Friday, May 8, 2015

MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 119 BAGIAN II

Oleh: Fransiskus Borgias M.

Secara garis besar, seluruh Bagian II ini melukiskan perjuangan orang yang mencoba hidup dengan setia dalam lorong, ketetapan dan firman Allah. Ia sadar bahwa itu tidak mudah, bahkan menyakitkan, tetapi jika dijalankan dengan tekun, akan mendatangkan buah rohani yang baik dalam hidup orang itu sendiri. Dalam bagian ini saya fokus pada Bagian II, yang mencakup ayat 41-72. Dengan berpatokan pada pemakaian beberapa kata kerja yang ada di sana, saya membagi penggal ini dalam beberapa unit. Unit I: ayat 41-48; unit II: ayat 49-56; unit III: ayat 57-64; unit IV: ayat 65-72.

Saya langsung melihat Unit I. Ayat 41 masih melanjutkan refleksi dari Bagian I. Pemazmur berharap agar kasih setia (hesed) Tuhan menaungi dia (ay.41). Dengan hesed dan shalom Tuhan, ia hadapi para pencelanya selama ini (ay.42). Ia minta agar Tuhan tidak mencabut firmanNya dari mulutnya agar tetap melekat pada mulutnya (ay.43). Lalu dalam 5 ayat berikutnya ia menyatakan niatnya, yang diungkapkan dengan “aku hendak” yang muncul beberapa kali di sini: hendak berpegang pada Taurat Tuhan (ay.44), hendak hidup menurut titah Tuhan (ay 45), hendak berbicara tentang peringatanTuhan (ay 46), hendak bersukacita dalam firman Tuhan (ay 47), hendak merenungkan ketetapan Tuhan (ay 48).

Dalam unit II kita melihat orang yang sungguh berjuang hidup menurut jalan Tuhan. Ia sadar bahwa harapan dapat muncul dalam hatinya karena harapan itu dibangkitkan oleh Firman Tuhan (ay 49). Ia sadar bahwa sumber hiburan baginya ialah janji Tuhan sendiri (ay 50). Ia sadar bahwa untuk hidup dalam lorong Tuhan tidak mudah, sebab ada pencemooh; tetapi cemoohan itu tidak membuat dia menyimpang (ay.51). Sebaliknya, ia semakin ingat akan firman Tuhan, dan hal itu menjadi sumber hiburan baginya (ay 52). Jika ada orang mangkir dari Firman Tuhan, ia akan marah (ay 53). Ia menjadikan hukum Tuhan sebagai nyanyian mazmurnya (ay 54). Ia tidak melupakan nama Tuhan, biarpun itu di waktu malam; ia selalu ingat nama Tuhan (ay 55). Ia mendapati dirinya tetap setia berpegang pada hukum Tuhan (ay 56).

Unit III dimulai dengan sebuah niatan suci (ay 57) untuk selalu berpegang pada firman Tuhan. Atas dasar itu ia berani memohon agar dikasihani Tuhan (ay 58). Ia juga berniat untuk mengatur hidupnya menurut hukum Tuhan (ay 59). Dalam hal ini ia tidak mau menunda-nunda, melainkan ia bertindak segera (ay 60). Ia menegaskan bahwa walaupun ada kesulitan hidup, ia tidak melupakan firman Tuhan (ay 61). Tiada hentinya ia mengucapkan syukur kepada Tuhan, bahkan malam pun tidak menghalangi dia untuk melambungkan puji-syukur itu (ay 62). Ia tidak mau sendirian dalam mengupayakan hidup di jalan Tuhan, melainkan ia mau melakukan hal itu dengan sesama (ay 63). Jika demikian, seluruh bumi penuh kasih setia Tuhan (ay 64); hal itu mendorong pemazmur untuk terus berharap agar Tuhan mengajarkan ketetapanNya kepadanya.

Kita sampai pada Unit IV. Di sini ada beberapa hal menarik. Pertama, ia sadar bahwa Tuhan telah bertindak sesuai firmanNya sendiri, yaitu melakukan kebajikan kepada dirinya (ay 65). Ia merasa bahwa bekal terbaik dalam hidup ini ialah kebijaksanaan dan pengetahuan yang baik, maka ia meminta kepada Tuhan agar Ia sudi mengajarkan hal itu kepadanya (ay 66). Kemudian muncul kesadaran bahwa kesusahan hidupnya (tertindas) disebabkan oleh karena ia menyimpang dari Tuhan (ay 67). Namun Tuhan tetap berbuat baik kepadanya dengan mengajarkan ketetapanNya kepadanya (ay 68). Tidak mudah untuk hidup saleh dan benar; selalu ada orang yang kurang ajar (ay 69); tetapi ada dan kehadiran mereka itu tidak membuat pemazmur menjadi ciut hati dan menyimpang. Sebaliknya, pemazmur tetap menjadikan ketetapan Tuhan sebagai sumber sukacita hidupnya (ay 70).

Menjelang akhir unit ini (ay 71) kita temukan sebuah paradoks yang amat penting dan menarik, walau tidak mudah dipahami. Pemazmur merasa bahwa situasi ketertindasan hidupnya, mempunyai fungsi didaktis, yaitu supaya ia semakin belajar dan belajar. Jadi, sengsara karena hidup menurut hukum Tuhan itu, dipandang secara positif, mempunyai peranan didaktik dan bahkan penyembuhan (didactic and therapeutic role). Akhirnya seluruh untaian ini diakhiri dengan sebuah perbandingan menarik: Ia merasa bahwa ribuan keping emas dan perak, tidak ada bandingannya sama sekali dengan Taurat yang berasal dari Tuhan sendiri (ay 72).

Catholic University of America, Washington DC, Medio Desember 2014.

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...