Thursday, December 13, 2012

MENIKMATI MAZMUR 89

Oleh: Fransiskus Borgias M.

Mazmur ini termasuk cukup panjang; ia terdiri atas 53 ayat. Judulnya dalam Alkitab kita ialah “Kesetiaan TUHAN kepada Daud.” Jadi, mazmur ini berbicara tentang relasi perjanjian antara Raja Daud dan TUHAN sendiri. Tidak mudah memahami mazmur ini karena ada pelbagai macam lapisan pengalaman iman tertumpuk di dalamnya. Ada pengalaman positif, ada pengalaman negatif, ada pengalaman cahaya dan optimisme, ada pengalaman kegelapan dan pesimisme. Semuanya diramu menjadi satu-padu dalam mazmur yang panjang ini. Untuk dapat memahaminya dengan baik, maka saya akan membaginya ke dalam beberapa bagian berikut ini. Unit pertama mencakup ayat 1-19. Unit kedua terdiri atas ayat 20-38. Unit ketiga meliputi ayat 39-46. Unit terakhir meliputi ayat 47-53. Selanjutnya kita akan melihat dinamika isinya dari unit ke unit.

Dalam unit pertama (1-19) ada cukup banyak hal menarik yang diungkapkan. Mazmur ini dimulai dengan cetusan niat pribadi si pemazmur untuk memuji dan memuliakan TUHAN (ay.2). Sekaligus juga diungkapkan alasan mengapa pemazmur memuji TUHAN. Alasannya tidak lain karena Hesed atau kasih-setia (stead-fast love) Tuhan itu sendiri. Secara lebih eksplisit alasan itu ditegaskan dalam ayat 3 yang lagi-lagi menyinggung Hesed itu sebagai alasan si pemazmur memuji Tuhan. Hesed Tuhan itu kekali abadi, tiada berkesudahan, seperti refrein ulangan yang terkenal dalam Mzm.136 itu (bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik, kekal abadi kasih-setia-Nya). Pemazmur sadar bahwa itu semua terjadi dalam konteks relasi perjanjian yang telah diikat Tuhan dengan Daud, hamba-Nya, dan Tuhan bersumpah untuk tetap setia pada janji itu untuk selama-lamanya (ay.4-5). Tidak hanya manusia yang bersyukur atas Hesed Tuhan, alam semesta pun (diwakili langit) bersyukur karenanya (ay.6). Selanjutnya dengan memakai bahasa metafor kosmis, pemazmur melukiskan daya kuasa dan pemerintahan Allah atas semesta alam dan surga. Diyakini bahwa Allah itu melampaui semua penghuni surga, Ia disegani dan ditakuti oleh semuanya (ay.7-8). Tidak ada apa pun yang mampu menandingi Allah (ay.9). Tuhan menguasai dan menundukkan semuanya: Laut ditundukkan (ay.10), naga laut purba (Rahab) juga dikalahkan (ay.11). Tuhan menguasai segala sesuatu (ay.12-14). Tetapi kuasa Tuhan itu bukanlah kuasa yang sewenang-wenang melainkan dilandaskan pada kasih, Keadilan dan penegakan hukum (ay.15). Bagian akhir unit pertama (ay.16-19) ini diakhiri dengan ucapan bahagia (makarioi). Orang yang tahu bersyukur karena hesed Allah diyakini akan berbahagia, karena mereka mempunyai alasan yang tepat untuk bersukacita, yaitu karena nama Tuhan, karena keadilan Tuhan. Tidak ada dasar lain bagi mereka untuk bermegah, selain nama Tuhan. Tuhan menjadi perisai bagi mereka. Raja Israel pun adalah milik Allah sendiri. Hal itu menjadi sumber sukacita dan kehidupan.

Dalam unit kedua (ay.20-38), kita melihat secara lebih rinci mengenai sosok Raja Israel yang diyakini berasal dari Tuhan itu. Raja itu ialah Daud. Di sini muncullah apa yang secara teknis disebut Ideologi Daud beserta legitimasi teologis tahta Daud dan kedudukan dia sebagai raja. Daud menjadi raja Israel karena Tuhan sendiri yang mengangkatnya, memahkotai, dan mengurapinya; maka Daud akan tetap disertai dan dilindungi Tuhan (ay.20-22). Ia tidak akan disergap oleh para lawannya sebab Tuhan sendiri bertindak menghancurkan para lawan itu (ay.23-24). Kekuasaan Daud tidak akan goyah karena ia dilindungi oleh kasih-setia Tuhan (ay.25). Dinamika relasi antara Tuhan dan Daud dilukiskan secara rinci dalam ayat 26-30. Tuhan berjanji untuk menguatkan Daud dalam kuasa dan pemerintahannya (ay.26). Daud pun secara eksplisit mengucapkan pengakuan dan janji setianya kepada Tuhan, dan juga relasi intim antara dirinya dengan Tuhan (ay.27). Karena kesetiaan Daud itu, maka Tuhan pun bersumpah untuk tetap setia, tidak hanya kepada Daud, melainkan juga kepada kaum keturunannya, yaitu para penggantinya yang duduk di atas tahtanya; mereka akan tetap meraja sampai selama-lamanya (ay.28-30). Namun jika mereka durhaka dan berbalik dari kasih-setia Tuhan, maka Tuhan akan menghukum mereka (ay.31-33). Tetapi ancaman hukuman itu bukanlah kata terakhir dari pihak Tuhan. Kata terakhir tetaplah kasih setia Tuhan. Tuhan tidak pernah bisa ingkar janji. Tuhan tidak mungkin melupakan sifat dasarnya sendiri yaitu kasih-setia, hesed (ay.34-38).

Dalam unit ketiga (ay.39-46) kita melihat sesuatu yang aneh. Sampai saat ini Tuhan dilukiskan tetap setia kepada Daud. Tetapi dalam unit ini kita melihat Tuhan tidak setia. Tuhan dilukiskan tidak lagi memperhatikan Daud, tidak lagi ingat akan perjanjian-Nya (ay.39-40). Akibatnya sangat buruk bagi kerajaan Daud: kerajaan itu ditimpa keruntuhan (ay.41). Ibu kotanya (yaitu Yerusalem) dirampok dan dijarah para musuh penakluk (ay.42). Nasib sangat buruk menimpa Daud dan kerajaannya dan kaum keturunannya; para musuhnya bisa bangkit untuk menghancurkan dia dan kerajaannya; ia tidak bisa menang dalam peperangan karena mata pedangnya seolah-olah menjadi tumpul; kegemilangannya dicampakkan ke tanah; aib dan rasa malu menimpa dia (ay.43-46). Mungkin hal ini erat terkait dengan nasib yang menimpa kerajaan Daud di kemudian hari, yang, sesudah kejayaan masa pemerintahan Salomo, terpecah menjadi dua kerajaan. Dan kedua kerajaan itu kemudian dihancurkan oleh Asyur dan Babel. Jelas bagian ini baru muncul sesudah kedua kerajaan itu mengalami nasib tragis yaitu penghancuran dan pembuangan. Tidak mungkin disusun pada masa pemerintahan Daud dan Salomo yang memang ditandai kegemilangan dan keperkasaan. Itulah situasi kegelapan, di mana seolah-olah Tuhan sudah tidak lagi memperhatikan dan mempedulikan nasib Israel; sebuah pengalaman negatif akan Allah sendiri.

Di tengah situasi pengalaman negatif dan pengalaman kegelapan itulah, dalam bagian Keempat (ay.47-53) kita melihat sebuah situasi di mana si pemazmur mulai bertanya-tanya tentang kasih setia Tuhan. Sepertinya ia gemas dan bertanya sampai berapa lama Tuhan masih murka terhadap Israel (Daud). Ia mencari kasih-setia Tuhan seperti yang dahulu. Ia merindukan kasih setia yang awali itu (ay.50). Ia sepertinya menuntut juga agar Tuhan sudi kembali ke kasih setia yang semula itu sebab kalau Tuhan tidak lagi memperhatikan hesed-Nya sendiri, maka sia-sialah Ia telah menciptakan anak manusia (ay.48). Betapa dahsyatnya alasan yang diangkat si pemazmur ini. Karena keganasan dunia orang mati (syeol), ia mengharapkan agar Tuhan segera menampakkan lagi hesed-Nya itu, sebab hidup manusia ini singkat (ay.48) dan tidak ada yang luput dari maut (ay.49). Akhirnya si pemazmur mengingatkan bahwa raja Israel itu adalah orang yang diurapi Tuhan sendiri. Jika ia dihina, maka bukan ia sendiri saja yang dihina, melainkan Tuhan sendirilah juga, yang telah mengangkatnya, mengalami penghinaan dan perendahan. Di sini ada sebuah identifikasi nasib negatif Daud dengan Tuhan sendiri. Apa yang dialami Daud (Israel) juga menjadi cela dan hinaan bagi Allah sendiri. Untuk itulah, pemazmur mendesak agar Tuhan sudi bertindak dan menunjukkan lagi kasih setia-Nya kepada Israel (ay.51-52). Ia menyingkapkan harapan itu dalam sisipan mazmurnya. Jika hal itu terjadi, maka nama Tuhan akan terpuji untuk selama-lamanya (ay.53)

Nglempong Lor, Yogya, Desember 2012

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...