Tuesday, March 27, 2012

MENIKMATI MAZMUR 84

Oleh: Fransiskus Borgias M.


Judul Mazmur ini dalam Kitab Suci kita ialah “Rindu kepada Kediaman Allah.” Judul ini mencerminkan apa yang menjadi isi seluruh Mazmur ini. Pemazmur mengungkapkan gejolak rasa rindunya akan rumah atau kediaman Allah. Rasa rindunya itu diungkapkan dalam tigabelas ayat, yang dapat dibagi menjadi dua bagian besar: ayat 1-8 dan ayat 9-13. Pembagian ayat-ayat ini sangat penting untuk memudahkan proses penafsiran dan pemahamannya.

Dalam ayat 2 diungkapkan rasa senang dan sukacita yang dialami dan dirasakan si pemazmur kepada rumah atau kediaman Tuhan. Ia sangat merindukan rumah Allah dan sedemikian rindunya sampai ia merasa seperti sudah hancur (ayat 3). Seluruh dirinya (terwakili oleh hati dan daging atau tubuh, gaya bahasa pars pro toto) bersorak-sorai kepada Allah yang hidup. Rupanya bukan hanya manusia saja yang senang atau bahagia akan rumah Allah itu; bahkan burung-burung pun sangat suka akan rumah kediaman Allah; disebutkan di sini secara khusus dua jenis burung yang suka tinggal dan bermain-main di rumah kediaman Allah: yaitu burung pipit dan burung layang-layang. Dikatakan bahwa burung-burung ini mendapat rumah dan sarang di sana; bahkan anak-anaknya pun mendapat tempat di mezbah, seakan-akan sedang diberi sebagai persembahan kepada Allah atau sedang memberi persembahan kepada Allah (ayat 4), dan persembahan itu sangat istimewa pula yaitu anak-anak mereka sendiri. Metafora yang dipakai dan dimainkan si Pemazmur ini sangat luar biasa: Burung-burung juga membawa korban persembahan di altar Allah, apalagi manusia.

Inilah ayat yang paling saya sukai dalam mazmur ini. Ayat 5 sangat terkenal dan sangat akrab di telinga dan hati kita, karena teks ini dibuat menjadi refrein Mazmur untuk lagu antar bacaan (graduale). Orang yang berdiam di rumah kediaman Allah dipandang berbahagia, karena dengan itu mereka dapat terus menerus memuji dan memuliakan Allah. Dianggap berbahagia juga adalah orang yang mengandalkan Allah sebagai daya kekuatan hidupnya; ya, mereka tidak mengandalkan dirinya sendiri. Turut dipuji juga di sini ialah orang-orang yang mau mengadakan ziarah (perjalanan suci) ke rumah Allah. (ay 6). Inilah salah satu dasar biblis untuk pembenaran (justifikasi) praksis ziarah yang marak sekali dalam seluruh rentang sejarah dan tradisi Katolik itu sendiri, yang terbukti dengan tumbuh suburnya pusat-pusat ziarah di mana-mana. Di tanah Jawa saja ada sangat banyak; misalnya Sendangsono, Gua Kerep, Gua Kaliori, Puh Sarang, Sendang Sriningsih, Sendang Jatiningsih, Gua Maria Sawer Rahmat, dll. Selanjutnya ayat 7 melukiskan perjalanan ziarah yang penuh sukacita dan berkat. Mereka melakukan perjalanan ziarah itu dengan penuh semangat; seakan-akan daya tarik rumah Allah itu menarik mereka dengan sangat kuat (ayat 8). Sion mejadi titik sentrum ziarah Israel sepanjang masa dan sejarah. Sion menjadi axis mundi bagi kesadaran dan penghayatan religius orang-orang Israel. Itu sebabnya mereka akan selalu mau kembali ke Sion, sebuah dorongan yang kemudian bermuara antara lain ke dalam gerakan rohani dan politik Zionisme itu.

Lalu dalam ayat 9 mengalir dan memancarlah sebuah doa; ia berharap agar Allah sudi mendengarkan doanya. Ia sudah tiba di Yerusalem lalu berharap Allah mendengarkan doanya. Ayat 10 agak sulit dipahami dalam alur puitis mazmur ini. Tetapi di sana tetap ada doa memohon kepada Allah agar sudi memandang orang yang diurapiNya (ayat 10). Lalu menyusul penjelasan mengapa rumah kediaman Tuhan itu sangat menyenangkan. Dalam ayat 11 ada perbandingan pengalaman: pengalaman berada di rumah Tuhan di satu pihak, dan pengalaman berada di tempat yang lain di pihak yang lain; pengalaman berada di ambang pintu rumah kediaman Tuhan dan berada di dalam kemah-kemah orang fasik. Dengan jelas dikatakan bahwa berdiam satu hari saja di rumah Tuhan terasa jauh lebih baik daripada berada di tempat yang lain. Pengalaman sekadar berada di pintu rumah kediaman Allah dianggap jauh lebih baik daripada berdiam di kemah orang-orang fasik. Tetapi mengapa demikian? Itu tidak lain karena ia mengalami Allah itu secara sangat positif: Allah adalah matahari dan perisai bagi dan dalam hidupnya. Ia memberi kasih dan kemuliaan. Allah adalah maharahim terhadap orang-orang yang hidup tidak bercela (ayat 12).

Seluruh mazmur ini diakhiri pada ayat 13 dengan sebuah doa pujian dan syukur yang sangat bagus. Kiranya sangat baik juga jika ayat yang indah itu dikutip di sini untuk menutup uraian dan renungan singkat dan sederhana mengenai mazmur ini: “Ya TUHAN semesta alam, berbahagialah manusia yang percaya kepadaMu” (ayat 13).

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...