Tuesday, August 5, 2014

MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 110

Oleh: Fransiskus Borgias M.


Dari Mazmur 109 ke Mazmur 110, jika perhatikan dengan baik, terasa ada sebuah loncatan yang besar sebab di sini (dalam Mazmur 110) ia berbicara tentang sebuah tema yang lain sama sekali yaitu tentang penobatan seorang raja-imam, padahal sebelumnya (dalam Mazmur 109) ia berbicara tentang doa orang yang terkena fitnah. Sosok manusia dalam Mazmur 109 adalah manusia pada umumnya, tetapi seorang raja juga bisa mengalami hal seperti itu. Daud sebagai seorang raja, juga bisa mengalami fitnah seperti itu. Sekarang dalam Mazmur 110 sosok raja itu coba dilihat dari perspektif yang lain. Menarik sekali bahwa di sini kedua jabatan itu (imam-raja) disandingkan dan mungkin juga disatukan dalam satu diri pribadi tertentu. Artinya, dalam diri seorang pribadi, dua jabatan itu bisa disatukan; satu orang pribadi bisa mengemban sekaligus dua jabatan tersebut (imam dan raja). Kedua jabatan ini adalah dua dari tiga tiang utama kehidupan sosial-teologis Israel. Tiang utama ketiga ialah nabi (kenabian). Jabatan publik perlu mendapat legitimasi (pengesahan) dan justifikasi (pembenaran) religius-teologis. Seorang raja dinobatkan sebagai raja yang dikehendaki Tuhan dan ia memerintah atas nama Tuhan juga. Hal seperti itulah yang diungkapkan di sini.

Tetapi sebelum melangkah lebih jauh, terlebih dahulu saya mau mengajukan beberapa hal teknis terkait upaya pemahaman dan penjelasan akan Mazmur ini secara lebih baik dan mengena. Pertama, Mazmur ini termasuk cukup singkat, yaitu hanya terdiri atas tujuh ayat saja. Judul Mazmur ini ialah “Penobatan raja imam”. Judul ini sebenarnya sudah disinggung secara tidak langsung dalam alinea pertama tadi. Walaupun singkat, saya akan mencoba membaginya menjadi dua bagian besar. Bagian I meliputi ayat 1-4. Bagian II meliputi ayat 5-7. Dalam bagian berikut ini saya akan mencoba menjelaskan Mazmur ini dengan mengikuti pembagian garis besar di atas tadi.

Ini adalah salah satu teks yang terkenal dalam sejarah teologi Kristologi karena teks ini sering sekali dipakai oleh para pengarang Perjanjian Baru untuk menjelaskan tentang pokok misteri Kristus. Dua jabatan besar (imam dan raja) disandingkan di sini seperti sudah dikatakan di atas tadi. Tugas dan jabatan pertama yang disinggung ialah tugas dan martabat sebagai raja. Tugas itu, ditetapkan oleh Tuhan sendiri, bukan oleh yang lain. Pertama ditunjukkan tempat kedudukan tahtanya, yaitu terletak di sebelah kanan Tuhan Allah (ay.1). Itu adalah sebuah kedudukan yang sangat unggul dan mulia. Sebagai seorang raja ia akan berkuasa atas para musuhnya. Tuhan sendiri yang akan membantu dia untuk menegakkan tongkat kekuasaannya (ay.2). Perlu saya katakan bahwa bagi saya ay.3 adalah sekaligus menarik dan misterius, dan indah juga. Entah apa yang dimaksudkan. Tetapi sejauh pemahaman saya sendiri, yang dimaksudkan ialah bahwa sang imam-raja harus melaksanakan tugasnya dengan kekudusan dan hal itu pada gilirannya akan mendatangkan kemuliaan dan semangat muda. Bagian I ini diakhiri dengan sebuah pernyataan tertentu tentang tugas dan martabat imamat. Dengan sumpah yang tidak dapat ditarik kembali, Tuhan menegaskan bahwa sang raja itu adalah sekaligus juga imam abadi menurut tata cara imam agung Melkisedek (ay.4). Sedemikian besarnya daya pengaruh teks ini sehingga ia juga masuk ke dalam salah satu doa syukur agung kita (lihat Doa Syukur Agung I, TPE, hal.122) yang secara khusus menyinggung nama Melkisedek dengan martabat luhurnya sebagai imam agung.

Bagian II melukiskan lebih lanjut kuasa dan pemerintahan sang raja. Tuhan sendiri menyertai sang raja dalam pelaksanaan tugasnya sebagai raja (termasuk ekspansi kekuasaan, otoritas dan wilayah); ada banyak raja yang ditaklukkan, ada banyak bangsa yang ditaklukkan (ay.5-6). Ia menjadi makmur dan sentosa dalam masa pemerintahannya; tidak ada yang mengancam keselamatan dia ketika ia mencoba memuaskan dahaganya di tepi sungai. Ia tidak takut sedikit pun akan bencana yang mengancam keselamatan hidupnya karena ia sungguh-sungguh dilindungi Tuhan (ay.7).


Yogyakarta, 05 Juli 2014

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...