Saturday, May 11, 2019

MEMAHAMI DAN MENIKMATI KIDUNG AGUNG 5:1-8

Oleh: Fransiskus Borgias M.
Dosen Teologi Biblika FF-UNPAR Bandung. Anggota LBI dan ISBI.




Bagian awal teks ini (ay.1) masih melanjutkan bagian terdahulu yaitu ungkapan hati dan perasaan mempelai laki-laki terhadap kekasihnya dan terutama tentang perjumpaan yang dibayangkan terjadi di antara mereka. Untuk melukiskan kekasihnya ia memakai metafora agrikultural, melukiskan kekasih sebagai kebun. Kebun itu indah dan menghasilkan banyak hal indah dan menyenangkan. Sebagai persiapan ia membawa mur dan rempah-rempah. Setibanya di sana ia mau memakan semua yang enak yang ada dalam kebun itu. Di akhir ay.1 ia melukiskan apa yang bisa dilakukan jika orang sampai di kebun itu. Biasanya orang berpesta-ria menikmati dan merayakan cinta.

Dalam bagian berikut kita membaca pelukisan isi hati dan ungkapan perasaan mempelai perempuan. Ia menanti kedatangan kekasih, dengan penuh harap, rindu, dan hasrat serta kegairahan. Di sini kita membaca dinamika perasaan hati yang menanti sekaligus dilanda rindu, cinta, dan gairah. Ia mencoba tidur, tetapi tidak tertidur. Mata mencoba tidur, tetapi hati tetap terjaga menantikan kedatangan kekasih (ay.2). Ternyata kekasih itu sudah tiba dan ia berseru-seru agar dibukakan pintu. Dengan bahasa indah laki-laki itu memanggil kekasihnya (merpatiku, idamanku, manisku). Ia mendesak agar segera dibukakan pintu karena ia tertimpa dinginnya embun malam. Dalam penantian yang penuh rindu dan damba itu, ia mencoba berlambat sejenak karena merasa bahwa ia sudah menanti dan menyiapkan segala sesuatu untuk pesta cinta itu (baju ditanggalkan, kaki dibasuh; jadi ia sudah di tempat tidur, ay.3).

Dalam detik penantian yang penuh campuran cinta, damba, dan berlambat karena manja, perempuan itu melihat tangan kekasih prianya masuk melalui lubang pintu untuk membuka pintu itu dari dalam. Si kekasih pria aktif datang mencari cinta dan menikmati asmara (Dalam rumah dulu disediakan lubang kecil di pintu agar kalau tuan rumah pergi ia bisa mengunci pintu dari luar dan bisa membuka dari luar. Kekasih pria tadi mencoba pintu rumah kekasihnya melalui lubang kecil itu). Saat melihat tangan kekasih yang masuk dan membuka pintu itu, hati mempelai perempuan pun berdebar-debar (ay.4). Ia tidak tahan lagi sekadar menanti walaupun ia sudah berlambat. Sekarang ia juga aktif menerima sang cinta. Ia ke pintu untuk membuka. Saat itu perasaannya campur-baur. Ia lukiskan perasaan itu dengan melukiskan tangannya yang penuh tetesan barang mewah dan berharga, mur. Sebenarnya ini adalah pelukisan mengenai perasaan hati yang berbunga-bunga saat sejenak lagi akan berjumpa dengan dambaan (ay.5).

Begitu saatnya tiba, ia membukakan pintu bagi kekasih pria (ay.6). Tetapi begitu pintu terbuka ia mendapati kekasihnya sudah pergi meninggalkan dia. Persis saat ia menghilang, kekasih perempuan itu seperti jatuh pingsan (kelimpungan) beberapa lamanya. Dalam kebingungan ia mencoba mencarinya tetapi tidak juga ia temukan. Mungkin di sini pembaca bertanya, apa yang terjadi sehingga perjumpaan itu berakhir begini? Ini adalah pelukisan drama perjumpaan dalam angan-angan yang rindu: ia merasa sudah akan berjumpa, tetapi sesungguhnya yang dirindu belum ada di tempat. Ia mencari sekarang dan di sini seseorang yang masih belum ada di sini, tetapi yang sudah sangat dirindukan dan didambakannya.

Para penafsir mistik memakai ayat-ayat ini untuk melukiskan drama perjumpaan antara jiwa manusia yang rindu akan Tuhan dan rindu itu laksana rusa yang rindu akan sumber air. Saat si perindu itu merasa sudah dekat, ternyata tidak demikian adanya. Itu menimbulkan kebingungan yang luar biasa. Kebingungan seperti itulah yang dilukiskan dalam ay.7: dalam upaya pencariannya akan kekasih yang sudah pergi dan menghilang itu, ia mengalami banyak rintangan dari orang sekitarnya (peronda kota, penjaga tembok). Di dalam kebingungan itu, ia pun menyampaikan pesan kepada puteri-puteri Yerusalem agar mereka sudi menyampaikan pesannya kepada dia apabila mereka menemukan kekasihnya itu. Inti pesannya ialah pelukisan mengenai betapa hatinya sakit karena dilanda rindu dan sakit asmara: “Katakanlah, bahwa sakit asmara aku!” (ay.8).

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...