Tuesday, June 3, 2014

MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 108

Oleh: Fransiskus Borgias M.


Memang manusia hidup pada masa sekarang ini, tetapi sesungguhnya hidup manusia itu tidak pernah terlepas sungguh dari masa silam sebab di masa silam itu tersimpan sangat banyak kenangan dan pengalaman yang bisa menjadi guru kehidupan yang sangat baik bagi kita sekalian dalam menjalankan hidup kita sekarang di dunia ini. Ada banyak pengalaman positif, dan ada banyak pengalaman negatif yang kita alami di sana. Semuanya bisa menjadi pelajaran kehidupan yang sangat baik bagi kita sekalian. Itulah sebabnya orang bijak selalu berkata bahwa “pengalaman adalah guru kehidupan yang terbaik.” Pemazmur juga kiranya sangat menyadari arti penting pengalaman dari masa silam itu untuk mengarungi kehidupan pada masa kini dan mengarungi kehidupan di masa yang akan datang, sebab bagaimanapun juga manusia juga hidup dari perspektif masa depan. Ia mempunyai pengalaman positif di masa silam akan pertolongan dari Tuhan yang mendatangkan efek keselamatan hidup baginya. Hal itu pada gilirannya menyebabkan dia untuk selalu berharap akan pertolongan Tuhan itu secara nyata sekarang dan di sini dalam pelbagai persoalan kehidupan yang dihadapinya. Hal seperti itulah yang coba dilukiskan si pemazmur dalam mazmur ini.

Tetapi sebelum melangkah lebih lanjut, terlebih dahulu saya mau mengemukakan beberapa hal teknis yang erat terkait dengan upaya penjelasan dan pemahaman akan mazmur ini. Mazmur ini termasuk cukup singkat yaitu hanya mencakup 14 ayat saja. Judulnya pun sederhana saja: “Syukur dan doa.” Untuk dapat menikmati dan memahaminya dengan baik, kita dapat membagi Mazmur ini menjadi beberapa bagian. Bagian I meliputi ayat 1-6. Bagian II meliputi ayat 7-10. Bagian III meliputi ayat 11-14. Dalam bagian berikut ini saya akan mencoba mengulas satu persatu Bagian-bagian tersebut di atas agar kita bisa memperoleh pemahaman yang lebih baik akan Mazmur ini. Mudah-mudahan dengan cara itu kita pun bisa menikmatinya juga dan bisa menimba daya kekuatan rohani dari dalamnya.

Dalam Bagian I (ayat 1-6), pemazmur menyatakan niatnya yang luhur dan mulia untuk memuji dan memuliakan Tuhan dengan mengajak jiwanya untuk bangun lalu mengambil alat musik lalu melambungkan lagu pujian dan hormat kepada Tuhan Allah. Ia mengatakan bahwa ia siap untuk melakukan tugas yang luhur dan mulia itu. Pemazmur mengatakan, ia mau memuji dan memuliakan Tuhan di antara segala bangsa. Alasannya hanya satu, yaitu karena ia mengalami secara sangat nyata kasih setia Tuhan yang sangat besar bagi kehidupannya (ayat 5). Oleh karena itu, dengan semangat itu ia meminta agar Tuhan menampakkan kemuliaan-Nya agar dilihat dan dipuji segala bangsa dan kaum yang ada di muka bumi ini.

Dalam Bagian II (ayat 7-10) pemazmur merayakan keselamatan sebagai hasil karya tangan Tuhan. Hal itu memang sudah seharusnya dan sewajarnya demikian, karena Tuhanlah sang penyelamat kita. Dengan bahasa metafor si pemazmur mencoba melukiskan kuasa Allah atas pelbagai wilayah dan suku-suku yang mendiami wilayah tersebut. Mereka semua menjadi alat keselamatan di tangan Allah sendiri. Itulah tempat yang menjadi sumber sukacita bagi Tuhan sendiri. Maka seharusnya juga menjadi sumber sukacita bagi umat termasuk sang pemazmur sendiri di dalamnya.

Akhirnya dalam Bagian III (ayat 11-14), pemazmur dengan sebuah pertanyaan retoris mencoba mengungkapkan pengalamannya akan keselamatan itu sendiri. Memang Tuhan telah membuang mereka tetapi Tuhan sendiri jugalah yang telah membebaskan dan menyelamatkan mereka. Sadar bahwa hanya Tuhan saja yang dapat diandalkan maka ia meminta pertolongan dari Tuhan. Ia tidak mau lagi berharap pada pertolongan manusia sebab hal itu sama sekali tidak dapat diandalkan. Rupanya ia mendapat jawaban positif dari Allah bahwa Ia akan sudi menolong dirinya. Ia juga yakin akan hal tersebut berdasarkan untaian pengalamannya sendiri di masa silam. Maka ia sangat yakin bahwa kita akan mampu melakukan perbuatan-perbuatan ajaib dalam Tuhan dan juga justru karena Tuhan. Tanpa pertolongan yang berasal dari Tuhan, maka sia-sialah segala usaha kita manusia. Maka kita selalu berharap pada pertolongan Tuhan. Mungkin itu sebabnya salah satu doa tradisional kita dimulai dengan rumusan sbb: “Pertolongan kita dalam nama Tuhan, yang menjadikan langit dan bumi.” Ya memang Tuhan sang pencipta itulah yang menjadi sumber pertolongan dan keselamatan bagi kita dalam hidup ini.


Labuan Bajo, awal Desember 2013


1 comment:

Frans said...

Terimakasih buat tulusannya Bapak Fransiakus, Tuhan Yesus memberkati

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...