Friday, December 9, 2011

RESENSI BUKU

JUDUL BUKU : YERUSALEM 33, IMPERIUM ROMANUM, KOTA PARA NABI, DAN TRAGEDI TANAH
SUCI.
PENGARANG : TRIAS KUNCAHYONO
PENERBIT : BUKU KOMPAS, APRIL 2011
HALAMAN : XXXVLL+ 330.
PENINJAU : FRANSISKUS BORGIAS M.

Berbicara tentang Yerusalem, tidak akan habis. Ada banyak buku yang ditulis tentang kota itu. Ada Karen Armstrong, Amy Dockserr Marcus, dan Trias Kuncahono yang menulis dua buku. Inilah bukunya yang kedua setelah yang pertama menjadi best-seller, Jerusalem. Berbicara tentang Yerusalem, saya teringat akan P.C.Groenen OFM, pakar Kitab Suci. Suatu saat dalam kuliah Kitab Suci Perjanjian Lama di Biara St.Bonaventura Papringan, ia mengatakan, “dunia tidak akan damai selama Jerusalem tidak damai,” selama Yerusalem tercabik-cabik. Groenen mendasarkan pernyataannya pada sejarah, di mana Yerusalem selalu menjadi sign of contradiction, dari dulu hingga kini, dan nanti. Kota itu dipenggal dalam beberapa bagian dengan penguasa yang berasal dari tradisi agama. Islam punya bagiannya, Yahudi punya bagiannya, Kristiani juga punya bagiannya. Penggal Kristiani juga terbagi dalam beberapa bagian.

Buku ini berbicara secara historis tentang Yerusalem. Buku ini terdiri atas 8 Bab, dilengkapi dua prolog dan satu epilog. Buku ini membahas substansi eksistensi Jerusalem dari jaman ke jaman. Yang paling besar pengaruhnya ialah fakta bahwa Jerusalem ialah tanah para nabi (bab 1); ada banyak nabi menyinggung, atau menziarahinya. Setelah cukup panjang membeberkan biologi dan geografi Palestina, penulis membahas secara khusus paradoks para nabi (h.50): Mereka hadir di Yerusalem, tetapi kota itu menjadi kota penuh konflik. Kota itu terletak di Timur Tengah, menjadi bagian utuh dari Kanaan dan Palestina (Bab 2), sebuah urutan yang tepat. Negeri itu dilanda peperangan dari dulu hingga kini. Selalu ada kelompok yang memperebutkannya dari waktu ke waktu. Yang menarik ialah bahwa secara tradisional nama negeri itu, Kanaan. Ada penelusuran etimologis kata Kanaan dan sejarah nama itu (h.80). Ketika Roma berkuasa ada kebijakan membuat “politik pengubahan nama” dari Kanaan menjadi Palestina (hal.92). Roma bermaksud menghapus kenangan akan Israel dari sejarah, sesuatu yang kini bergema kembali dalam diri presiden Iran yang mau melenyapkan Israel dari Peta bumi.

Salah satu episode sejarah yang penting bagi Yerusalem ialah ia pernah dikuasai Roma (bab 3). Tentu ini tidak lengkap jika tidak menyebut Helenisme, Persia, Babel, dan Asyur. Alur sejarah itu dimulai dengan pelukisan sejarah kerajaan di Israel (Hakim-hakim tidak dibahas, h.109). Setelah masa jaya yang hanya sebentar, Israel dikuasai Asyur dan Babel (h.112.113). Kemudian terjadi Helenisasi (h.113-17), dan dikuasai Roma (h.117-144). Hal yang membedakan Roma dari penguasa lain ialah Roma memberi perlakuan khusus terhadap Yahudi sebagai umat berkitab (p.127). Alur perjalanan peziarah Eropa Abad Pertengahan ialah dari Kaisarea ke Yerusalem (Bab 4). Judul itu menyiratkan ada pergeseran dari kota Helenis Kaisaria ke kota Zionis, Yerusalem. Secara cukup panjang pengarang membahas sejarah Kaisarea. Lalu dibahas sejarah Yerusalem, walau yang lebih mencolok ialah pelukisan mengenai beberapa kelompok aliran politik dan teologi jaman itu. Seluruh hidup dan pergolakan bangsa Yahudi terfokus di Jerusalem.

Jerusalem tidak selalu cemerlang sepanjang jaman. Pernah ia ditinggalkan, dan menjadi sarang penyamun (Bab 5). Itu sebabnya kota itu penuh paradoks (h.182). Ada yang memujinya sebagai metropolis, tetapi ada juga yang mencemoohnya hanya sebagai lobang di pojokan (h.183). Hal itu benar sehubungan dengan masa kegelapan pasca penghancuran oleh Babel dan penghancuran oleh Roma tahun 70-an. Itulah zaman gelap Jerusalem (bab 6). Setelah secara singkat menyinggung penghancuran Yerusalem oleh Roma di awal bab, seluruh sisa bab membahas hukuman salib sebagai hukuman keji, tidak manusiawi. Disinggung juga mengenai bentuk salib (h.220-21). Ini jaman kekelaman bagi kemanusiaan; salah satu korbannya ialah Yesus Kristus yang mati di salib.

Fokus Bab 7 ialah peristiwa dramatis, sengsara dan wafat Tuhan. Beberapa pertanyaan besar coba dijawab: Mengapa Yesus dihukum mati, kapan itu terjadi, siapa yang memutuskan hukuman itu? Seluruh uraian difokuskan pada satu tesis bahwa Yesus dibunuh atas dasar konspirasi politis-keagamaan, antara penguasa negara, penguasa agama, dan rakyat kebanyakan. Ada triumvirat jahat yang menyebabkan Yesus dihukum mati, yaitu wali negeri, raja, dan Imam Agung (h.261). Tadinya saya mengira buku ini adalah buku sejarah. Tetapi setelah membacanya sampai bab 8 saya sadar bahwa penulis menulis buku ini sebagai orang Kristiani, yang memuncaki bukunya dengan pelukisan mengenai hari dramatis yang ditandai bulan memerah ketika Yesus wafat (h.310). Ini sebuah apologia iman. Hal itu tampak di bagian akhir bab 8 ini: Yerusalem adalah tempat Yesus dikorbankan, tempat Yesus menyerahkan hidup-Nya di kayu salib bagi keselamatan umat manusia. Karena itu, menyusuri Jalan Salib,Via Dolorosa, di Yerusalem adalah menyusuri jalan iman. Salib mengubah kebinasaanmenjadi keselamatan (h.312).

Ya, berbicara tentang Yerusalem tidak akan selesai. Kita bisa belajar banyak dari Yerusalem seperti dikatakan Zuhairi Misrawi dalam epilog. Ada anakronisme di sana. Dikatakan bahwa pada jaman Muhammad, umat berkiblat ke Masjid al-Aqsha di Yerusalem (h.314). Saat itu, mesjid itu belum ada; baru ada setelah Yerusalem dikuasai Islam. Qiblat pertama ialah situs bait Allah di Yerusalem. Qiblat itu diubah setelah terjadi konflik tajam antara Islam dan orang Yahudi.

Bahasa buku ini lancar dan ringan. Tetapi secara pribadi saya terganggu dengan ungkapan yang tidak lazim yang dipakai Trias: Kakek moyang (mis:h.9,29, 67, 96, dll). Beberapa pihak mengatakan itu aneh. Yang biasa ialah ungkapan nenek-moyang. Entah apa pertimbangan Trias menggantinya. Ada bagian yang seperti copy-paste. Misalnya info mengenai beberapa nabi dan aktifitas mereka yang diulang di beberapa tempat. Juga informasi mengenai nama beberapa faksi politik dan agama dalam masyarakat Yahudi yang diulang hampir sama di beberapa tempat. Contoh: uraian tentang Farisi yang ada di pendahuluan (h.13-14) sama dengan yang ada pada Bab 4 (h.161). Hal itu bisa diatasi dengan parafrase, tetapi itu tidak dilakukan.
Secara keseluruhan penulis ini lancar memberi banyak informasi populer, penting dan menarik tentang sejarah perjanjian lama dan baru, gereja awal, kekaisaran roma, kekuatan besar dunia yang mengobok-obok Timur Tengah kuno, termasuk Kanaan. Buku ini mengandung “campuran” antara informasi serius yang digali dari resources dan pengalaman pribadi akan Jerusalem dan sekitarnya. Buku ini berguna bagi pemula yang mendalami sejarah timur tengah kuno, sejarah Kaisarea (h.151-162), Yerusalem, Kekaisaran Romawi. Misalnya informasi tentang teori migrasi Abraham (h.70), atau sejarah kemunculan Sabat (h.161-163). Tetapi bagi orang yang sudah mendalami dunia perjanjian lama dan baru, dan sejarah gereja awal, informasi yang ada di sini sama sekali tidak baru; paling-paling ini hanya berfungsi sebagai penyegaran.

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...