Friday, October 9, 2015

MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 119 BAGIAN V

Oleh: Fransiskus Borgias M.

Relasi kedekatan dan kecintaan pemazmur dengan Tuhan dan Tauratnya, masih juga menjadi pokok refleksi utama Bagian V ini (sebagaimana Bagian IV). Bagian V ini mencakup ayat-ayat sbb: 121-150. Bagian V ini dapat dibagi menjadi empat bagian. Bagian I: ay 121-128. Bagian II: ay 129-136. Bagian III: ay 137-144. Bagian IV: ay 145-150. Uraian selanjutnya mengikuti alur pembagian di atas, bagian demi bagian.

Dalam Bagian I, refleksi dimulai pemazmur dengan menegaskan bahwa dirinya telah mentaati hukum dan keadilan Tuhan, dan karena itu ia berharap agar Tuhan tidak menyerahkan dirinya kepada para pemerasnya (ay.121). Ia berharap agar orang yang kurang ajar, jangan memeras dirinya; ia juga berharap agar Tuhan menjadi jaminan kebaikan bagi dirinya di hadapan lawannya (ay 122). Rupanya situasi hidup pemazmur sangat gawat, sehingga ia mendambakan janji keselamatan dari Tuhan (ay 123). Atas dasar janji keselamatan itu, pemazmur berharap agar Tuhan memperlakukan dirinya berdasarkan kasih setia-Nya (hesed); ia juga berharap agar Tuhan mengajarkan ketetapan-ketetapanNya kepada dirinya (ay 124), agar ia bisa memahami semuanya itu (ay 125) sebab dirinya adalah hamba Tuhan. Di tengah masyarakat manusia ini ada juga orang yang tidak taat kepada Taurat Tuhan, bahkan mereka merombak Taurat itu, maka pemazmur berharap agar Tuhan segera bertindak agar mereka tidak mendatangkan kerusakan yang lebih parah (ay 126). Dalam hidup di dunia ini, pemazmur mencintai Taurat Tuhan melebihi apa pun, termasuk barang paling berharga di mata manusia (emas; ay 127). Karena ia mencintai Taurat Tuhan maka ia menjalani hidup jujur menurut perintah Tuhan, dan ia menjauhi hidup yang penuh dusta (ay 128).

Dalam Bagian II, refleksi pemazmur dilanjutkan dengan pengalamannya akan Hukum Tuhan yang serba ajaib, dan karena itu ia berpegang teguh padanya (ay 129). Bagi orang yang tekun mencari Firman Tuhan, maka firman itu akan tersingkap dan apabila ia tersingkap maka Firman itu akan menerangi jalan hidup manusia (ay 130); bahkan orang bodoh pun bisa mendapat pencerahan dan pengertian karena Firman ini. Dalam ay 131 kita menemukan metafora yang menarik: karena sangat mendambakan Hukum Tuhan, maka pemazmur merasa bahwa mulutnya menganga dan megap-megap karena terengah oleh rindu (ay 131). Dalam megap-megap rindu itu, ia berharap agar Tuhan berpaling segera kepadanya sebagaimana sudah seharusnya sikap Tuhan terhadap orang yang mencintaiNya (ay 132). Lalu ia memohon dua hal: agar Tuhan meneguhkan langkahnya, dan agar jangan sampai ia dikuasai oleh yang jahat (ay 133). Pemazmur juga berharap agar Tuhan membebaskan dia dari pemeras (ay 134). Ia juga berharap agar Tuhan menyinari wajahnya dengan cahaya wajahNya dan juga agar Tuhan mengajarkan ketetapanNya kepada dirinya (ay 135). Bagian ini ditutup dengan refleksi personal di mana ia menjadi sedih dan menangis karena orang di sekitarnya hidup tanpa berpegang pada Taurat (ay 136). Dengan kata lain, sikap hidup manusia yang tiada mempedulikan Taurat Tuhan, membuat dia menjadi bersedih hati.

Bagian III dilanjutkan dengan refleksi teologis mengenai keadilan dan hukum Tuhan; ia mengalami secara nyata bahwa Tuhan itu adil dan hukumNya benar (ay 137). Pemazmur juga mengalami bahwa Tuhan memerintah dengan keadilan dan kesetiaan, dua sifat Tuhan (ay 138). Pemazmur merasa bahwa ia mencintai Hukum Tuhan; cinta itu diibaratkannya laksana api yang berkobar-kobar dan membakar sampai ia merasa terhangus karena menyaksikan orang yang tiada mempedulikan hukum Tuhan (ay 139). Dalam ay 140 pemazmur melanjutkan refleksi mengenai setia-janji Tuhan, hal mana menyebabkan para hambaNya mencintai janji tersebut. Kemudian refleksi pemamzur menukik ke dalam dirinya dan ia sampai pada sebuah kesadaran paradoksal: walau pun ia merasa kecil dan hina-dina, namun dalam kedinaannya ia tidak melupakan perintah Tuhan (ay 141). Pemazmur juga sadar bahwa keadilan dan Hukum Tuhan akan berlangsung hingga kekal (ay 142). Selanjutnya dalam ay 143, kembali pemazmur berefleksi menukik ke dalam hidupnya sendiri: walau ia terdesak dan tersesak, namun kondisi itu tidak sampai menyebabkan dia lupa hukum Tuhan; sebaliknya ia sangat menyukai hukum Tuhan. Dalam ay 144 kita menemukan sebuah unsur menarik: ia meminta agar Tuhan menumbuhkan pengertian dalam dirinya akan peringatan Tuhan yang adil, dan pengertian itu akan menjadi prasyarat hidup baginya. Dengan kata lain, ia meminta agar ia hidup di atas dasar pengertian dan pemahaman akan perintah Tuhan.

Bagian IV dimulai dengan dialog yang dengan Tuhan. Ia berharap agar Tuhan menjawab seruannya (ay 145). Ia memohon agar Tuhan sudi menyelamatkan dirinya (ay 146). Menarik bahwa untuk kedua ayat ini (145-146) ia teguhkan dengan sebuah niat untuk berpegang-teguh pada ketetapan (145) dan peringatan Tuhan (146). Di pagi hari pemazmur sudah berseru kepada Tuhan (doa pagi) agar Tuhan menolongnya (ay 147). Sebelum waktu jaga malam tiba, pemazmur sudah bangun untuk merenungkan janji Tuhan (ay 148), sebuah cara hidup yang benar-benar berdisiplin di dalam Tuhan. Tiada hentinya pemazmur berharap agar Tuhan mendengarkan suaranya karena Tuhan itu penuh kasih dan setia; ia juga berharap agar Tuhan menghidupkan dia sesuai dengan hukumNya (ay 149). Untaian refleksi ini ditutup dalam ay 150 dengan sebuah refleksi yang paradoksal: orang yang berniat jahat terhadap pemamzur mendekati dirinya, tetapi justru dengan itu sebaliknya mereka semakin menjauh dari Taurat Tuhan.

Jakarta, 15 Juli 2015.

1 comment:

canticumsolis said...

ARTIKEL INI SUDAH DIAMBIL REDAKSI BERGEMA DAN DITERBITKAN DALAM BERGEMA EDISI OKTOBER 2015, NO.218, TAHUN XXI.

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...