Monday, March 18, 2013

MENIKMATI MAZMUR 94

Oleh: Fransiskus Borgias M.

Allah, pembela keadilan
1 Ya Allah pembalas, ya TUHAN, ya Allah pembalas, tampillah!
2 Bangunlah, ya Hakim bumi, balaslah kepada orang-orang congkak apa yang mereka lakukan!
3 Berapa lama lagi orang-orang fasik, ya TUHAN, berapa lama lagi orang-orang fasik beria-ria?
4 Mereka memuntahkan kata-kata yang kurang ajar dan semua orang yang melakukan kejahatan itu menyombong.
5 Umat-Mu, ya TUHAN, mereka remukkan, dan milik-Mu sendiri mereka tindas;
6 janda dan orang asing mereka sembelih, dan anak-anak yatim mereka bunuh;
7 dan mereka berkata: “TUHAN tidak melihatnya, dan Allah Yakub tidak mengindahkannya.”

8 Perhatikanlah, hai orang-orang bodoh di antara rakyat! Hai orang-orang bebal, bilakah kamu memakai akal budimu?
9 Dia yang menanamkan telinga, masakan tidak mendengar? Dia yang membentukmata, masakan tidak memandang?
10 Dia yang menghajar bangsa-bangsa, masakan tidak akan menghukum? Dia yang mengajarkan pengetahuan kepada manusia?
11 TUHAN mengetahui rancangan-rancangan manusia; sesungguhnya semuanya sia-sia belaka.

12 Berbahagialah orang yang Kauhajar, ya TUHAN, dan yang Kauajari dari Taurat-Mu,
13 untuk menenangkan dia terhadap hari-hari malapetaka, sampai digali lobang untuk orang fasik.
14 Sebab TUHAN tidak akan membuang umat-Nya, dan milik-Nya sendiri tidak akan ditinggalkan-Nya;
15 sebab hukum akan kembali kepada keadilan, dan akan diikuti oleh semua orang yang tulus hati.

16 Siapakah yang bangkit bagiku melawan orang-orang jahat, siapakah yang tampil bagiku melawan orang-orang yang melakukan kejahatan?
17 Jika bukan TUHAN yang menolong aku, nyaris aku diam di tempat sunyi.
18 Ketika aku berpikir: “Kakiku goyang,” makakasih setia-Mu, ya TUHAN, menyokong aku.
19 Apabila bertambah banyak pikiran dalam batinku, penghiburan-Mu menyenangkan jiwaku.

20 Masakan bersekutu dengan Engkau takhta kebusukan, yang merancangkan bencana berdasarkan ketetapan?
21 Mereka bersekongkol melawan jiwa orang benar, dan menyatakan fasik darah orang yang tidak bersalah.
22 Tetapi TUHAN adalah kota bentengku dan Allahku adalah gunung batu perlindunganku.
23 Ia akan membalas kepada mereka perbuatan jahat mereka, dan karena kejahatan mereka Ia akan membinasakan mereka; TUHAN, Allah kita, akan membinasakan mereka.


Tidak ada perdamaian tanpa keadilan. Perdamaian hanya mungkin jika ada keadilan. Atau seperti dikatakan dalam moto kepausan dari Paus Pius XII: “Opus iustitiae pax.” Ini adalah sebuah pemahaman dan pengamatan yang sangat kuat dalam tradisi Kitab Suci, termasuk tradisi para nabi yang dengan sangat gencar mengkampanyekan keadilan, “promotio iustitiae”. Tetapi keadilan itu adalah suatu perjuangan abadi bagi manusia. Ia bukan suatu keadaan yang stabil melainkan sesuatu yang harus diperjuangkan dan diwujudkan terus menerus. Tidak jarang keadilan itu menjadi sebuah fatamorgana yang sangat sulit diraih, digapai atau diwujudkan. Bahkan terasa bahwa keadilan itu adalah sebuah utopia. Tetapi manusia terus menerus mengharapkan keadilan agar tercapai atau terwujud di bumi ini, walau hal itu tidak selalu mudah. Ada struktur sosial yang tidak adil, yang menjadi lebih nyata dalam struktur kekuasaan yang tidak adil, yang sangat menindas, yang menyebabkan manusia, terutama yang lemah dan tidak berdaya, menjadi korban. Dalam keadaan seperti itu, manusia hanya bisa berharap pada Allah. Allah diyakini sebagai pembela keadilan.

Atas dasar keyakinan seperti itulah si pemazmur yang menulis mazmur ini mengeluarkan pandangan dan keyakinannya. Mazmur ini mempunyai 23 ayat. Judulnya dalam Alkitab kita ialah “Allah, pembela keadilan.” Karena termasuk cukup panjang, maka saya akan membagi mazmur ini menjadi lima bagian, agar kita dapat dengan lebih mudah membaca, menafsirkan, dan memahaminya. Bagian pertama mencakup ayat 1-7. Bagian kedua mencakup ayat 8-11. Bagian ketiga mencakup ayat 12-15. Bagian keempat mencakup ayat 16-19. Bagian kelima mencakup ayat 20-23. Saya akan mencoba mengulas dinamika isi mazmur ini dengan mengikuti alur lima unit tersebut secara singkat, ringan, dan sederhana. Saya langsung saja mulai dengan bagian pertama dalam bagian berikut ini.

Si pemazmur mengarahkan seruannya kepada Allah; ia meminta agar Allah segera tampil, tidak lagi menunda-nunda (ay.1). Di sini pemazmur memberi salah satu gambaran mengenai Allah, yaitu Allah sebagai pembalas. Mungkin hal ini bisa menimbulkan salah paham. Lebih baik hal ini dipahami sebagai Allah yang menegakkan hukum-hukumnya. Ada orang di bumi ini yang melanggar hukum-hukum itu, yang menyebabkan munculnya penderitaan bagi orang lain. Orang yang menderita itulah yang meminta agar Allah tampil menegakkan hukum-hukumnya. Dalam arti itulah Allah adalah pembalas, penegak hukum. Hal itu tampak jelas dalam ayat 2 yang menyebut Allah sebagai Hakim bumi yang diminta agar segera bertindak terhadap orang-orang yang sombong (congkak). Dalam ayat 3-4 dilukiskan kejahatan orang fasik itu. Mereka melakukan kejahatan juga dengan kata-kata kasar dan kotor. Tampaknya mereka menikmati hal itu, sebab mereka melakukannya dengan sukacita dan mereka bersukacita atas derita orang lain. Mereka menindas umat Tuhan, yang tidak lain adalah milik Tuhan sendiri. Mereka menindas para janda dan orang asing dan membunuh anak-anak yatim (ay.5-6). Ternyata mereka berani melakukan semuanya ini karena mereka beranggapan bahwa Tuhan tidak melihat semuanya itu, Allah tidak mempedulikan kejahatan mereka. Di sini terselubung suatu paham deistik di sini: memang mereka yakin Allah itu ada, tetapi Allah itu bersemayam di tempat yang sangat tinggi, sehingga Ia tidak mau tahu, tidak peduli pada apa yang terjadi pada dunia ciptaan-Nya (ay.7). Saya menyebut hal itu apatisme kaum ateis praktis (hidup dan berbuat seolah-olah Allah tidak ada).

Apatisme mereka itu menyebabkan si pemazmur geram sehingga ia menyebut mereka orang bodoh dan orang bebal. Dalam ay.8-11 pemazmur menyerang apatisme dan ignorantia (ketidak-tahuan, atau bahkan kebodohan) orang-orang fasik itu. Untuk itu ia menyinggung karya penciptaan Allah. Di sini disinggung secara jelas penciptaan manusia: secara retoris pemazmur bertanya, bagaimana mungkin Dia yang menciptakan mata dan telinga tidak mampu melihat dan mendengar segala sesuatu termasuk perbuatan jahat. Berbeda dengan orang-orang fasik, si pemazmur sangat yakin bahwa Allah mahatahu (omniscience), juga tahu akan semua rancangan busuk manusia biarpun itu tersembunyi dalam hati. Semuanya itu sia-sia belaka.

Setelah mencerca orang fasik, lalu pemazmur mulai berbalik memandang kepada orang saleh. Ia memandang dan menganggap bahagia orang yang diajar oleh Tuhan untuk mentaati dan mengetahui Taurat-Nya (ay.12). Pelajaran moral hidup dan iman dari Taurat itu berguna untuk membuat orang saleh bisa tenang menantikan nasib akhir yang buruk bagi orang fasik (ay.13). Hal itu sangat pasti bagi pemazmur karena ia sangat yakin bahwa Tuhan tidak akan melupakan umat milik-Nya (ay.14). Ia sangat yakin bahwa tatanan hukum akan kembali ditegakkan lagi oleh yang empunya tatanan hukum, yaitu Allah. Hukum itu akan diikuti oleh orang yang tulus hati (ay.15).

Oleh karena ia sangat berharap agar hukum ditegakkan, maka dalam ay.16 ia juga bertanya secara retoris tentang siapa yang akan bangkit untuk menegakkan hukum tersebut. Pemazmur tidak dapat berharap banyak dari manusia, dari tatanan manusia itu. Maka ia hanya berharap pada Tuhan saja. Hanya Tuhan saja yang bisa ia harapkan untuk datang segera bertindak (ay.17). Ia yakin Tuhan menolong. Kalau tanpa pertolongan Tuhan, ia merasa ia pasti tetap terhimpit dan meringkuk dalam relung-relung penderitaan yang sunyi. Kondisi itu menyebabkan dia goyah (kakiku goyang), tetapi ia merasa bahwa kasih setia (hesed) Tuhan menopang dia (ay.18). Kondisi itu juga menyebabkan hati dan pikirannya menjadi sangat gelisah dan tidak tenang, tetapi penghiburan dari Tuhan membuat dia merasa senang (ay.19).

Lebih lanjut pemazmur juga menyatakan keyakinannya bahwa Tuhan tidak mungkin bersekutu dengan orang-orang jahat yang merancangkan kejahatan sistematis dan struktural (ay.20), suatu keyakinan yang diungkapkannya dalam sebuah kalimat retoris. Memang orang fasik itu sangat jahat yaitu mereka mampu memutar-balikkan fakta, menuduhkan kefasikan pada orang saleh. Jelas ini adalah tindakan kriminalisasi orang benar. Juga ada unsur viktimisasi korban; mungkin lebih tepat diungkapkan dengan pepatah Melalu klasik berikut ini: sudah jatuh tertimpa tangga pula (ay.21). Biarpun demikian pemazmur tetap merasa tenang karena ia sangat yakin bahwa “...TUHAN adalah kota bentengku dan Allahku adalah gunung batu perlindunganku” (ay.22). Pemazmur sangat yakin bahwa Tuhan akan segera bertindak menegakkan hukum dan keadilan dengan cara membinasakan mereka (ay.23). Hal itu sangat penting, agar jangan sampai terluka cita-rasa keadilan dan hukum dalam hati orang kecil dan tidak berdaya. Terutama lagi hal ini penting agar tatanan hukum dan keadilan itulah yang seharusnya tegak berdiri di tengah masyarakat.


Nglempong Lor, akhir Januari 2013
Fransiskus Borgias M.
(Mahasiswa Ph.D., ICRS-YOGYA)

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...