Tuesday, August 4, 2015

MENIKMATI MAZMUR 119 BAGIAN III

Oleh: Fransiskus Borgias M.


Refleksi pemazmur dalam bagian terdahulu, dilanjutkan terus di sini, sehingga refleksi itu harus dilihat sebagai satu kesatuan utuh. Sekarang saya mau membahas penggal yang ketiga. Bagian III dari Mazmur 119 ini mencakup ayat 73-96. Secara garis besar, Bagian III ini dapat dibagi lagi menjadi tiga unit yang lebih kecil. Unit I terdiri atas ay.73-80; unit II terdiri atas ay.81-88; unit III terdiri atas ay.89-96. Saya akan mencoba mengulasnya dengan mengikuti alur pembagian unit-unit di atas tadi.

Dalam unit pertama, pemazmur merenungkan beberapa hal penting. Pertama, ia merenungkan misteri awal mula hidup dan keberadaannya di dunia ini: ia mengaku dengan rendah hati bahwa Tuhanlah yang telah menjadikan dia (ay.73). Oleh karena itu ia pun memohon agar Tuhan sudi memberinya pengertian agar ia dapat mempelajari perintah Tuhan. Ia juga hidup dengan berharap pada firman Tuhan (ay.74) dan hal itu menimbulkan rasa sukacita dalam diri orang-orang yang takut akan Tuhan. Ia juga menyadari bahwa hukum-hukum Tuhan itu adil dan keadilan hukum Tuhan itulah yang terkadang menghukum dia dan hal itu pasti terasa pedih sebagai orang yang beriman sebab di sini terasa sesuatu yang bertentangan (ay.75). Kemudian dalam lima ayat berturut-turut pemazmur seakan-akan menampakkan sikap pasrahnya kepada kerahiman dan penyelenggaraan Tuhan. Hal itu tampak jelas dalam pemakaian kata biarlah yang muncul di awal dari masing-masing kelima ayat tadi. Dua kata biarlah yang pertama (ay.76-77) menyangkut dirinya sendiri: Ia ingin agar kasih setia Tuhan menjadi penghiburannya; ia juga ingin agar rahmat Tuhan menjadi sumber kehidupannya. Dua kata biarlah berikutnya (ay.78-79) menyangkut orang-orang lain di sekitarnya: Ia juga berharap agar semua kebaikan Tuhan terhadap dirinya bisa mendatangkan efek pertobatan bagi orang-orang yang selama ini berlaku kurang ajar terhadapnya. Dan satu kata biarlah yang terakhir (ay 80) kembali menyangkut dirinya sendiri: Ia berharap agar ia tetap mempunyai hati yang tulus dalam mengikuti ketetapan Tuhan, dengan demikian ia tidak akan mendapat malu.

Dalam unit kedua, kita dapat membayangkan betapa situasi pemazmur ini berat karena ia dikejar-kejar orang tanpa alasan yang jelas, juga karena ada orang yang memasang jebakan (lubang) bagi langkah kakinya (ay.84-86). Dalam situasi seperti ini ia tetap merindukan Tuhan dan pelbagai janjiNya (ay.81-82). Ia rindu agar Tuhan menjadi pokok keselamatannya. Ia rindu agar Tuhan menjadi penghiburannya (bdk.ay.76). Kepengapan situasi hidupnya ia ibaratkan seperti kirbat (kantong air) yang diasapi. Dalam kondisi itu ia tetap tidak melupakan hukum Tuhan (ay.83). Ia merasa bahwa ia sudah hampir sampai pada situasi batas, situasi terjepit oleh para pengejarnya; namun ia tetap tidak meninggalkan Tuhan dan hukumNya (ay.87). Oleh karena itu di akhir unit ini, pemazmur kembali meminta kepada Tuhan agar Tuhan tetap memberikan kehidupan kepadanya agar dalam kesempatan hidup yang kedua itu, ia masih tetap bisa bersaksi tentang hidup dan kasih setia Tuhan, dengan cara berpegang teguh pada peringatan Tuhan (ay.88).

Dalam unit ketiga, pemazmur melanjutkan renungannya tentang hidup dan relasinya dengan Tuhan dan sesama. Ia menegaskan bahwa firman Tuhan itu kekal abadi di surga (ay.89). Ia yakin bahwa kesetiaan Tuhan itu tidak akan berkesudahan, sebab akan terus dirasakan dari angkatan yang satu ke angkatan yang lain (ay.90); kesetiaan Tuhan itulah yang menjadikan bumi ini bisa ada dan tegak berdiri kokoh pada tempatnya. Bahkan segala sesuatu bisa berada hanya karena ketetapan hukum Tuhan belaka (ay.91). Hukum-hukum Tuhan itu tidak lain ialah Taurat; dan selama hidupnya pemazmur telah mentaati Taurat; Taurat itu menjadi kegemaran hidupnya, dan itulah yang membuat dia selamat dari sengsara (ay.92). Karena itu, dalam ay.93, pemazmur seakan-akan sedang bersumpah bahwa ia tidak akan melupakan hukum-hukum Tuhan sampai selama-lamanya. Karena selama ini, ia merasa telah hidup menurut hukum Tuhan, maka ia merasa bahwa dirinya adalah milik Tuhan; atas dasar itu ia meminta agar Tuhan menyelamatkan dia (ay.94). Bagi dia, permohonan ini sangat penting, sebab ia berada dalam situasi genting, situasi krisis, yakni adanya ancaman orang fasik, orang yang tidak memperdulikan hukum Tuhan; orang-orang ini menghendaki kebinasaan pemazmur (ay.95). Akhirnya, sampailah pemazmur pada kesadaran bahwa perintah Tuhan itu sangat luas (ay.96), tidak ada batasnya. Dalam hidup di dunia ini, pemazmur merasa sudah pernah melihat batas-batas kesempurnaan, tetapi ia akhirnya sadar bahwa masih ada yang serba melampaui kesempurnaan itu, yakni perintah Tuhan sendiri, yang teramat luas, tiada terselami, tiada terukur oleh akal budi manusia.


Geithersburg, Maryland, USA, Medio Desember 2014.

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...