Friday, March 3, 2017

HARI MINGGU PERTAMA MASA PUASA

Oleh: Dom Abbot Gueranger OSB
(penerjemah: Fransiskus Borgias M).



Pengantar Penerjemah:
Teks ini merupakan sebuah terjemahan agak bebas dari buku Abbot Gueranger OSB, The Liturgical Year, Lent, 1949. Westminster, Maryland: The Newman Press (pp.121-127). Ini adalah sebuah buku yang sudah sangat tua, buku kuno. Jadi, apa yang saya lakukan di sini adalah ibarat sebuah perjalanan ke masa silam. Ibarat menggali fosil, ibarat menambang, berharap menemukan batubara, tembaga, emas, permata, intan. Itu harapan saya. Sebuah proses belajar sendiri. Mungkin ada banyak yang tidak lagi kita ketahui, karena tidak lagi kita praktekkan. Tetapi dulu pernah ada. Banyak catatan dalam kurung untuk memperjelas isi dan maksud. Semoga berguna. Agar tidak rumit, maka semua catatan kaki yang ada dalam teks asli, saya masukkan sebagai bagian utuh dari teks dalam kurung. Sedangkan catatan yang berasal dari saya sebagai penerjemah akan diberi tanda, penerjemah dan dicetak miring. Maaf, terjemahan masih belum begitu halus. Di sana-sini masih terasa kaku, tetapi sebuah sebuah bahan dasar renungan dan pembelajaran kiranya sudah cukup memadai. Sekali lagi, semoga bermanfaat. (EFBE FRANSISKUS).



Hari Minggu ini merupakan yang pertama dari masa enam minggu dalam masa Puasa. Hari Minggu yang pertama ini merupakan salah satu dari yang paling agung di sepanjang tahun (Penerjemah: Dulu ada kebiasaan bahwa lagu pembuka pada Misa hari Minggu ini diganti dengan Litani Para Kudus. Itu karena Hari Minggu pertama ini adalah Gerbang Perdana menuju persiapan selama enam hari Minggu Puasa untuk menyongsong Hari Raya Paskah, hari Kebangkitan Tuhan Yesus, sumber dan dasar iman Kristiani. Oleh karena itu, gereja yang sedang berada dan berziarah di dunia ini mengundang juga persekutuan para kudus di surga, untuk bersama-sama dengan kita berkumpul bersama, menunggu di depan Gerbang Agung ini untuk menuju ke Puncak pesta iman dalam Paskah). Minggu pertama ini, bersama dengan hari Minggu yang lain dalam masa Puasa, memiliki kedudukan unggul yang melampaui semua hari pesta, bahkan pesta pelindung, santo-santa, ataupun pemberkatan gereja. Dalam pelbagai kalendar kuno, Minggu pertama ini disebut Minggu Invocabit. Nama itu berasal dari kata pertama yang dipakai dalam Doa Pengantar (Introitus) Ekaristi. Pada abad pertengahan (khususnya di Prancis), Minggu ini disebut Brand Sunday atau Minggu Agung. Disebut demikian, karena orang-orang muda, yang selama pesta Karnaval (Penerjemah: biasanya pesta karnaval itu diadakan pada hari selama tiga hari, mulai dari hari Minggu sampai Selasa sebelum Rabu Abu; dewasa ini masih bisa ditemukan di beberapa daerah kantong Katolik di Belanda dan Jerman dan juga di Brasil) mungkin sudah berlaku salah dan nakal, diwajibkan pada hari ini untuk datang ke gereja dengan membawa obor. Itu adalah pertanda bahwa mereka di depan umum sudah menunjukkan rasa sesal dan tobatnya karena keributan dan kegaduhan yang telah mereka timbulkan (dalam dan selama Karnaval. Penerjemah).

Masa puasa mulai dibuka secara sangat meriah dan agung pada hari ini. Kita sudah mencatat (dalam bagian lain dari buku ini. Penerjemah) bahwa keempat hari yang sudah lewat (maksudnya, Rabu Abu, Kamis, Jum’at, Sabtu; penerjemah) baru dimasukkan (sebagai bagian dari masa puasa, penerjemah) sejak jaman Santo Gregorius Agung. Tujuannya ialah agar jumlah hari puasa itu mencapai angka empatpuluh hari. Lagipula kita juga tidak bisa menganggap Hari Rabu Abu itu sebagai pembukaan agung untuk masa tersebut (Rupanya dulu memang tidak ada kewajiban bagi Umat untuk ikut mendengarkan Misa. Kiranya dewasa ini juga tidak demikian, terutama umat yang tinggal jauh dari pusat paroki. Penerjemah). Sebab (pada hari itu) umat beriman tidak diwajibkan untuk mendengarkan (mengikuti, penerjemah) Misa (Ekaristi, penerjemah). Gereja yang kudus, tatkala melihat anak-anaknya sedang berkumpul bersama (di gereja, pada hari Minggu untuk merayakan ekaristi, penerjemah), menyampaikan kepada mereka, dalam Ofisi Matituna-nya, kata-kata yang agung dan mengesankan dari santo Paus Leo Agung: “Harus menyampaikan kepada kamu, anak-anak terkasih, puasa yang paling suci dan paling utama, bagaimanakah caranya saya bisa memulainya dengan tepat, daripada dengan kata-kata dari sang rasul, dalam diri siapa Kristus sendiri sudah berbicara, dan dengan mengatakan kepadamu apa yang baru saja dibacakan: “Lihatlah! Sekarang inilah waktunya yang tepat; lihatlah! Saat inilah hari keselamatan.” Sebab walaupun (sesungguhnya, penerjemah) tidak ada satu waktupun yang tidak dipenuhi dengan rahmat ilahi, dan berkat rahmat Allah, kita bisa selalu masuk dan mendapatkan kerahiman-Nya, namun kita semua harus meningkatkan (menggandakan) upaya-upaya kita untuk menggapai kemajuan (perkembangan) rohani dan dijiwai dengan kepercayaan yang tinggi, tetapi sekarang saat peringatan dari hari penebusan kita sudah semakin mendekat, mengundang kita untuk membaktikan diri kita ke dalam banyak pekerjaan yang baik, agar dengan cara demikian kita boleh merayakan, dengan tubuh dan hati yang murni, misteri Sengsara Tuhan kita yang tiada taranya.

Adalah benar bahwa devosi dan penghormatan kita terhadap misteri yang sedemikian besar itu harus terus menerus dijaga sepanjang tahun, dan kita sendiri sepanjang waktu harus, dalam pandangan Allah, tetap sama tatkala kita semakin mendekati hari raya Paskah yang agung. Tetapi ini adalah sebuah usaha yang hanya sedikit orang dari antara kita berani menghadapi dan menanggungnya. Kelemahan daging menyebabkan kita sedikit melonggarkan sikap ketat kita; pelbagai macam kesempatan dalam hidup sehari-hari telah menyibukkan pikiran-pikiran kita; dan dengan demikian bahkan orang yang paling kuat pun menemukan bahwa hati mereka tersaput penuh oleh debu dunia ini. Itulah sebabnya Tuhan kita sudah dengan sangat tepat memberikan empatpuluh hari ini, yang praktek-prakteknya yang kudus kiranya bisa menjadi obat bagi kita, dan dengan cara itu kita pun mampu lagi menggapai kemurnian jiwa kita. Pekerjaan-pekerjaan yang baik dan puasa-puasa yang suci dalam masa ini ditetapkan sebagai suatu silih bagi, dan suatu pemusnahan dari dosa-dosa yang kita lakukan sepanjang tahun.

“Oleh karena itu, sekarang, saat kita akan memasuki hari-hari ini, yang penuh dengan banyak misteri, dan yang ditetapkan demi tujuan suci yaitu memurnikan tubuh dan jiwa, baiklah kita, umat terkasih, bertingkah-laku dengan penuh perhatian sebagaimana yang diminta sang rasul dari kita, dan membasuh diri kita dari semua kotor-cela dari tubuh dan juga dari roh: jadi itu adalah sebuah pertempuran antara dua unsur pokok yang dibuat menjadi tidak lagi begitu keras, jiwa, yang, ketika dia sendiri (jiwa) tunduk pada Allah, harus menjadi penguasa atas tubuh, akan memulihkan kembali martabat dan kedudukannya sendiri. Baiklah kita juga menghindarkan jangan sampai membuat seseorang tersinggung (marah), sehingga tidak akan ada seorang pun yang dipersalahkan atau mengucapkan hal-hal yang jahat tentang engkau. Sebab kita memang pantas mendapatkan peringatan-peringatan yang keras dari kaum tak beriman, dan kita menyebabkan lidah orang jahat mencela agama, ketika kita yang berpuasa justru mengarungi hidup yang tidak suci. Sebab puasa kita tidak sekedar terdiri atas hal menahan diri dari makanan; ia juga tidak bukan terutama sekali menyangkal makanan bagi tubuh kita; inti puasa kita ialah menahan jiwa kita dari dosa.” (Kotbah Keempat Masa Puasa. Tetapi tidak dijelaskan ini, kotbah dari siapa? Tetapi karena di depan tadi sudah disebut nama dari santo Leo Agung, maka mungkin kotbah ini berasal dari dia. Penerjemah).

Setiap hari Minggu dalam masa Puasa memberi kepada kita sebuah pesan dari Injil untuk kita renungkan. Pesan dari Injil itu sejalan dengan suasana dan citarasa yang diberikan oleh Gereja kepada kita. Hari ini dia (bunda Gereja. Penerjemah) melukiskan kepada kita perihal pencobaan Tuhan kita di gurun. Dalam pengajaran ini terkandung sebuah terang dan dorongan yang mengagumkan bagi kita.

Kita sendiri mengakui bahwa kita adalah para pendosa; pada waktu ini, kita terlibat dalam mengupayakan penebusan atas dosa-dosa yang telah kita lakukan; tetapi bagaimanakah caranya kita telah jatuh ke dalam dosa? Setan menggoda kita; kita tidak menolak godaan itu; lalu kita pun tunduk mengalah pada godaan itu, dan pada saat itulah dosa pun terjadi. Ini adalah sejarah masa silam kita; dan demikinalh juga halnya kelak di masa yang akan datang, kalau kita tidak menimba pelajaran yang diberikan kepada kita hari ini oleh Penebus kita.

Tatkala sang rasul berbicara tentang kerahiman yang mengagumkan yang ditunjukkan kepada kita oleh sang Penyelamat kita yang suci, yang telah rela membuat DiriNya sendiri menjadi sama dengan kita dalam segala hal kecuali dosa, ia dengan tepat telah menekankan pencobaan-pencobaan yang telah Ia alami (Ibr.4:15). Dia, yang adalah Allah, telah menghampakan Diri sampai serendah-rendahnya, hanya untuk membuktikan betapa sangat lembut Ia menghasihi kita. Maka di sini, kita melihat sang Santo dari segala santo sedang membiarkan roh jahat mendekati Dia, agar kita bisa belajar, dari teladanNya, bagaimana kita bisa menggapai kemenangan dalam pencobaan.

Setan sudah lama memandang (bahkan mengintai atau mengincar. Penerjemah) Yesus; setan itu sangat merasa terganggu saat menyaksikan keutamaan-keutamaan yang tiada bandingnya. Misalnya, situasi lingkungan yang sangat mengagumkan saat Ia lahir; para gembala yang dipanggil oleh para malaekat untuk datang ke palungan-Nya, dan orang-orang Majur dituntun oleh bintang; sang Bayi pun luput dari rencana jahat Herodes; kesaksian yang diberikan oleh si Nabu baru ini oleh Yohanes Pembaptis: semua hal ini, yang tampaknya sangat maju juga selama masa tiga puluh tahun yang dilewatkan dalam ketidak-tahuan (maksudnya: tertutup dari mata publik, karena hidup dan tinggal di kampung. Penerjemah) di Nazaret, merupakan sebuah misteri bagi sang ular dari neraka itu, dan membuat dia akhirnya menjadi cemas juga. Misteri Inkarnasi yang tidak terselami sudah terjadi tanpa ia (ular tadi) ketahui juga; ia (ular penggoda tadi) juga tidak pernah sekalipun curiga bahwa sang Perawan yang rendah hati, Maria, adalah dia yang sudah dinubuatkan oleh nabi Yesaya, bahwa ia akan mengandung dan melahirkan sang Immanuel (Yes.7:14); tetapi ia sadar bahwa waktunya sudah tiba, bahwa minggu terakhir yang dimaksudkan Daniel itu sudah mulai datang, dan bahwa orang-orang kafir sedang memandang ke Yudea untuk lahirnya seorang pembebas. Ia takut akan Yesus ini; ia berusaha keras (ingin sekali. Penerjemah) untuk berbicara dengan Dia, dan berusaha memperoleh dari Dia beberapa ungkapan yang kiranya bisa menunjukkan kepada dia apakah Dia itu memang Anak Allah atau tidak; dia akan mencobai Dia kepada beberapa tindakan dosa, yang, kalau saja Ia perbuat, akan bisa membuktikan bahwa objek dari sebuah ketakutan yang besar, bagaimana pun juga, membuktikan bahwa dia adalah Manusia yang fana belaka.

Musuh Allah dan manusia ini, tentu saja, kecewa berat. Ia mendekati Yesus; tetapi semua upaya yang ia lakukan semakin membuat ia sendiri bingung. Penebus kita, dengan semua pengendalian-diri dan sejumput keagungan sebagai Allah-Manusia, menolak semua serangan setan itu; tetapi Ia tidak menyingkapkan asal-usul surgawiNya. Lalu roh jahat itu pun mundur tanpa menemukan sesuatu apa pun yang melampaui hal ini – yaitu bahwa Yesus adalah nabi, yang setia kepada Allah. Kemudian, tatkala ia melihat Anak Manusia diperlakukan dengan hina, difitnah dan disiksa; tatkala dia menemukan bahwa upaya-upaya dia sendiri untuk membuat dia dihukum mati sungguh berhasil: maka kebanggaan dan kebutaan dia pun semakin menjadi-jadi dan mencapai puncaknya; dan sebelum Yesus wafat di kayu salib, ia baru tahu bahwa korban dia itu bukan hanya Manusia biasa, melainkan Manusia dan Allah. Pada saat itulah dia menemukan betapa semua rancangan jahatnya melawan Yesus justru telah berfungsi untuk memperlihatkan, dengan sangat indah, kerahiman dan keadilan Allah: Kerahiman Dia, karena Ia menyelamatkan umat manusia; dan keadilan Dia, karena Ia mematahkan kuasa neraka untuk selama-lamanya.

Semuanya ini adalah rancangan dari Penyelenggaraan ilahi yaitu membiarkan roh jahat untuk merusak, dengan kehadirannya, ketidak-hadiran Yesus, berbicara kepada Dia, dan menimpa Dia. Tetapi baiklah kita merenungkan dengan penuh perhatian tiga godaan itu dalam semua situasi kongkretnya; sebab Penebus kita mengalaminya hanya dengan maksud agar Dia bisa mengajar dan mendorong kita.

Kita mempunyai tiga musuh untuk dilawan; jiwa kita menghadapi tiga bahaya; sebab, sebagaimana dikatakan oleh murid yang terkasih itu, semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup! (1Yoh.2:16). Yang dimaksudkan dengan keinginan daging ialah cinta akan hal-hal jasmani, yang mendambakan apa saja yang dapat disetujui oleh daging, dan, ketika tidak dikendalikan, akan menyeret jiwa itu ke dalam kesenangan-kesenangan yang tidak sah (tidak sepatutnya. Penerjemah). Keinginan mata mengungkapkan cinta akan barang-barang dari dunia ini, seperti kekayaan dan harta benda; semuanya ini menyilaukan mata, dan pada gilirannya menggoda hati. Keangkuhan hidup adalah rasa percaya akan diri kita sendiri, yang mendorong kita ke arah kesia-siaan dan sombong, dan membuat kita lupa bahwa semua yang kita miliki, hidup kita dan setiap pemberian yang baik, kita peroleh dari Allah semuanya.

Setiap dosa kita datang dari salah satu dari ketiga sumber tadi; setiap godaan yang kita alami tertuju untuk membuat kita menerima (menyetujui) keinginan daging, keinginan mata, dan keangkuhan hidup. Maka, sang Penyelamat kita, yang akan menjadi model kita di dalam segala sesuatu, berkenan membaktikan DiriNya sendiri kepada ketiga pencobaan ini.

Pertama-tama setan mencobai Dia terkait dengan daging: dia (setan) mengusulkan kepada Dia untuk memuaskan dorongan rasa lapar, dengan mengerjakan sebuah mukjizat, yaitu mengubah batu menjadi roti. Kalau Yesus setuju, dan memperlihatkan rasa semangat untuk menyerah kepada dorongan Tubuh-Nya, maka sang penggoda akan menyimpulkan bahwa Dia hanyalah sekadar sosok makhluk fana belaka yang rapuh, yang tunduk pada keinginan seperti halnya manusia yang lain juga. Ketika ia (setan) mencobai kita, yang telah mewarisi keinginan yang jahat dari Adam, maka usul-usul dia (setan tadi) melangkah lebih jauh dari hal ini: ia berusaha untuk mengotori jiwa melalui badan. Tetapi kekudusan yang tinggi dari sang Sabda yang Menjelma tidak pernah membiarkan si setan itu memakai sebuah kekuasaan atas Yesus yaitu kekuasaan yang telah ia terima saat mencobai manusia dalam indra-indra luarannya. Maka pelajaran yang diberikan kepada kita oleh sang Anak Allah di sini, ialah pelajaran mengenai pengendalian-diri: tetapi kita tahu bahwa, bagi kita, pengendalian diri adalah induk dari kemurnian, dan bahwa ketidak-mampuan untuk mengendalikan diri justru mendorong indra-indra kita untuk memberontak.
Godaan kedua ialah keangkuhan; “Jatuhkan diriMu ke bawah, dan malaekat akan menopang Engkau dengan tangan mereka”. Sang musuh ingin sekali melihat kalau-kalau perkenanan surga telah menghasilkan dalam diri Yesus sebuah jiwa yang angkuh, yaitu suatu rasa percaya-diri yang tidak tahu bersyukur, yang menyebabkan makhluk ciptaan merebut pemberian-pemberian Allah bagi dirinya sendiri, dan melupakan sang pemberi yang maharahim itu. Di sini, juga, dia (setan) itu gagal; kerendahan hati sang Penebus kita mengacaukan keangkuhan dari malaekat pemberontak itu.
Kemudian dia (setan) melakukan ikhtiarnya yang terakhir: ia berharap agar kali ini bisa berhasil dengan cara mengganggu segi ambisiNya, sebab Dia sudah terbukti teguh dalam hal pengendalian diri dan kerendahan hati. Ia pun menunjukkan kepada Dia semua kerajaan di bumi ini, dan kemuliaan dari kerajaan itu; lalu ia pun berkata kepadaNya: “Semuanya ini akan kuberikan kepadaMu, asal saja Engkau berkenan menyembah aku.” Yesus menolak tawaran yang kurang ajar itu, dan mengusir dariNya si penggoda itu, pangeran dari dunia ini (Yoh.14:30); dengan cara ini ia mengajar kita bahwa kita harus menghinakan kekayaan dari dunia ini, sesering upaya kita untuk mendapatkan dan menyimpan mereka dengan syarat bahwa kita melanggar hukum Allah dan menyembah setan.

Tetapi baiklah kita perhatikan bagaimana sang Model ilahi kita, sang Penebus kita, mengatasi si penggoda itu. Apakah Dia mendengarkan perkataan-Nya? Apakah Dia membiarkan saat penggodaan itu, dan memberinya kekuatan dengan cara menundanya? Kita justru berbuat demikian, saat kita digoda; maka kita pun jatuh. Tetapi Tuhan kita dengan segera menghadapi setiap pencobaan dengan pedang dari sabda Allah. Ia pun mengatakan: “Dalam Kitab Suci ada Tertulis: “Manusia tidak hanya hidup dari roti saja.” Ada tertulis: “Engkau jangan mencobai Tuhan Allahmu.” Ada juga tertulis: “Engkau harus menyembah Tuhan Allahmu, dan hanya Dialah yang patut disembah.” Hal inilah yang harus menjadi praktek kita di waktu yang akan datang. Hawa mendatangkan kekalahan atas dirinya, dan atas seluruh bangsa manusia, karena ia mendengarkan ular itu. Dia yang bermain-main dengan godaan pasti akan jatuh. Sekarang ini kita berada dalam sebuah masa yang sangat penuh rahmat; hati kita pun harus berjaga-jaga, saat-saat yang berbahaya disingkirkan, segala sesuatu yang berbau keduniaan haruslah disingkirkan; jiwa kita, yang dimurnikan dengan doa, berpuasa, dan perbuatan amal sedekah, akan bangkit dengan Kristus, kepada sebuah hidup baru; tetapi apakah kita mampu bertahan? Semuanya tergantung pada bagaimana kita bersikap di dalam menghadapi pencobaan. Di sini pada permulaan masa Puasa ini, Gereja memberi kita pesan ini dari Injil Suci, agar kita tidak hanya memiliki perintah melainkan juga teladan. Kalau kita bersikap penuh perhatian dan setia, maka pelajaran yang ia (bunda gereja) berikan kepada kita akan menghasilkan buahnya; dan ketika kita datang ke perayaan agung Paskah, maka kita pasti akan menikmati janji-janji ketekunan ini: ketekunan berjaga, pengendalian-diri, doa, dan bantuan rahmat ilahiyang tidak pernah sia-sia.

Gereja Yunani, kendati prinsip yang ia pegang untuk tidak pernah mengakui atau membiarkan adanya sebuah pesta selama masa Puasa, toh pada hari Minggu pertama Puasa ini merayakan salah satu dari hari-hari rayanya yang terbesar. Hal ini disebut Orthodoxia, dan yang dipatenkan di dalam ingatan akan pemulihan patung-patung di Konstantinopel dan kekaisaran timur, pada tahun 842, tatkala Kaisar Theodora, dengan dibantu oleh Patriark yang agung Methodius, menghentikan pengejaran Ikonoklas, dan memulihkan kepada gereja-gereja patung-patung kudus yang telah dibuang jauh oleh murka kaum bidaah itu.

Taman Kopo Indah II Blok D4 No.40 Bandung, 40218, Jawa Barat.

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...