Saturday, May 2, 2020

ORANG KUDUS PROTESTAN VS ORANG KUDUS KATOLIK

Oleh: Fransiskus Borgias



Dua hari yang lalu, saya memposting di sini sebuah cerita yang pernah saya dengar dari Pater Nico Syukur Dister OFM, saat dulu masih di biara (eh aku pernah di biara soalnya, wkkkk... ga ada yang nanya ah... biarin... saya sendiri kok yang mau kasih tahu). Masih ada beberapa lagi cerita lucu-lucu yang saya dengar dari beliau, tentu saja di samping cerita-cerita yang serius. Tetapi saya masih mau menunda untuk menceritakannya.

Tetapi pada pagi hari ini, setelah pulang dari olah raga pagi, saya membuka HP ku dan langsung melihat ada WAG TERAS KRAMAT paling atas. Berarti WA yang masuk di sana paling baru. Maka saya langsung membukanya. Dan betul saja. Ternyata sejak kemarin dan tadi malam, para saudara OFM memposting beberapa video yang asyik-asyik, berupa rekaman beberapa lagu yang indah-indah.

Dan pagi ini, dalam rangka Minggu panggilan, mereka menampilkan sebuah video yang benar-benar mengagumkan dan mengharukan bagi saya. Mereka mewawancarai kesaksian pengalaman panggilan hidup pater Nico Dister. Wow... saya senang sekali. Saya bisa melihat pater Nico dalam keadaan sehat-sehat, segar dan selalu gembira dan optimis. Saya bisa mendengar suaranya yang khas dan sangat berwibawa. Walau hanya bisa melihat dan mendengar melalui video, tetapi saya sudah merasa sangat senang luar biasa.

Karena itu saya pun memutuskan untuk tidak lagi menunda-nunda menceritakan cerita yang pernah saya dengar dulu waktu di postulan Pagal tahun 1981 saat pater Nico datang memberi rekoleksi kepada kami di sana. Begini ceritanya.

Di Jerman sana ada dua orang yang bersahabat erat satu sama lain, walaupun mereka berbeda gereja, beda agama. Yang satu pendeta protestan, yang lain seorang imam Katolik. Mereka sama-sama punya jenggot yang lepat. Sebagai orang Jerman mereka juga punya hobby yang sama, minum bir dengan gelas besar-besar dan berbusa-busa, sampai nyangkut di jangkut Harun gitulah...

Pada suatu hari mereka sedang minum bir berdua. Pada saat minum Bir itu, tiba-tiba pendeta protestan itu berkata: "Hai pater, biarpun dalam gereja Katolik ada banyak orang kudus, tetap saja kami orang Protestan mempunyai orang kudus jauh lebih banyak."

Dengan tenang pater itu menjawab: "Saya tidak yakin begitu ah." "Kalau tidak percaya," kata pendeta itu, "mari kita buktikan saja." Tanpa ragu pastor itu menerima tantangan itu. "Tetapi bagaimana cara membuktikannya?" tanya pastor itu. "Gampang kok." Jawab pendeta itu. "Kita sebut satu persatu nama orang kudus kita masing-masing, dan satu nama orang kudus, satu jenggot dicabut." "Oke" jawab pastor itu mantap. Hemmmm satu jenggot untuk satu nama orang kudus. Gumam pastor itu dalam hati.

Lalu mereka gambling untuk menentukan siapa yang dicabut duluan. Ternyata bapa pendeta menang. Jadi dia yang duluan menyebut daftar orang kudusnya dan mencabut jenggot bapa pastor. Pastor itu pun duduk dengan tenang menantikan saat-saat derita itu. Bapak pendeta masuk ke dalam untuk mengambil Alkitab. Lalu dia mulai membuka dari Kitab Kejadian. Pokoknya semua nama yang ada dalam kitab suci, karena ada dalam kitab suci, walaupun mereka pendosa, ya sudah orang kudus semuanya.

"Adam, Hawa," dua jenggot copot. "Kain, Habel." empat. Kain, itu tadi, walau pendosa, pembunuh, ia orang kudus karena namanya ada dalam Kitab Suci. Begitu seterusnya, sesudah kitab Kejadian, lalu Keluaran, pokoknya selesai Perjanjian Lama. Pada saat selesai PL, bapa pastor sempat memegang jenggotnya yang sudah menipis. Ia sempat cemas juga, nanti jenggotnaya habis di pertengahan PB. Tetapi ia menguatkan hati. Lalu masuk ke dalam Perjanjian Baru. Nama-nama tokoh Perjanjian Lama di dalam silsilah Yesus disebut kembali karena muncul dalam daftar baru. Beres dari Matius sampai Wahyu. Begitu selesai kitab Wahyu, bapa pendeta berkata, "sudah selesai. Tidak habis sih, tetapi sudah sangat tipis jenggotmu." Bapa pendeta merasa bakal menang karena ia merasa jenggotanya lebih tebal.

Lalu tiba giliran bapa pastor. Bapa pendeta duduk tenang. Menunggu saat penderitaan itu. Karena sama-sama punya alkitab yang sama, pastor itu juga membuka kitab itu. membaca nama-nama itu satu per satu. Dari Kejadian sampai Maleakhi. Sampai di situ, bapa pendeta tetap senyum optimis karena jenggotnya masih tebal. "Sabar bapa pendeta. Saya tidak langsung ke PB lho seperti anda. Saya masih punya 9 kitab dalam daftar Deuterokanonika." Bapa pendeta mau protes, tidak bisa karena memang itulah kitab orang Katolik. Maka mulai cemaslah bapa pendeta.

Setelah selesai Deuterokanonika, barulah bapa Pastor masuk ke dalam PB, dari Matius sampai Wahyu. Saat sudah selesai surat-surat Paulus, bapa pendeta sempat meraba-raba jenggotnya dan masih ada alasan sedikit untuk optimis menang sampai di finis akhir kitab Wahyu.

Begitu sampai di nama terakhir dalam kitab Wahyu, bapa pendeta sudah mulai menampakkan senyum sumringah karena merasa bakal menang. Ia melihat di cermin, jenggot dia masih lebih banyak dari sisa jenggot bapa pastor. Tetapi bapa pendeta salah sangka. Tanpa disangka-sangka, selesai daftar Alkitab, bapa pastor mengambil kalender Liturgi. "Bapa pendeta, setiap hari dalam penanggalan liturgi kami, ada masing-masing orang kudusnya yang dirayakan, dipestakan, ataupun sekadar diperingati.

Bapa pendeta mau protes, tetapi tidak bisa karena dia tahu memang begitulah liturgi orang Katolik. Bapa pastor muali sebut satu persatu nama orang kudus mulai dari tanggal 1 Januari sampai 31 Januari. Lalu Februari, lalu Maret, Lalu April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober. Saat memasuki Oktober, bapa pastor membaca nama-nama santo-santa itu secara perlahan-lahan untuk menciptakan situasi dramatis. Akhirnya sampai pada tanggal 31 Oktober. Di tanggal itu, jenggot bapa pendeta sudah tinggal sedikit di ujung dagunya yang memang sengaja dicabut seperti itu oleh bapa pastor sehingga tampak seperti jenggot kambing.

Begitu memasuki tanggal 1 November, jenggot yang sisa sedikit itu, dipegang sekaligus oleh bapa pastor. Sambil berkata: "Pesta Segala Orang Kudus," jregggg.... cabut sekaligus, tidak bersisa. "Nah, bapa pendeta, bapa lihat sendirikan, baru tanggal 1 November jenggot bapa sudah habis. Saya belum sampai tanggal 31 Desember lho." Dengan muka mesem, akhirnya bapa pendeta ngaku kalah. ternyata orang kudus dalam gereja katolik jauh lebih banyak. hahahahahaha.... tertawalah... jangan ada yang murka... gereja dan menggereja juga harus penuh tawa dan canda juga dalam relasi antara pastor dan pendeta... hehehehe....

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...