Friday, June 12, 2020

GOLO NOSOT 3

Oleh: Fransiskus Borgias 

Untuk pertama kalinya, saya bangun dari tidurku di pagi hari, karena matahari. Karena kami baru di tempat itu, maka kami tidak mempunyai ayam-ayam yang kami pelihara. Karena itu, di pagi hari saya tidak mendengar kokok ayam yang biasanya menandai pagi hari kami. Saya hanya terbangun karena pengaruh berkas cahaya matahari yang masuk ke dalam rumah kami lewat cela-cela pecahan bambu dinding rumah kami. Akhirnya kami semua pada bangun. Juga ayah saya yang sudah bangun pagi-pagi. Juga ibu saya. Ibu membuka pintu depan dan pintu belakang rumah kami agar ada udara pagi yang mengalir masuk ke dalam rumah kami. 

Dalam udara pagi yang dingin saya keluar dari rumah dan bermain di dekat halaman sekolah yang masih tandus.  Udara sangat dingin, tetapi cahaya matahari sudah mulai tampak memancar dari balik perbukitan golo Walok yang terletak di sebelah timur. Begitu saya tiba di halaman sekolah, hal pertama yang saya lakukan ialah memandang ke arah Golo Nosot. Wah bukit itu terasa sangat indah di pagi hari, justru karena letaknya yang seperti sedang menantang matahari yang terbit di timur. Sudut datangnya sinar mentari pagi itu, benar-benar menimpa lereng sebelah timur bukit itu hampir tanpa halangan apa pun juga. Dan sinar mentari pagi itu membuat lereng bukit itu menjadi tampak sangat indah dan mempesona. 

Dalam hati, saya mengucapkan janji, kalau saya sudah lebih besar nanti saya akan mencoba mendaki lereng bukit itu, mencoba melihat lembah Ketang dari suatu ketinggian. Saya bayangkan betapa hal itu nanti sangat indah. Ya, kalau saya sudah sekolah nanti, saya akan ke sana. Begitu janjiku dalam hati. 

Karena terpaan sinar mentari pagi, dan juga karena pengaruh angin tenggara yang bertiup pagi itu, maka kabut dan awan yang kemarin sore menyelimuti lereng bukit itu dengan padat seperti lilitan tumpukan kapas yang pekat, sekarang mulai menghilang karena terpaan sinar mentari pagi dan terpaan angin tenggara yang kencang. 

Pagi hari itu, saya juga bertanya, mengapa lereng bukit itu di sebelah timur tidak ada pohon sama sekali? Di sana tidak ada pohon-pohon besar. Paling-paling yang ada hanya pohon-pohon perdu yang kecil-kecil saja. Hal itu berbeda misalnya pada lereng di sebelah selatan. Dari lereng sebelah selatan, bukit itu masih diselimuti pohon-pohon yang tinggi, seperti hutan pada umumnya. Rasanya di lereng sebelah barat juga masih ada hutannya. Hanya lereng di sebelah timur dan yang sebelah utara, kedua lereng yang bisa kelihatan dari arah lembah Ketang, itulah yang kosong. Hanya rerumputan mberong dan mungkin juga rerumputan gelagah yang tinggi-tinggi, tetapi tidak ada pepohonan yang besar sama sekali. 

Di sebelah arah timur laut dari golo Nosot itu ada bukit kecil yang bernama Rombang. Bukit itu juga tidak ada pohonnya. Semuanya menimbulkan pertanyaan di dalam hati saya, mengapa kedua lereng itu tidak ada pohon-pohonnya? Kalau golo Rombang dan Watu Weri, saya bisa bayangkan. Mungkin dulu di masa silam, entah kapan, daerah itu adalah bekas kebun dari orang-orang Lentang ataupun Pelus. Tetapi yang kemudian ditinggalkan untuk sementara waktu. Mungkin lebih tepat istilahnya dibiarkan dulu beristirahat, sebelum nanti tiba lagi waktunya untuk digarap kembali. Sedangkan mengenai lereng golo Nosot itu saya tidak tahu, apa yang terjadi. 

Yang jelas ialah bahwa lereng yang berumput hijau dan segar itu menjadi area di mana beberapa kuda dan sapi dan juga kerbau berkeliaran dalam gerombolan masing-masing, merumput di sana. Pada waktu itu pemandangan tadi terasa sangat indah dan mengagumkan. Hanya sayang, saya rasa mungkin tidak ada foto yang telah mengabadikan hal tersebut. Tetapi kenangan itu tidak hilang dari ingatan saya, lereng timur golo Nosot dan lereng Utaranya tidak ada hutan dan di sana hidupkan beberapa kelompok kerbau, sapi dan kuda. Kiranya itu bukan kuda liar, melainkan kuda-kuda yang bertuan tetapi oleh tuannya dibiarkan terlepas dan berkeliaran di alam bebas. 

Bersambung.... 
 

1 comment:

Miyako philips said...

Neka rabo Karaeng tu'a aku one Mai cireng empo diha Mikhael ngapal.
Neka rabo ITE Karaeng tua ca koe rei daku Nia Mai beo dte
Karena baca Taung laku tulisan Dite tentang golo nosot
Toe keta manga ata Salang bepe'angd.

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...