Tuesday, June 18, 2013

MENIKMATI MAZMUR 96

Oleh: Fransiskus Borgias M.

ALLAH, TUHAN DAN HAKIM SELURUH DUNIA

1 Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, menyanyilah bagi TUHAN, hai segenap bumi!
2 Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari.
3 Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di antara segala suku bangsa.
4 Sebab TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih dahsyat dari pada segala allah.
5 Sebab segala allah bangsa-bangsa adalah hampa, tetapi TUHANlah yang menjadikan langit.
6 Keagungan dan semarak ada di hadapan-Nya, kekuatan dan kehormatan ada di tempat kudus-Nya.

7 Kepada TUHAN, hai suku-suku bangsa, kepada TUHAN sajalah kemuliaan dan kekuatan!
8 Berilah kepada TUHAN kemuliaan nama-Nya, bawalah persembahan dan masuklah ke pelataran-Nya!
9 Sujudlah menyembah kepada TUHAN dengan berhiaskan kekudusan, gemertalah di hadapan-Nya, hai segenap bumi!
10 Katakanlah di antara bangsa-bangsa: “TUHAN itu Raja! Sungguh tegak dunia, tidak goyang. Ia akan mengadili bangsa-bangsa dalam kebenaran.”
11 Biarlah langit bersukacita dan bumi bersorak-sorai, biarlah gemuruh laut serta isinya,
12 biarlah beria-ria padang dan segala yang di atasnya, maka segala pohon di hutan bersorak-sorai
13 di hadapan TUHAN, sebab Ia datang, sebab Ia datang untuk menghakimi bumi. Ia akan menghakimi dunia dengan keadilan, dan bangsa-bangsa dengan kesetiaan-Nya.



Ada banyak alasan bagi kita manusia untuk selalu mengagumi dan meluhurkan Tuhan sang Pencipta alam semesta. Salah satunya ialah dengan memandang segala karya ciptaan Allah sendiri. Karya ciptaan itu sedemikian mengagumkan sehingga hati kita yang peka secara religius terarah kepada Dia yang telah menciptakan semuanya itu. Kita bahkan bisa berdialog dengan seluruh makhluk ciptaan, dan mengajak mereka untuk bersama-sama memuji dan memuliakan Tuhan Allah sang Pencipta alam semesta dan segala isinya.

Terkadang kita sebagai manusia dihinggapi oleh semacam keangkuhan religius-teologis yang menganggap bahwa hanya kita sajalah yang mampu melambungkan lagu pujian, hormat, dan syukur kepada Allah. Dewasa ini semakin ada kepekaan untuk mengakui bahwa sesungguhnya segala makhluk, dengan tingkat kesadarannya dan dengan caranya sendiri, sejak semula telah melambungkan pujian dan hormat itu bahkan mungkin dengan rela dan secara lebih alamiah ketimbang manusia. Kepekaan seperti itulah yang mau diperlihatkan si Pemazmur di sini. Itu sebabnya ia mengajak segala komponen alam untuk bersorak-sorai di hadapan Allah. Kepekaan seperti itu akan terus hidup dalam sejarah manusia dan akan selalu muncul kembali. Pada abad ketigabelas, hal itu pernah muncul kembali secara mengagumkan dalam diri Fransiskus Asisi yang lewat pengalaman mistik-kosmisnya telah menghasilkan puisi kosmik yang terkenal itu: “Kidung Saudara Matahari” (The Canticle of Brother Sun, atau dalam Latin, Canticum Solis).

Mazmur ini termasuk cukup singkat, hanya terdiri atas 13 ayat saja. Untuk dapat memahaminya dengan baik kita dapat membaginya menjadi dua bagian besar. Bagian pertama meliputi ayat 1-6 dan bagian kedua meliputi ayat 7-13. Menarik sekali bahwa masing-masing bagian mempunyai susunan yang kurang lebih sama, yaitu dimulai dengan sejumlah aksi (tindakan atau ajakan dari manusia atau si pemazmur) yang diungkapkan dengan beberapa kata saja, lalu disusul denga alasan untuk aksi tersebut, yakni mengapa aksi itu pantas dan bahkan harus dilakukan. Begitulah kira-kira struktur dasar kedua bagian pokok dalam mazmur ini.

Dalam bagian pertama, serangkaian aksi (tindakan, ajakan) yang dimaksud ada dalam ayat 1-3, yang terungkap dalam beberapa kata kerja yang dipakai di sana: nyanyikanlah, menyanyilah (ay.1), menyanyilah, kabarkanlah (ay.2), ceritakanlah (ay.3). Dengan memakai kata-kata itu si pemazmur mengajak segala bangsa dan segala makhluk ciptaan untuk memuji dan memuliakan Allah sang pencipta. Tuhan itu sungguh luar biasa mengagumkan karena Ia telah menciptakan segala sesuatu dan dengan cara itu Ia telah mendatangkan shalom (keselamatan) bagi manusia (ay.2); dan dengan cara itu Tuhan telah memperlihatkan kemuliaan-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib (ay.3). Sesudah itu kita melihat serangkaian alasan untuk aksi-aksi atau ajakan itu, ada dalam ayat 4-6, yang terungkap secara eksplisit dalam dua kata sbb: sebab. Pada intinya di sini ditegaskan dan dirayakan keagungan dan kedahsyatan Allah yang serba melampaui, yang melebihi segala dewata yang dipuja dan disembah oleh para bangsa.

Kemudian dalam unit yang kedua, kita temukan lagi dua struktur yang kurang lebih sama: penegasan aksi dan alasan untuk aksi tersebut (yaitu mengapa aksi atau ajakan itu dilakukan). Aksi itu dinyatakan dalam beberapa kata kerja: Berilah, bawalah, masuklah (ay.8), sujudlah, gemetarlah (ay.9), katakanlah (ay.10), bersukacita, bersorak-sorai (ay.11), beria-ria, bersorak-sorai (ay.12). Karena Tuhan Allah itu agung dan perkasa, maka si pemazmur mengajak kita untuk menghaturkan kemuliaan (ay.7, 8a), membawa persembahan (ay.8b). Hanya kepada Dia saja kita patut bersujud syukur dan menyembah (ay.9) dan bukan kepada yang lain-lain. Kita diajak untuk mewartakan kepada para bangsa bahwa TUHAN itu Raja dan sebagai Raja ia mampu mengatur dan menyelenggarakan dunia dengan baik dan bisa melaksanakan pengadilan atas para bangsa dengan baik dan benar (ay.10). Dalam ay.12-13 kita kembali mendengar si pemazmur menyebut dan mengajak komponen alam semesta untuk bersorak-sorai di hadapan Tuhan sang pencipta. Dalam kedua ayat itu, ia memakai kata-kata yang indah untuk melukiskan partisipasi alam semesta dalam pujian semesta terhadap sang pencipta.
Lalu akhirnya dalam ayat 13 kita melihat alasan untuk semuanya itu, dan alasannya sederhana saja, yaitu karena: Ia datang. Tuhan diyakini telah datang (turun) ke dunia ini untuk menghakimi bumi ini dengan kasih-setia dan keadilan-Nya. Lalu sesudah itu akan muncul masa pemerintahan-Nya yang penuh dengan damai sejahtera.

Mazmur ini sangat terkenal dan akrab di telinga kita, karena ia dipakai sebagai Mazmur antar bacaan dalam perayaan Ekaristi kita pada hari Minggu. Mazmur ini paling sering dipakai pada perayaan Natal: untuk misa malam natal, misa fajar, maupun misa siang. Kebetulan nada-nada lagu mazmur itu sangat indah dan menyentuh perasaan kita yang mendengarnya, apalagi kalau si pemazmur itu membawakannya dengan penuh perasaan dan penjiwaan yang mantap dan mendalam. Inilah mazmurnya, walau tidak semua ayat dipilih untuk dinyanyikan di sana; hanya beberapa ayat saja: “Hendaklah langit bersukacita, dan bumi bersorak-sorai, di hadapan wajah Tuhan, karena Ia sudah datang.” [(1). Nyanyikanlah lagu baru bagi Tuhan, menyanyilah bagi Tuhan, hai seluruh bumi! Menyanyilah bagi Tuhan, pujilah nama-Nya. (2). Kabarkanlah dari hari ke hari keselamatan yang datang dari pada-Nya. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa, kisahkanlah karya-karya-Nya yang ajaib di antara segala suku bangsa. (3). Biarlah langit bersukacita dan bumi bersorak-sorai, biar gemuruhlah laut serta segala isinya! Biarlah beria-ria padang dan segala yang ada di atasnya, dan segala pohon di hutan bersorak-sorai. (4). Biarlah bersukaria di hadapan Tuhan, sebab Ia datang, sebab Ia datang untuk menghakimi bumi, Ia akan menghakimi dunia dengan keadilan, dan bangsa-bangsa dengan kesetiaan-Nya].

Dari pemakaian dan penempatan Mazmur ini dalam perayaan liturgi ekaristi kita, tampak jelas bahwa akhirnya kedatangan Tuhan yang diwartakan dan dinanti-nantikan si Pemazmur dalam Perjanjian Lama, sekarang ini sudah terpenuhi dengan Kedatangan, dengan Kelahiran Sang Raja Damai, Raja Cinta, yaitu Tuhan Yesus Kristus.


Nglempong Lor, Yogyakarta Mei 2013
Fransiskus Borgias M.


No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...