Saturday, May 27, 2017

MASA PASKAH

Oleh: Fransiskus Borgias M.


Beberapa hari lalu kita merayakan Hari Raya Kenaikan Tuhan Yesus ke surga. Sebentar lagi kita akan merayakan Hari Raya Pentakosta. Dengan itu maka masa Paskah akan berakhir dan kita akan segera memasuki masa biasa. Namun sebelum masa Paskah itu berlalu, saya mau memberikan sebuah catatan ringan tentang masa itu.

Dalam permenungan pribadi saya, Masa Paskah itu adalah sebuah masa yang sangat istimewa dalam rentang seluruh tahun liturgi kita. Mengapa ia sangat istimewa? Karena dalam rentang masa itu kita merayakan hari raya Kebangkitan Tuhan kita Yesus Kristus dari alam maut. Ia bangkit dan mengalahkan kematian. Kunci kerajaan maut telah ia dobrak.

Nah, untuk dapat melihat dan merasakan keistimewaan masa Paskah ini, ada baiknya kita membandingkannya dengan masa-masa yang lain di sepanjang tahun liturgi gereja. Sesudah masa biasa, masa paskah merupakan masa liturgis yang panjang. Kiranya itulah keistimewaan yang pertama walaupun dalam hal itu ia menduduki urutan kedua sesudah masa biasa (dalam hal rentang panjang waktunya). Perbedaan lain terletak dalam fakta bahwa masa Paskah itu sangat berbeda dari masa-masa yang lain. Manakah perbedaannya itu? Mari kita buat sebuah perbandingan sekilas dengan masa-masa yang lain dalam tahun liturgi gereja.

Pertama, Masa Advent adalah masa persiapan untuk Natal (persiapan menuju sesuatu yang lain). Tetapi para ahli teologi liturgi berkata bahwa masa adven itu pada dasarnya mempunyai fokus ganda: pertama, sebagai persiapan menuju hari raya Natal, dan kedua, sebagai sebuah persiapan antisipatif untuk menyongsong kedatangan Kristus untuk kedua kalinya (parousia) pada akhir jaman kelak. Jadi, yang satu itu bersifat jangka pendek, yaitu akan segera tiba atau terjadi setelah empat pekan (masa adven itu sendiri berlangsung selama empat pekan). Yang satunya lagi bersifat jangka panjang, yaitu baru akan terjadi kelak pada akhir jaman nanti. Atas dasar ini orang lalu biasa dan bisa berkata bahwa Perayaan Natal juga akhirnya mengandung nuansa eskatologis, mengarahkan perhatian dan mempersiapkan kita untuk menyongsong kedatangan Kristus untuk kedua kalinya pada akhir jaman kelak.

Kedua, masa prapaskah. Rentang masa ini juga adalah sebuah masa persiapan untuk hari Raya Paskah (persiapan menuju sesuatu yang lain). Sebagaimana halnya masa advent, masa pra-paskah yang juga disebut masa puasa (saya lebih suka akan sebutan ini, karena jelas sekali tujuan dan maksudnya) ini juga terarah kepada sesuatu yang lain yang lebih besar dan lebih tinggi. Masa biasa membentuk satu keseluruhan yang utuh terintegrasi. Masa ini membentang dari pesta pembaptisan Tuhan sampai hari Rabu Abu dan juga mulai dari hari Senin sesudah Pentakosta sampai hari Sabtu sebelum atau menjelang Minggu pertama masa Adven (yang tidak lain adalah tahun baru liturgi gereja).

Nah, berbeda dengan itu semuanya, masa Paskah itu bukanlah sebuah persiapan untuk sesuatu yang lain, untuk suatu hari raya misalnya. Ia adalah sebuah masa dalam dan untuk dirinya sendiri saja. Masa Paskah itu tidak lain adalah sebuah perpanjangan dari Hari raya yang baru saja dirayakan yaitu paskah. Seakan-akan gema alleluia paskah (yang kita serukan sejak malam Paskah itu) tidak cukup digemakan selama hari Minggu Paskah itu saja dan selama masa Oktaf Paskah saja, melainkan harus terus digemakan selama hampir limapuluh hari, atau tujuh pekanan. Seakan-akan seluruh masa limapuluh hari itu dirayakan sebagai satu hari raya saja, dalam mana orang menggemakan alleluia paskah tadi. Oleh karena itu, ada orang yang berkata bahwa seluruh masa itu boleh disebut satu kesatuan sebagai hari Minggu agung, the great Sunday.

Ya, itu adalah sebuah hari Minggu yang agung, dalam mana kita nyanyikan Alleluia dengan penuh semangat, dengan lantang dan riang gembira. Hari Raya paskah adalah hari raya penuh sukacita, penuh kegembiraan, penuh nada-nada optimisme, dan penuh dengan nuansa pengharapan.

Di sini saya tiba-tiba teringat akan kritik seseorang teragama agama Kristen (kalau tidak salah, Freud, atau malah Nietzsche, pokoknya salah satu dari mereka berdua) bahwa agama Kristen itu katanya membawa kabar sukacita, tetapi hari orang Kristen (setidaknya yang dilihat dan dialami sang kritikus tadi) sama sekali tidak mencerminkan nuansa sukacita dan pengharapan tersebut. Saya tidak mau repot-repot dengan upaya mengkritik balik atau menolak anggapan seperti itu. Saya hanya mau melihatnya secara positif saja, dengan pikiran dan kehendak yang baik: Mungkin pengamatan dia itu benar adanya, karena kita masih belum cukup kuat menghayati dan memancarkan rasa sukacita dan nuansa pengharapan yang ditandai dan dirahmati daya-daya kebangkitan itu.

Oleh karena itu, menjelang lewatnya masa paskah ini, saya menghimbau kepada kaum beriman semuanya, agar hidup kita hendaknya bahkan harusnya memancarkan kabar sukacita kebangkitan itu. Ayo bangkit. Ayo bangkit. Alleluya. Alleluya.


Kopo, 27 Mei 2017

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...