Sunday, November 11, 2018

SEBUAH KARIKATUR

Oleh: Dr.Fransiskus Borgias M.



Tiba-tiba saja saya teringat akan sebuah buku sejarah dunia yang saya baca saat saya masih duduk di kelas dua SMP dulu di Flores. Sayang sudah lupa nama pengarang buku tersebut. Kiranya hal itu tidak begitu penting lagi. Yang paling penting ialah ingatan saya akan sebagian isi dari buku tersebut. Dan itulah yang akan saya paparkan dalam tulisan singkat dan sederhana ini. Buku itu secara sangat ringkas membeberkan sejarah dunia, yaitu sejarah pelbagai bangsa yang ada di dunia ini. Khususnya para bangsa di Asia.

Dalam bab yang mencoba melukiskan bangsa Jepang, ada sebuah ilustrasi berupa sebuah gambar karikatur untuk melukiskan sejarah orang-orang Jepang. Sejauh yang saya masih ingat, karikatur itu melukiskan tentang bangsa yang datang dari luar ke Jepang. Kiranya orang luar itu ialah orang-orang atau lebih tepat para penjajah yang datang dari Barat. Dalam karikatur tadi, orang luar itu membawa senapan laras panjang di tangan kanannya, dan roti di tangan kirinya. Ia tawarkan keduanya kepada orang-orang Jepang. Mereka ditantang untuk memilih: entah memilih roti ataukah memilih senapan.

Ternyata karikatur itu pun tidak luput dari perhatian sang guru sejarah yang mengajarkan kami sejarah dunia dengan memakai buku itu sebagai pegangan bersama. Sang guru sejarah kami itu kemudian menjelaskan apa yang menjadi makna dasar dari karikatur tersebut. Katanya: pilihan itulah yang membuat bangsa Jepang berbeda dari para bangsa lain di Asia ini. Bangsa-bangsa lain, demikianlah kata sang guru sejarah itu, begitu melihat dua macam tawaran tadi, merasa ditantang untuk berkelahi. Tawaran itu ditafsirkan sebagai tantangan untuk berkelahi sehingga mereka itu cepat tersinggung dan marah. Nalurinya untuk melawan langsung tersulut saat melihat “tantangan” seperti itu. dalam situasinya yang marah-marah dan tersinggung itu, ia pun mengambil senjata dari tangan si orang asing tadi. Padahal ia miskin dan lapar. Tentu saja berkelahi dalam keadaan lapar pasti akan sia-sia, sebab pasti akan kalah. Ia lemah dan lemas. Lagipula senjata orang yang datang dari luar itu jauh lebih modern dan banyak jumlahnya. Maka mereka pasti akan menang. Mereka menaklukkan bangsa tersebut.

Contoh kasus ialah bangsa-bangsa yang ada di kawasan Nusantara ini. Sang guru dengan sangat hati-hati belum menyebut Indonesia, sebab kesadaran keindonesiaan adalah suatu kesadaran yang muncul jauh-jauh di kemudian hari dalam perkembangan historis kawasn ini. Bahkan sebutan Indonesia itu juga muncul jauh belakangan. Itu sebabnya ia menyebut dengan sebutan Nusantara saja, yaitu nusa-nusa yang terletak di antara: persisnya di antara dua benua (Asia dan Australia), dan di antara dua lautan (Hindia dan Pasifik). Saat para penjajah datang mereka langsung melawan. Tetapi mereka melawan dalam keadaan lapar, dalam keadaan lemah dan lemas. Masih kata sang guru sejarah tadi dalam lanjutan penjelasannya.

Itulah perbedaan pokok dari bangsa Jepang. Konon saat ditantang dengan dua pilihan seperti itu, orang Jepang memilih roti terlebih dahulu. Roti itu adalah komoditas dagang. Roti itu adalah bahan makanan. Roti itulah yang diambil atau diterimanya dalam drama tawaran itu. lalu ia makan roti itu. maka ia pun menjadi kenyang. Nah setelah ia kenyang, maka ia pun lalu mengatur strategi kerja, termasuk strategi untuk melawan. Kiranya orang Jepang itu yakin dan berpandangan bahwa melawan dalam keadaan kenyang itu jauh lebih efektif. Kemudian sang guru saya itu lebih lanjut menjelaskan: hal inilah yang konon bisa menjelaskan mengapa bangsa Jepang itu tidak pernah dijajah oleh bangsa-bangsa lain. Ada banyak bangsa dari luar yang datang ke Jepang, tetapi tidak pernah berhasil menjajah mereka.

Hal itu sangat berbeda dengan bangsa-bangsa lain di Asia. Semuanya pernah dijajah dan diinjak-injak harga dirinya sebagai sebuah bangsa. Penyebabnya, ya itu tadi: melawan dalam keadaan lapar, melawan dalam keadaan lemah dan lemas.

Kalau dalam sejarah filsafat Yunani, ada sebuah semboyan yang sangat terkenal sebagai berikut: makan dulu baru berfilsafat (Prius manducare, diende philosophari). Jadi, orang harus berfilsafat dalam keadaan kenyang. Kenyang adalah syarat agar dapat berfilsafat dengan baik. Kalau tidak orang akan menjual filsafat untuk mencari makan. Filsafat menjadi barang dagangan yang bisa menjadi dagangan murahan. Hal itu pasti menurunkan mutu filsafat dan proses berfilsafat itu sendiri.

Kiranya begitulah juga bagi orang Jepang. Bagi mereka berlaku prinsip yang sama: Makan dulu barulah berperang. Kenyang dulu baru berperang. Jangan sampai terbalik. Sebab kalau terbalik, maka hasilnya sudah jelas, yaitu kekalahan. Kalau terbalik, maka jelas nanti bisa jadi celaka. Jadi, karikatur itu dengan sangat singkat dan jelas dan padat melukiskan pilihan politik orang-orang Jepang. Mereka tidak terburu-buru untuk bereaksi memberi perlawanan. Melainkan mempersiapkan diri dengan baik untuk melakukan perlawanan. Hemmmm..... sebuah pelajaran sejarah yang sangat baik. Yaitu saat menghadapi orang yang datang dari luar, kita tidak usah reaktif, melainkan memikirkan dengan baik sikap apa yang paling baik untuk menghadapinya. Kita harus mengendalikan apa yang kita perbuat. Tidak hanya bertindak secara spontan saja. Apalagi didorong oleh rasa marah. Sebab jika hal itu terjadi maka pasti akan berdampak buruk bagi diri kita sendiri.


No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...