Tuesday, March 8, 2016

MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 124

Oleh: Fransiskus Borgias M.

Dalam mazmur 124 ini terungkap sebuah kesadaran diri orang Israel yang muncul setelah mereka merenungkan kembali perjalanan dan sejarah hidup mereka. Dalam sejarah hidup mereka sudah muncul sangat banyak para bangsa yang berniat untuk menyerang dan menghancurkan mereka. Dikatakan di sana bahwa para bangsa itu berniat untuk menelan mereka hidup-hidup (ay 3a); para bangsa itu murka sampai bernyala-nyala amarahnya terhadap mereka (ay 3b). Bahkan disebut juga di situ unsur alam yaitu air. Dikatakan bahwa air itu mengancam untuk menghanyutkan hidup mereka (ay 4a), dan menenggelamkan mereka (ay 4b dan 5).

Tentu yang diingat atau dibayangkan pemazmur di sini adalah ancaman para bangsa dalam perjalanan mereka keluar dari tanah Mesir menuju ke Tanah Terjanji. Dalam konteks permenungan historis ini, maka air yang dimaksudkan tadi tentu saja adalah air laut Teberau (Laut Merah; Kel 14:15-31) dan juga air sungai Yordan (Yos 3), tatkala orang-orang Israel menyeberangi keduanya demi menghindarkan diri dan menjauh dari orang-orang Mesir yang mengejar mereka. Itulah shalom yang dialami secara sangat nyata oleh Israel dalam renungan pemzmur ini. Dan semuanya itu bisa terjadi, tidak lain hanya karena Tuhan memihak mereka (ay 1.2). Karena pertolongan Tuhanlah maka mereka selamat, luput dari serangan para lawan, juga luput dari ancaman alam berupa air (laut dan sungai). Tanpa pertolongan dan campur tangan Tuhan, maka mereka pasti sudah binasa semuanya. Tanpa sisa apa-apa lagi. Mungkin hanya tinggal kenangan belaka.

Dari dan atas dasar pengalaman inilah maka mengalirlah lagu ucapan syukur dalam sisa-sisa ayat mazmur ini. Karena Tuhan sudah meluputkan mereka, maka mereka pun melambungkan puji-pujian kepada Tuhan yang tidak menyerahkan mereka kepada gigi para musuh mereka (ay 6). Pengalaman shalom yang berasal dari Allah itu juga menjadi nyata dalam pengalaman terluput seperti burung yang luput dari jerat penangkap. Bahkan tidak hanya luput saja, jerat itu sendiripun sudah putus (ay 7); kalau jerat itu sudah putus, maka itu berarti sudah tidak ada ancaman lagi. Betapa sangat aman dan nyamannya hidup tanpa ancaman. Itulah shalom yang berasal dari Allah sang sumber shalom itu sendiri. Sebaliknya, betapa sangat tidak nyamannya hidup yang selalu dibayang-bayangi oleh ancaman. Kiranya itulah sebabnya mazmur ini diberi judul yang menarik, “Terpujilah Penolong Israel.”

Pengalaman shalom, aman, tenteram itulah yang dipadatkan dalam rumusan keyakinan iman terakhir dalam ayat 8 itu, yang kiranya sangat terkenal di telinga dan hati kita karena sering sekali dipakai sebagai sebuah doa: “Pertolongan kita adalah dalam nama Tuhan, yang menjadikan langit dan bumi.” Sang pencipta langit dan bumi menjadi sumber pertolongan dan keselamatan kita. Kiranya tidak ada lagi sumber shalom yang lebih tinggi dan lebih mantap dan meyakinkan dari itu sebab shalom itu berasal dari sang pencipta itu sendiri. Maka segala macam bentuk ancaman kehidupan menjadi relatif, menjadi tidak berarti apa-apa lagi sebab kita mengalami sumber pertolongan dan shalom itu dari Tuhan sang pencipta itu sendiri.

Bandung, akhir Desember 2015.
Oleh: Fransiskus Borgias M.
Dosen Teologi Biblika FF-UNPAR Bandung.

1 comment:

Anonymous said...

Pengen berlangganan tulisan-tulisan anda di email sy

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...