Saturday, May 18, 2019

MEMAHAMI DAN MENIKMATI KIDUNG AGUNG 5:9-6:3

Oleh: Fransiskus Borgias M.
Dosen Teologi Biblika, FF-UNPAR, Bandung. Anggota LBI dan ISBI.



Di sini teks sebelumnya dilanjutkan dengan judul lain: “Mempelai perempuan memuji mempelai laki-laki di hadapan puteri-puteri Yerusalem.” Karena itu, dalam ay.9, puteri-puteri Yerusalem mengajukan dua pertanyaan tentang kelebihan sang kekasih pujaan (pria) dibandingkan dengan kekasih lain. Perhatikan bahwa puteri-puteri Yerusalem itu mengakui kejelitaan perempuan itu (hai jelita di antara wanita?). Mereka terdorong mengajukan pertanyaan itu karena di akhir bagian terdahulu, sang kekasih yang kasmaran itu menyumpahi mereka.

Lalu mulai dengan ay.10 ada untaian pujian dari mempelai terhadap kekasih prianya. Pertama ia melukiskan warna kulit: sang kekasih itu putih bersih dan merah cerah (ay.10), sehingga ia tampak sangat mencolok di antara orang lain. Kemudian ia melukiskan kepalanya yang terlihat laksana emas (mungkin karena memakai mahkota atau topi istimewa dan mahal). Rambutnya ia lukiskan “mengombak” dan berwarna hitam (ay.11). Lalu ia lukiskan matanya. Rada sulit memahami metafora merpati itu. Tetapi yang dimaksud ialah mengenai mata yang indah dan lincah selincah gerakan merpati saat minum air di sungai atau mandi di kolam susu. Selanjutnya ia melukiskan pipinya. Metafora ay.12 ini juga tidak mudah dipahami. Tetapi yang dimaksud ialah mengenai pipi yang dihiasi cambang dan terukir rapih seperti orang menata bedeng rempah-rempah ataupun petak-petak rempah-rempah akar (ay.13a). Ia juga melukiskan keindahan bibirnya yang ia ibaratkan dengan bunga bakung yang berteteskan cairan mur (ay.13b).

Lalu ia pindah dari bagian di sekitar kepala menuju ke anggota badan. Mula-mula dalam ay.14 ia melukiskan tangan. Kiranya yang dimaksud ialah lengannya yang kekar bulat dan dihiasi permata Tarsis (barang berharga mahal saat itu, ay.14). Kira-kira seperti hiasan lengan pria dan wanita yang tampil dalam tari Ramayana di Prambanan itu. Tangan yang indah itu bercokol pada tubuh yang juga indah dan keindahan itu dilukiskan dengan ukiran gading bertabur batu nilam. Kiranya pakaiannya penuh dengan perhiasan mahal. Akhirnya, ia juga melukiskan kaki sang kekasih yang ia ibaratkan dengan tiang-tiang marmar putih. Ia tampak berdiri kokoh di atas landasan kokoh (ay.15). Seluruh perawakan badannya laksana gunung Libanon yang indah dan perkasa. Ia juga dilukiskan sebagai yang terpilih laksana pohon-pohon aras.

Setelah melukiskan sosok sang kekasih secara jasmani dengan memakai banyak metafora, akhirnya ia tidak lupa melukiskan sang kekasih dari sudut yang lain yaitu tutur katanya (ay.16). Dikatakan bahwa tutur katanya manis dan menarik. Pokoknya benar-benar sempurna. Setelah itu, sang mempelai tadi mengatakan bahwa begitulah gambaran kekasihku (si pria idaman).

Setelah mendengar pemerian yang rinci dan indah itu, puteri-puteri Yerusalem pun bertanya tentang ke mana perginya sang kekasih, sebab mereka juga ingin membantu mencarinya (Kid 6:1). Mempelai wanita itu pun menjawab mereka (ay.2). Menurut mempelai itu, kekasihnya telah pergi bekerja ke lahan pertaniannya atau tempat pengolahan hasil pertanian (bedeng rempah-rempah). Tidak hanya itu. Ia juga pergi menggembalakan domba (peternak). Anehnya, ia menggembalakan domba itu dalam kebun. Sambil menggembalakan domba ia memetik bunga bakung. Makin aneh lagi. Karena itu saya menduga bahwa pemerian itu adalah metafora tentang upaya sang kekasih pria mencari kekasih wanitanya (sebab dalam bagian berikut, kita baca bahwa kekasih pria itu memuji kekasih wanita sebagai balasan atas pujian luhur yang ada di sini). Itu sebabnya dalam ay.3 mempelai wanita dengan yakin berkata: “Aku kepunyaan kekasihku, dan kepunyaanku kekasihku, yang menggembalakan domba di tengah-tengah bunga bakung.” Dengan pemerian yang penuh percaya diri ini, tertutuplah pintu bagi puteri-puteri Yerusalem yang lain untuk mendapatnya walau mereka juga mendambakannya dengan berpura-pura ikut membantu menemukannya.


Hotel Ibis Kwitang, Jakarta, 12 Mei 2019.


No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...