Thursday, August 9, 2018

GEREJA ROMO, GEREJA ROMA: NO

Oleh: Fransiskus Borgias M.


Hidup menggereja di tingkat paroki penuh dinamika (ups and downs, joys and sorrows) tersendiri. Hal itu sangat biasa, karena hidup menggereja adalah perkara relasi antar manusia dengan sifat dan watak berbeda-beda. Di tingkat paroki yang tampak sebagai pemimpin ialah pastor paroki. Mungkin ada yang berpikir bahwa gereja adalah gereja romo, karena romo-lah yang memimpin. Umat sering menyebut romo paroki gembala (pastor, Latin). Walau romo menonjol di tingkat paroki, tetapi baik paroki maupun gereja paroki itu bukanlah gereja atau paroki romo. Akan tiba waktunya romo akan pindah ke tempat lain dan akan datang romo lain sebagai penggantinya. Begitu seterusnya.

Kalau begitu gereja milik siapa? Milik uskup? Walau uskup adalah pemimpin tertinggi gereja setempat (gereja lokal, gereja partikular), tetaplah menurut saya gereja bukan gereja uskup. Lalu milik siapa? Milik Roma, sehingga bisa disebut Gereja Roma, di bawah Paus? Juga tidak. Sebagai umat Katolik biasanya orang bangga dengan gereja Roma dengan pemimpin tertinggi, Paus. Akan terasa semakin membanggakan kalau orang membaca buku Scott Hahn, Rome sweet Home. Tidak mudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Kalau dipaksakan, maka hilang nuansa keindahan ungkapan tersebut. Tetapi sekali lagi, gereja bukanlah milik Roma, walaupun semua orang menyebut Gereja Roma. Hubungan dalam urutan kata itu, bagi saya bukan tanda hubungan kepemilikan (relatio-possesiva). Sekali lagi tidak.

Kalau begitu, gereja itu milik siapa? Di sini saya teringat akan tiga hal. Pertama teringat akan kotbah Petrus sesudah peristiwa Pentakosta di Yerusalem itu. Kisah Para Rasul memberitahukan kepada kita bahwa sebagai reaksi terhadap kotbah Petrus yang berapi-api di Yerusalem pada hari Pentakosta, banyak orang bertobat dan memberi diri dibaptis. Mereka dibaptis dalam nama Yesus Kristus. Raymond E.Brown, pakar Kitab Suci dari Amerika (imam Saint Sulpice) mengatakan bahwa bagi gereja Purba, dibaptis dalam nama Yesus sangat penting. Itu menunjukkan bahwa para neobaptis itu menjadi hamba (milik) Yesus Kristus. Bukan hamba atau milik orang yang membaptisnya. Kedua, saya juga teringat akan perkataan Yesus kepada Petrus dalam injil Matius setelah Petrus menyampaikan pengakuan imannya yang sangat penting dan mendasar tentang Yesus mesias. Dalam Matius kita membaca perkataan Yesus dalam Latin: Tu es Petrus, et super haec petram aedificabo ecclesiam meam. Kata Yesus sendiri: ecclesiam meam, gerejaKu. Bukan gereja siapa-siapa. Melainkan gereja Dia, gerejaNya.

Ketiga saya juga teringat akan dialog antara Yesus dan Petrus di akhir injil Yohanes. Sesudah martabat Petrus dipulihkan Yesus dalam dialog yang mengharukan itu (karena ia menyangkal Yesus), dikisahkan bahwa Yesus berkata kepada Petrus: gembalakanlah domba-dombaKu (pasce oves meas). Hal itu diucapkan Yesus tiga kali. Sesudah penyampaian ketiga dilukiskan bahwa Petrus memandang kepada murid yang dikasihi Tuhan lalu bertanya kepada Yesus: apa yang akan terjadi dengan orang itu? Jawab Yesus, tentang orang itu, bukan urusanmu. Urusanmu ialah ikutlah Aku. Jadi, setelah Petrus diberi tugas menggembalakan domba-dombaKu, Petrus diberi kewajiban mutlak untuk mengikut Yesus. Petrus diberi tugas sebagai penggembala untuk menggembalakan domba-domba Tuhan, sambil mengikuti Tuhan. Jadi, Petrus harus menggembalakan domba-domba Tuhan menuju kepada Tuhan sendiri, mengikuti Tuhan. Petrus tidak boleh membawa dan mengikat domba-domba Tuhan itu pada dirinya sendiri. Petrus tidak boleh menyesatkannya juga.

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...