Thursday, April 20, 2017

REGINA CAELI LAETARE

Oleh: Fransiskus Borgias M.


Salah satu antifon Maria yang sangat indah dan terkenal untuk masa Paskah ialah antifon yang berjudul Regina Caeli. Secara pribadi saya sangat suka akan nada-nada dan kata-kata antifon Maria ini. Biasanya antifon ini dipakai sebagai penutup dari ibadat malam (completorium). Sebelum membahas lebih lanjut tentang hal ini ada baiknya saya beberkan terlebih dahulu teks lagu antifon itu selengkapnya di sini. Regina Caeli laetare, alleluya. Quia quem meruisti portare, alleluya. Resurrexit, sicut dixit. Alleluya, Ora pro nobis Deum, Alleluya. Salah satu versi terjemahan yang kita pakai ialah sbb: Hai Ratu Surga, bersorak alleluya, sebab Kristus yang telah kaukandung, alleluya. Sudah bangkit dengan sungguh, alleluya. Sudi doakan kami, alleluya. (Ada terjemahan lain dalam buku Completorium dari Rawaseneng: Ratu Surga, bersukacitalah Alleluya, Sebab Kristus yang telah kau kandung, Alleluya. Telah bangkit, seperti diramalkannya alleluya. Doakanlah kami, pada Allah, Alleluya).

Terlepas dari rasa suka saya secara pribadi akan antifon ini, tetapi setiap kali saya menyanyikan lagu ini saya kemudian bertanya-tanya kritis dalam hati, mengapa dikatakan Maria bersukacita? Apakah yang menjadi alasan Maria bersukacita? Apakah hal itu ada dasarnya di dalam Kitab Suci? Tetapi sebelum membahas hal ini, terlebih dahulu saya membahas sesuatu tentang asal-usul antifon ini. Menurut Henri Dumont (New Catholic Encyclopedia vol.12. Thompson-Gale and The Catholic University of America, 2002. p.29) secara tradisional antifon Maria ini dinyanyikan pada penutup Completorium pada Masa Paskah. Sejak tahun 1742, dengan dekrit dari Benediktus XIV, antifon ini juga sudah dipakai untuk memuncaki doa Angelus pada masa Paskah. Kemunculannya pertama kali ialah sebagai antifon Magnificat untuk Oktaf Paskah, sudah terlacak sejak sekitar tahun 1200. Tetapi baru pada pertengahan abad ketigabelas, antifon ini dipakai sebagai penutup Completorium.

Lalu saya kembali ke pertanyaan pokok saya di atas tadi. Mengapa dikatakan Maria bersukacita? Apa dasar sukacita Maria? Apa dasar historis-biblis bagi keyakinan yang terkandung dalam antifon ini bahwa Maria bersukacita? Untaian pertanyaan-pertanyaan itulah yang ingin saya bahas lebih lanjut dalam tulisan singkat dan sederhana ini.

Kita semua tahu bahwa pada sore hari Minggu Paskah berakhirlah sudah seluruh rangkaian Triduum Paskah (Triddum Sacrum) yang sudah dimulai pada hari Kamis Putih (sore ataupun malam, tergantung kapan Ekaristi Kamis Putih dimulai). Kamis Putih masih dilewati dengan rasa sukacita, rasa bahagia, sehingga orang bisa mementaskan cinta (agape). Jum’at Agung dilewati dalam duka, sunyi, dan luka, nestapa. Luka dan duka itu masih terus berlanjut pada Sabtu Paskah. Lalu pada hari Minggu Paskah, untaian itu dipuncaki dengan pekik sukacita mendengar kabar sukacita kebangkitan. Kira-kira begitulah untaian perasaan yang muncul dalam diri saya saat melewati untaian Triduum suci itu. Nah sekarang, pada hati Minggu, saya hampir tidak bisa membayangkan bagaimana mungkin penutupan Triduum Paskah ini berakhir tanpa melihat sosok santa Perawan Bunda Maria, yang hampir tidak pernah disebut dalam injil-injil perayaan paskah.
Tetapi syukurlah bahwa injil Yohanes masih cukup teliti mencatat kehadiran Bunda Maria yang berdiri di kaki salib, bersama dengan isteri Kleopas, dan Maria Magdalena (Yoh.19:25). Kita semua mendengar hal itu, karena hal itu dibacakan dalam kisah Sengsara (passio) pada hari Jum’at Agung. Dalam Passio itu kita mendengar sebuah kisah yang sangat menyentuh perasaan. Sebelum menyerahkan roh-Nya kepada Allah, Yesus menyerahkan dan mempercayakan ibu-Nya kepada “murid yang dikasihi-Nya”. Lalu selanjutnya dikatakan bahwa “sejak saat itu murid tadi menerima dia (Maria) di rumahnya.” (Yoh.19:26-27). Jadi, menurut Yohanes, betapa dekatnya Maria pada seluruh untaian peristiwa di Yerusalem itu (Fransiskus Borgias M., Saat-saat Terakhir Hidup Yesus Menurut Yohanes, Jakarta: Fidei Press, 2012).

Walaupun injil-injil tidak menyebut tentang Bunda Maria yang menyaksikan tentang peristiwa kebangkitan, tetapi secara religius-imajinatif kita dapat membayangkan bahwa Bunda Maria juga kiranya ikut serta mendengar kabar tentang penemuan fakta makam kosong itu. Pasti Maria juga tahu (karena ia sudah tinggal di rumah Yohanes) bagaimana Yohanes berlari ke lokasi pemakaman itu setelah mendengar kabar yang dibawa oleh Maria Magdalena. Kiranya kita juga bisa dengan mudah membayangkan bahwa bunda Maria sendiri mungkin saja hadir juga di taman tempat makam itu terletak. Hampir tidak ada alasan untuk menyingkirkan kemungkinan ini, sebab ia sendiri ada di dekat tempat itu.

Kiranya kita bisa mengisi “kekosongan” yang muncul karena bisunya para penginjil terkait dengan bunda Maria pada hari kebangkitan dengan imajinasi-religius kita. Misalnya kita bisa mengandaikan bahwa dia sendiri bisa saja mendapat kabar kebangkitan itu juga. Dan saat mendengar kabar itu, ia juga langsung percaya akan kabar itu. Kiranya mudah juga kita membayangkan dan bahkan menerima bahwa Kristus yang bangkit bisa saja telah menampakkan diri kepadanya juga bahkan untuk pertama kalinya sebelum kepada yang lain-lain tanpa harus menggembar-gemborkannya. Bagaimana pun juga, Bunda Maria adalah sang model murid yang menerima dan menyimpan Firman dan merenungkannya di dalam hatinya (Luk 2:51). Bunda Maria sendiri hadir di Kana tatkala Yesus untuk pertama kalinya berbicara tentang “saat” Dia (Yoh 2:4).
Kiranya dengan semua latar belakang seperti itu, kita dapat dengan mudah membayangkan bahwa Bunda Maria pun pasti sangat peka terhadap “tanda-tanda” lain yang dikerjakan oleh Anak-Nya dan memahami semua hal itu dalam terang sorotan Kitab Suci. Kiranya kita tidak usah mengganggu pelbagai meditasi dia dan keheningan dia, sebab para penginjil, khususnya Yohanes, menghormati meditasi dan keheningan itu justru dengan tidak berbicara apa-apa tentang hal itu. Begitulah cara saya menjelaskan fakta “kebisuan” para penginjil tentang kehadiran Bunda Maria di sekitar peristiwa Paskah.

Kelak kita akan menjumpai dia (Bunda Maria) lagi di Yerusalem, di ruang atas bersama dengan para murid dan beberapa orang perempuan yang lain. Di sana mereka berkumpul dan berdoa, sambil menantikan datangnya Roh Kudus (Kis 1:12-14). Setelah menyinggung tentang adegan ini, Kitab Suci tidak pernah lagi berkata sesuatu apapun tentang bunda Maria. Tetapi kita tidak dapat menyangkal fakta bahwa ia sudah terpilih menjadi bunda yang mengandung dan melahirkan sang penyelamat. Dan ia sendiri hadir di tengah-tengah dan bersama dengan para murid saat Gereja itu lahir (dalam dan melalui peristiwa Pentakosta itu). Walau ia memainkan peranan yang luar biasa agung seperti itu, bunda Maria tetaplah sosok seorang hamba Tuhan yang rendah hati dan hina-dina.

Kiranya itulah sebabnya, pada sore hari Minggu Paskah kita menyalami dia dan mengikutsertakan dia (sang Bunda) dalam sukacita seluruh kaum beriman karena peristiwa kebangkitan itu. Dengan pertimbangan itulah maka Gereja pun menyanyikan antipon “Regina Caeli” di atas tadi. Semua kaum beriman sangat bersukacita karena peristiwa kebangkitan itu. Bunda Maria, yang digelari sang Ratu Surgawi, juga turut serta diundang untuk terlibat dalam pesta yang penuh sukacita itu.


Taman Kopo Indah II, D4 No.40 Bandung.
Penulis: Teolog dan Dosen Teologi Biblika pada FF-UNPAR Bandung.


5 comments:

canticumsolis said...

PARA PEMBACA SEKALIAN, SEMOGA REFLEKSI SINGKAT INI BERGUNA UNTUK MEMPERKAYA KALIAN SEMUA. SELAMAT MENIKMATI.... SALAM....

Anselmus Sahan said...

Mlm kk. Saya baru habis baca artikel dite. Buat susah tidur e. Mat Paskah kk sek.

canticumsolis said...

Pa Anselm, tabe paskah kole te ite ge.... delek eme manga gunan tulisan hoo latang te ite... te pande pengantar tidur.... mari kita bersukacita bersama Bunda Maria... sang Ratu Surgawi....

Unknown said...

Tks pak Frans, sy dah lama bertanya dlm hati ke mana bunda Maria saat kebangkitan Yesus...

canticumsolis said...

Pak Dhe.... sama-sama pakdhe... syukur jika tulisan sederhana ini ada gunanya utk menjawab pertanyaan-pertanyaan kecil dalam hati kita semua...

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...