendaki agar Israel bersukacita atas Pencipta mereka, agar Israel bersorak-sorai atas Tuhan Raja mereka (ay 2). Pujian dan rasa sukacita itu tidak hanya diungkapkan dengan nyanyian, melainkan juga dengan tari-tarian. Jadi, gerak tarian adalah sesuatu yang sah juga dalam pujian kepada Tuhan. Tidak perlu ada sikap alergi terhadap gerak tarian karena ada tendensi kuat untuk memandang doa sebagai sikap hening dan diam. Para pemuja juga dianjurkan memakai alat musik tertentu untuk mengiringi nyanyian dan tarian mereka. Di sana disebutkan secara eksplisit alat musik seperti rebana dan kecapi (ay 3). Dalam ayat 4 diajukan alasan bagi pujian tersebut. Alasannya ialah karena Tuhan berkenan kepada umat-Nya. Tuhan memuliakan (memahkotai) orang yang rendah hati dengan shalom. Tuhan menampakkan perkenanan-Nya di tengah umat dan hal itu mendatangkan sukacita dan sorak-sorai bagi jemaat. Bahkan dalam tidur pun mereka tetap bersukacita dan bersorak-sorai (ay 5). Pemazmur menghendaki agar pujian bagi Tuhan senantiasa diucapkan umat (ay 6: ada dalam kerongkongan mereka, dan karena itu siap untuk diucapkan dengan lantang). Sampai di sini kita tidak merasa ada masalah dengan mazmur ini. Sebab ia mengajak umat melambungkan pujian bagi Tuhan pencipta dan penyelamat.

Ayat 6b terasa sedikit bermasalah, sebab di situ dilukiskan sebuah gejala kekerasan (pedang bermata dua ada di tangan mereka). Pedang itu dimaksudkan untuk melakukan pembalasan dan penyiksaan terhadap para bangsa (ay 7). Fenomena kekerasan itu terus berlanjut dalam ayat 8. Ungkapan yang ada dalam ayat 8 ini dimaksudkan untuk melukiskan tindakan untuk membuat lumpuh para penindas yang selama ini merajalela dan mendatangkan sengsara bagi umat Tuhan. Hal itu ditegaskan kembali pada awal ayat 9 di mana dikatakan bahwa semua aksi itu dimaksudkan untuk melaksanakan hukuman atas mereka. Menjadi semakin bermasalah lagi karena dalam ayat 9b dikatakan bahwa semua aksi kekerasan itu adalah sebuah semarak bagi semua orang yang dikasihi-Nya. Lalu mazmur ini diakhiri dengan pekik Halel lagi sebagaimana pada awal tadi.

Jadi mazmur ini terasa sangat paradoksal. Ada ajakan pujian, tetapi ada juga nada kekerasan. Saya mencoba memahami hal ini dengan mengatakan sebagai berikut: Tuhanlah yang menyelenggarakan hidup umat. Termasuk di dalamnya ialah tindakan pemulihan nasib umat. Pemulihan nasib umat selalu berarti mengalahkan atau menghancurkan orang yang menindas mereka selama ini. Dan semuanya itu dilihat, dalam kaca mata pengalaman iman, sebagai karya penyelenggaraan ilahi dalam dan terhadap hidup umatnya, betapa pun hal itu terasa keras. Hanya perlu diingat bahwa subjek pelaku pemulihan itu ialah Tuhan sendiri, bukan manusia. Manusia tidak berhak sama sekali untuk melakukan aksi pemulihan itu, apalagi dengan aksi balas dendam dan kekerasan.


Canggu, Denpasar, awal April 2018.

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...