Thursday, April 3, 2014

MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 106

Oleh: Fransiskus Borgias M.


Selalu ada banyak realitas paradoksal dalam hidup umat manusia di dunia ini; hal itu termasuk juga paradoks dalam hidup imannya. Ternyata tidak selalu mudah untuk bersikap setia dalam relasi perjanjian baik antara manusia maupun dengan Tuhan Allah. Selalu ada pelbagai macam alasan untuk melanggar relasi perjanjian itu; selalu ada banyak alasan untuk tidak setia dalam perjanjian. Seakan-akan benar apa yang orang katakan dengan berkelakar: Perjanjian dan hukum dibuat untuk dilanggar. Dalam relasi perjanjian antara Tuhan Allah dan Israel, Tuhan Allah sudah memberikan meterai kasih setia-Nya (hesed) pada relasi perjanjian itu. Hesed Yahweh itu menyebabkan adanya kepastian bahwa perjanjian itu tidak akan pernah batal lagi dari pihak Yahweh sendiri. Tetapi hesed Yahweh itu tidak selalu ditanggapi dengan tanggapan yang sepatutnya dari pihak manusia. Manusia Israel menanggapi hesed Yahweh itu dengan hati yang tegar, keras, dan membatu. Kasih setia Tuhan tidak ditanggapi dengan tanggapan yang sepantasnya. Fransiskus Asisi mengatakan, Amor non Amatur, Kasih yang tidak ditanggapi dengan kasih (hal ini sering menyebabkan Fransiskus menjadi sedih dan menangis). Saya menambahkan Vox non auditur (Sabda/Suara yang tidak didengarkan, karena ketulian dan ketidakpedulian hati manusia). Hal ini menyebabkan Yahweh menderita, pathos Yahweh dalam istilah yang dulu pernah diajukan oleh Yoachim Yeremias. Hal seperti itulah yang dapat kita temukan dan rasakan dalam Mazmur 106 ini.

Tetapi sebelum melangkah lebih lanjut terdahulunya saya mau mengungkapkan beberapa hal teknis yang kiranya bisa membantu dalam proses penjelasan dan pemahaman Mazmur ini. Judul Mazmur ini kiranya dengan tepat dan padat mengungkapkan ide pokok yang diungkapkan dalam alinea pertama di atas tadi: “Kasih setia Allah dan ketegaran hati Israel.” Mazmur ini termasuk cukup panjang, mencapai 48 ayat. Agar dapat mencerna dan menikmatinya dengan baik, maka saya mencoba membaginya ke dalam beberapa bagian. Bagian I: ay.1-12. Bagian II: ay.13-33. Bagian III: ay.34-48. Tentu pembagian ini masih terlalu besar. Nanti akan dibuat sebuah pembagian rinci dalam ulasan bagian demi bagian dalam bagian berikut di bawah ini.

Mazmur ini diawali dan diakhiri dengan seruan halleluya (Pujilah Tuhan; ay.1.48). Jadi, Mazmur ini adalah salah satu Mazmur hallel yang terkenal itu. Dalam ay.1 kita jumpai sebuah ayat yang terkenal yang juga menjadi refrein atau ayat ulangan dalam Mazmur 136 yang terkenal itu. Kita diajak untuk memuji dan memuliakan Tuhan karena kita sadar akan kebaikan Tuhan, dan akan kasih setia-Nya yang kekal abadi. Kedua hal itu tampak sangat kentara dalam seluruh perjalanan sejarah pembebasan Israel dari kungkungan perbudakan Mesir. Sejarah pembebasan itu dikisahkan dengan singkat dan padat dalam ay.6-12 (setelah sebelumnya, ay.3-5, ia lebih banyak berkutat dengan pergulatan pribadi dalam relasi dengan Allah). Campur tangan Allah dalam perjalanan sejarah itu membuat Israel akhirnya bermuara pada sikap iman dan percaya (ay.12).

Tetapi setelah mereka bermuara dalam sikap iman dan percaya, anehnya Bagian II ini segera dimulai dengan sebuah pelukisan tentang sikap kebalikan dari iman itu sendiri. Itulah realitas paradoksal yang disinggung dalam alinea pertama di atas tadi. Mereka mudah lupa akan kebaikan dan kasih setia Tuhan, dan karena itu mereka pun menjadi kelompok manusia yang durhaka. Seluruh Bagian ini melukiskan secara singkat dan padat sejarah pembangkangan mereka karena pelbagai sebab dan godaan serta tantangan hidup. Salah satu yang terkenal ialah godaan patung berhala di kaki gunung Sinai itu (ay.19-22, yang tentu mengacu kepada kisah dalam Kitab Keluaran 32 itu). Kita semua tahu, akibat dari pembangkangan itu yang sangat fatal: Tuhan mengancam untuk menghukum mereka (ay.23) dan Musa pun terhukum karena tidak dapat mengendalikan kata-katanya sehingga ia terkutuk tidak dapat masuk ke tanah terjanji dan hanya melihatnya dari kejauhan saja (ay.33). Bagian ini adalah ringkasan sejarah pembebasan Israel dari tanah Mesir melewati padang gurun menuju ke tanah terjanji. Dengan demikian bagian ini tersambung secara terpadu dan historis dengan bagian terdahulu.

Bagian III, melukiskan pembangkangan lebih lanjut Israel dalam bidang agama. Hal itu terjadi ketika Israel sudah mulai berkenalan secara tetap dengan para bangsa lain di Kanaan. Pada saat itulah mereka semakin cenderung kepada agama-agama dari para bangsa sekitar dengan pelbagai macam berhalanya dan ritualnya yang bagi mereka pada saat itu mungkin sangat indah dan menarik perhatian. Misalnya, ada ritual kurban anak laki-laki, ada ritual berhala perempuan (ay.37), dan dengan demikian mereka pun menjadi najis dan kotor (ay.38-39). Sebagai akibatnya, maka bangkitlah murka Tuhan (ay.40) terhadap mereka sehingga mereka pun dihukum-Nya (ay.41-43). Tetapi kasih setia Tuhan akhirnya muncul lagi di dalam derita umat yang berteriak minta tolong (ay.44-46). Memang Tuhan tidak dapat lupa akan janji-Nya. Tuhan tidak dapat lupa akan hesed-Nya sendiri. Atas dasar kesadaran akan hal itu maka dalam ay.47 muncul sebuah doa permohonan yang meminta shalom dari Allah: “Selamatkanlah kami, ya TUHAN, Allah kami, dan kumpulkanlah kami dari antara bangsa-bangsa, supaya kami bersyukur kepada nama-Mu yang kudus, dan bermegah dalam puji-pujian kepada-Mu”. Tidaklah mengherankan bahwa seluruh untaian panjang ayat-ayat dalam Mazmur ini ditutup dengan sebuah maklumat tentang fakta bahwa Tuhan itu terpuji untuk selama-lamanya. Dan umat menyetujui hal itu dengan seruan amin (ay.48). Dan memang demikianlah adanya.


Dempol, akhir Oktober 2013.


No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...