Monday, January 2, 2017

MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 133

Oleh: Fransiskus Borgias M.


Mazmur 133 ini sangat pendek. Hanya terdiri atas beberapa ayat saja. Mazmur ini masih termasuk dalam kelompok nyanyian ziarah. Menilik isinya, maka ini adalah mazmur tentang persaudaraan. Dalam mamzur ini si pemazmur mengimpikan hidup rukun bagai saudara dan sebagai saudara.

Mengapa dan dalam situasi seperti apa ia mengimpikan hidup bersaudara itu? Tidak mudah menjawab pertanyaan itu. Karena mazmur ini adalah nyanyian ziarah (dipakai untuk mengiringi perjalanan ziarah ke Yerusalem), patut diduga bahwa ia mengimpikan persaudaraan itu sebagai “persaudaraan rohani” (spiritual brother and sisterhood) yang terbangun dalam dan selama perjalanan ziarah ke tempat suci, Sion di Yerusalem.

Dalam ziarah itu orang bersatu dalam sebuah rasa, sebuah angan untuk segera tiba di kota impian, Yerusalem. Peziarah itu datang dari pelbagai penjuru termasuk Libanon. Itu sebabnya ia memakai embun gunung Hermon sebagai metafora. Embun itu bening, indah, sejuk. Embun itu mengalir hingga membasahi bukit Sion. Rasa nikmat anggur dan minyak wangi juga ia pakai sebagai metafora persaudaraan. Ini adalah gambaran kemakmuran ekonomis dan politis.

Apakah persaudaraan rohani itu saja yang ia impikan? Tidak. Ia impikan persaudaraan manusia, meminjam istilah saudara kita muslim, ukhuwah insaniah. Saudara itu konon berasal dari kata sa-wudara, yang aslinya ialah satu-perut, satu-rahim. Kita mengenal kata lain seperti sepupu, yang konon akar katanya ialah sa-pupu, satu paha, satu pangkuan. Persaudaraan jasmaniah, sawudara dan sapupu itu, oleh pemazmur diperluas menjadi persaudaraan semesta, persaudaraan universal yang tidak lagi hanya mencakup pertalian darah (blood affinity) belaka, melainkan melibatkan cita-rasa kemanusiaan (humanity) itu sendiri.

Cita-cita persaudaraan ini relevan juga saat ini di saat kita mendengar banyak ujaran kebencian (hate speech) yang merusak persaudaraan. Di hadapan maraknya ujaran kebenciaan di media sosial, ada baiknya saya ulangi lagi mazmur ini dalam Latin: “Ecce quam bonum et quam iucundum habitare fratres in unum” (Betapa baik dan indahnya jika para saudara berdiam dalam persatuan). Atau seperti refrein lagu ciptaan Dan Schutte SJ: “Oh how good, how wonderful it is, when brother and sister live as one” (Oh betapa baik dan mengagumkan ketika saudara dan saudari hidup rukun). Hidup rukun, bersatu inilah yang dicita-citakan pemazmur ini. Kiranya ia sadar bahwa hal itu tidak selalu mudah terwujud. Karena itu tiada henti-hentinya, ia menyuarakannya kembali dan terus menerus.


Penulis: Dosen Teologi Biblika FF UNPAR Bandung.
Yogyakarta, akhir November 2016



1 comment:

canticumsolis said...

tulisan ini akan dimuat juga dalam majalah bulanan paroki Santo Martinus, Lanud Sulaiman, Bandung, BERGEMA, edisi Februari 2017. Halamannya belum bisa saya tentukan sekarang. Semua ulasan saya tentang MAZMUR ini dapat dibaca dalam online BERGEMA. Kunjungilah http://bergema.com atau online.bergema.com

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...