Tuesday, August 5, 2014

MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 109

Oleh: Fransiskus Borgias M.


Hidup manusia di dunia ini dan di tengah masyarakat yang nyata ini tidak selalu mudah. Ada-ada saja masalah dan tantangan bagi kehidupan itu. Ada rasa saling curiga, ada rasa saling cemburu dan iri hati, ada rasa saling benci. Hal itu tidak hanya ada dan terjadi pada masa sekarang saja, melainkan sudah terjadi sejak dari masa silam. Rupanya itu adalah semacam penyakit bawaan manusia. Manusia tidak bisa luput dari warisan dosa sosial itu. Mungkin itu sebabnya Paul Ricoeur, dalam pembelaannya atas teologi mengenai dosa asal (peccatum originale, original sin) berkata, bahwa realitas dosa asal itu bersifat interioritas (selain beberapa sifat yang lainnya seperti exterioritas, superioritas, anterioritas, posterioritas, dll). Sifat interioritas maksudnya adalah bahwa dosa itu memang sudah ada dalam diri manusia sebagai sebuah sifat dan kecenderungan dasar manusia itu sendiri. Hal seperti inilah yang juga dilukiskan dalam Mazmur 109 ini dengan memusatkan perhatian pada masalah fitnah. Memang manusia mudah sekali jatuh dalam dosa fitnah. Mungkin karena tendensi fitnah itu memang muncul sejak cukup awal dalam sejarah eksistensi manusia di dunia ini (bdk.Kej.3). Manusia memfitnah sesamanya, saling memfitnah satu sama lain. Tidak jarang saling fitnah itu bermuara pada saling berantam satu sama lain, bahkan ada yang sampai pada peristiwa kematian para pihak yang terlibat dan terkait. Fitnah memang bisa berakibat amat fatal bagi hidup manusia. Masalah fitnah seperti itulah yang menjadi topik mazmur ini.

Tetapi sebelum melangkah lebih jauh terlebih dahulu saya mau mengemukakan beberapa hal teknis sehubungan dengan proses dan upaya pemahaman mazmur ini. Mazmur ini judulnya, “Doa seorang yang kena fitnah.” Memang pengalaman terkena fitnah itu sangat menyakitkan karena kita tidak tahu apa yang menjadi masalahnya, tiba-tiba nama kita sudah menjadi bahan pembicaraan orang tetapi dalam konotasi negatif. Mazmur ini termasuk cukup panjang yaitu mencapai 31 ayat. Untuk memudahkan proses dan upaya pemahamannya, Mazmur ini dapat dibagi menjadi empat bagian. Bagian I, meliputi ayat 1-5. Bagian II meliputi ayat 6-20. Bagian III meliputi ayat 21-25. Bagian IV meliputi ayat 26-31.

Dalam Bagian I, Mazmur ini dimulai dengan seruan kepada Allah agar ia tidak lagi berdiam diri. Pemazmur mendesak kepada Tuhan karena ia sudah tidak tahan lagi dengan ancaman dari orang-orang fasik yang ada di sekitarnya. Mereka itu dilukiskan seperti binatang yang siap menerkam dan menelan mangsanya dengan mulutnya. Ia merasa takut terhadap ancaman mereka, sepak terjang mereka yang penuh tipu muslihat. Sebagai ganti kasih mereka pamerkan kebencian terhadap pemazmur. Ada banyak tuduhan palsu terhadapnya. Ia mendoakan mereka tetapi mereka justru menuduh dia yang bukan-bukan. Air susu dibalas dengan air tuba. Kira-kira begitulah keadaannya jika harus dilukiskan dengan memakai pepatah Melayu Klasik. Pemazmur tidak tahan lagi dengan itu semua, maka ia pun datang menghadap kepada pengadilan Allah yang maha kuasa. Ia berharap agar pengadilan Allah akan bisa mendatangkan keadilan dan kebaikan baginya.

Seluruh Bagian II ini adalah kutuk yang diucapkan si pemazmur atas orang fasik dan orang jahat tadi. Isinya cukup kejam. Sesungguhnya saya tidak tega mengulasnya satu persatu di sini. Tetapi saya harus tetap mengulasnya juga. Saya melihat hal ini sebagai suatu reaksi yang amat wajar dan sangat manusiawi jika orang sedang berada dalam keadaan seperti itu. Misalnya ia berharap agar dalam pengadilan ia didapati bersalah. Ia juga mendoakan agar umurnya tidak panjang, dengan akibat anaknya akan menjadi yatim dan isterinya menjadi janda. Sebuah kehidupan yang tidak nyaman di tengah situasi sosial pada masa itu. Jika hal ini terjadi, maka anaknya akan menjadi sangat merana. Ia juga berharap agar ia dililit utang dan hartanya dijarah orang. Jika hal itu terjadi semoga tidak ada yang membela atau berbelas kasih terhadap dia. Bahkan ia berharap agar garis keturunannya berhenti, musnah. Saya tidak tega lagi mengulas sisanya di sini, maka saya akhiri saja. Saya beralih ke bagian III.

Dalam Bagian III, pemazmur, setelah mengucapkan doa kutuk sumpah serapahnya tadi, kembali lagi kepada Allah dan memohon agar Dia bertindak cepat dan adil dan tepat pada waktunya. Ia mendesak Allah agar segera bertindak untuk menyelamatkan dia karena situasi dia sudah sangat gawat dan kritis. Ia mengatakan bahwa ia sengsara dan miskin. Hatinya terluka. Hidupnya laksana bayang-bayang berlalu. Hanya sebentar dan tiada berbekas lagi. Dalam dan selama doa ini ia juga berpuasa dan hal itu menyebabkan ia menjadi lemah lutut, dan badannya kurus karena kehabisan lemak. Dirinya sudah tidak lagi bermakna bagi orang-orang lain di sekitarnya. Bahkan ia menjadi celaan bagi mereka. Ia dicemoohkan orang. Sedih.

Menimbang keadaan yang kritis dan gawat ini, maka dalam Bagian III ini, ia meminta pertolongan dari Tuhan. Ia meminta agar Tuhan menyelamatkan dia. Tujuan dia bukan terutama keselamatan dia sendiri saja, melainkan agar nama Tuhan dimuliakan dalam segala perbuatannya membela orang-orang benar dan saleh. Ia berharap agar dengan campur tangan Allah, mereka semua bisa berubah dan terjadi drama pembalikan. Bila hal itu sudah terjadi maka ia akan melambungkan syukur dan pujian kepada Tuhan. Alasan syukur itu ialah karena Tuhan sudah bertindak dengan baik, benar, dan adil yaitu membela orang miskin dan menyelamatkan orang yang terancam celaka karena hukuman yang dijatuhkan orang-orang jahat. Betapa pedih dan tragisnya jika hal itu sampai terjadi. Mungkin ia akan mengutuk Tuhan dan menjadi seorang ateis praktis, yaitu orang yang hidup dan berbuat seakan-akan Allah itu tidak ada, atau bahwa Allah itu tidak relevan bagi perjuangan dan pemaknaan hidup manusia di dunia ini.

Dempol, 30 Juli 2014

1 comment:

Grace Zhu said...

Ijin share yach...bagian kedua menurut saya bukanlah doa yg diucapkan pemazmur bagi org fasik, tetapi lebih kepada kutukan org2 fasik kepada pemazmur. Dpt dilihat dri perpindahan bahasa mereka jamak menjadi dia tunggal. Selain itu pemazmur adalah Daud yg dipenuhi Roh Allah, dikasihi Tuhan, kasih Allah pdnya tidak akan membuat Daud mengucapkan kutuk bagi org lain dg sedemikian kejamnya.

Terimakasih, semoga bermanfaat.

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...