Oleh: Dr.Fransiskus Borgias MA.
Saya sekolah
di SDK Lamba-Ketang mulai dari kelas satu sampai dengan kelas enam SD. Saya
masuk sekolah pada bulan Januari 1969. Saya tamat SD bulan Desember tahun 1974.
Pas enam tahun. Sampai dengan tahun 1971, saya masih ingat para guru yang
mengajar kami ialah nama-nama berikut ini. Bapak Alo Handuk yang bertugas
sebagai kepala Sekolah. Ibu Sabina Imut yang mengajar di kelas dua SD. Ibu
Sebina adalah isteri dari bapa Alo Handuk. Pada pertengahan tahun 1971, Bapa
Alo dan Ibu Sebina meninggalkan sekolah Lamba-Ketang, dan berpindah ke Kempo,
Kampung halaman Bapa Alo. Kalau tidak salah bapa Alo pindah ke SD Compang.
Selain kedua guru tadi, ada juga guru-guru lain, yaitu Bapak Petrus Hanu, Bapak
Frans Ebat dan Bapak Felix Mar (ayah saya sendiri). Jadi, total ada lima orang
guru. Itu sudah bagus.
Setelah bapa
Alo dan ibu Sebina pindah ke Kempo, keduanya diganti oleh bapa Gerardus Rengka
dan juga bapak Guru Pit Darut. Tetapi tidak lama sesudah itu, bapak Pit Hanu pindah
ke Denge, ke kampung asalnya beliau. Tetapi sepeninggal bapa Pit Hanu, ada juga
seorang penggantinya yaitu Bapak Lambertus Jerawan BA yang pada saat itu baru
saja menyelesaikan studinya di APK Ruteng. Pokoknya sejak tahun 1971 sampai
tahun 1974 (saat saya tamat Sekolah Dasar) guru-guru yang ada di sana ialah Bapa
Gerardus Rengka (sebagai Kepala Sekolah), Bapa Frans Ebat, Bapa Petrus Darut,
Bapak Felix Mar, Bapak Lambertus Jerawan. Bapak guru Gerardus Rengka mengajar
kelas 1 dan 2. Bapak Frans Ebat mengajar kelas 3. Bapak Lambertus Jerawan
mengajar kelas empat. Bapak Feliks Mar mengajar kelas lima. Bapak Pit Darut
mengajar kelas enam.
Kelima guru
ini masing-masing mempunyai sumbangan yang sangat unik bagi perkembangan
kepribadian para siswa. Saya sebut saja satu per satu di bawah ini. Bapa guru
Pit Darut adalah seorang seniman music suling yang sangat handal. Dia melatih
para siswa SD untuk bermian suling dan bahkan membentuk paduan suara seruling. Kami
bisa memainkan beberapa lagu yang ia latihkan kepada kami. Dan saya masih ingat
dengan sangat baik lagu-lagu tersebut hingga sekarang ini. Pada waktu itu,
karena belum ada music rekaman seperti sekarang ini, kami paduan suara seruling
itu sering diundang para pengantin yang akan menikah untuk mengiringi mereka
dari kampung mereka ke gereja dan pulang lagi dari gereja ke kampung mereka. Ya,
kami iringi perjalanan pengantin itu dengan bunyi seruling kami dan gendang
(tambur).
Bapak Feliks
Mar dan Bapak Frans Ebat sama-sama mempunyai minat dan perhatian yang besar
akan misa-misa adat. Mereka juga mempunyai minat yang besar akan lagu-lagu
sanda. Mereka membaktikan diri mereka berdua untuk mempelajari beberapa sanda
yang sudah diadaptasi oleh beberapa komponis pada waktu itu dan melatihkannya
kepada para siswa Sekolah Dasar. Beberapa sanda yang ada dalam buku Dere Serani
pun mereka pelajari dengan baik dan juga mereka ajarkan kepada para siswa
dengan baik. Jadi, kedua orang ini sangat sibuk memberi perhatian pada
misa-misa inkulturatif gereja. Beberapa lagu mbata dan sanda dari dere serani
akhirnya bisa saya kuasai karena jasa dari kedua orang ini yang bagi saya sangat
luar biasa. Bahkan bapak Guru Frans juga pandai menyanyi sambil memukulkan
gendang dengan irama mbata. Luar biasa.
Lain lagi
ceritanya dengan bapak Guru Lambertus Jerawan BA. Bagi saya beliau adalah
seorang guru katekis professional karena ia memang secara khusus belajar untuk
tujuan itu di APK (Akademi Pendidikan Kateketik) Ruteng. Dia adalah seorang
guru agama yang jago sekali bercerita. Saya masih ingat dengan sangat baik pada
saat di kelas IV kami disuguhi cerita yang sangat hidup dan menarik tentang
drama penyeberangan Laut Merat yang terkenal dahsyat itu di mana orang Israel
luput dari kejaran orang-orang Mesir karena mereka lari di tengah laut yang
membelah. Luar biasa. Selain itu, bapak Lambertus juga adalah seorang dirigen
dan pelatih koor modern gereja. Boleh dikatakan itulah yang menjadi
spesialisasi Bapa Lambert di SDK Lamba-Ketang.
Terakhir ada
bapa guru Gerardus Rengka. Guru paling senior pada waktu itu. Beliau juga
mempunyai sumbangan yang sangat unik. Suaranya bass dan dalam dan berat sekali.
Beliaulah jagonya lagu-lagu Gregorian berbahasa Latin. Dan kami anak-anak
sekolah pada waktu itu dilatih dengan keras dan penuh disiplin oleh beliau. Saya
ingat itu dengan sangat baik. Kami harus belajar lagu-lagu Gregorian dalam Bahasa
Latin. Saya masih ingat dulu, kalau pada tanggal 2 November setiap tahun ada
misa Hitam. Disebut Hitam karena imamnya mengenakan busana liturgis berwarna
Hitam. Sekarang warna hitam itu tidak pernah dipakai lagi. Nah, dalam misa
Hitam itulah kami anak-anak SDK harus menyanyikan lagu-lagu misa requiem Latin
itu. Dan Lagu persembahan yang panjang itu juga dinyanyikan. Dan tentu saja
Bapa Gerardus dibantu oleh semua guru-guru menyanyikan lagu itu dengan baik. Benar-benar
luar biasa.
Dari kelima
nama bapa guru itu, yang masih hidup tinggal satu orang saja, yaitu Bapa guru Frans
Ebat. Dia juga sudah pension sekarang ini. Dan sekarang dia sudah menetap lagi
di Ketang setelah sempat pindah-pindah mengajar di beberapa tempat yang lain. Robert,
anak sulung bapak guru Frans Ebat, memberitahukan saya tentang bapa Frans Ebat
yang masih sehat walafiat. Puji Tuhan. Yang lain sudah meninggal. Bapa Pit
Darut meninggal tahun 1978. Bapa Feliks meninggal tahun 2013. Bapa Lambert saya
lupa persisnya, tetapi rasanya di atas tahun 87an. Bapa Gerardus juga sudah
meninggal tetapi saya lupa tahunnya.
Saat saya ingat
para guruku, saya ingat diri saya sendiri pada usia sekolah dasar. Tatkala ingat
akan guru-guru itu, ingatan saya langsung meluncur ke masa silam itu. Masa saya
masih anak-anak di sana, di SDK Lamba-Ketang. Pada saat itu saya dan
teman-teman bisa bermain di kebun, bahkan bisa juga bermain di sawah, menelusuri
pumpuk-pumpuk yang ada di sekitar Ketang untuk mencari pupuk kering (berupa
cirit kuda ataupun cirit kerbau dan ciri sapi yang sudah mengering). Kami juga
biasa pergi mencari rumput untuk pakan kuda, dan terutama juga mencari ikan
kecil di sawah, wader kalau orang Jawa menyebutnya. Oh ya juga suka mencari
katak.
Ada satu hal
lagi yang harus saya ungkapkan bahwa kelima orang guru ini adalah guru-guru
yang punya dedikasi tinggi untuk ilmu, di sekolah, juga untuk kehidupan agama
di gereja dan di tengah masyarakat. Bersama-sama mereka mengembangkan sekolah
ketang itu, dan juga memberikan pengabdian kepada masyarakat di sekitar. Benar-benar
luar biasa mengagumkan.
No comments:
Post a Comment