Thursday, September 16, 2010

MENDALAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 77

Oleh: Fransiskus Borgias M
Lay Theologian, Dosen dan Peneliti GESER INSTITUTE dan CCRS
Center for Cultural and Religious Studies FF-UNPAR Bandung
Ph.D Student ICRS-Yogya.



Judul mazmur ini dalam Alkitab ialah ”Perbuatan Allah di masa lampau.” Dari sini kita dapat simpulkan bahwa ini refleksi historis-teologis pemazmur. Jadi, pasti menarik untuk diikuti. Seperti biasa, untuk memahami dan menikmati isinya saya membagi mazmur ini atas tiga bagian. Bgn I: ay 1-11. Bgn II: ay 12-16. Bgn III: ay 17-21. Dibandingkan dengan mazmur 76, mazmur ini termasuk cukup panjang.

Kita mulai dengan Bgn I. Mazmur ini mulai dengan pernyataan pemazmur bahwa dirinya ingin berseru kepada Allah dengan suara nyaring, agar Allah mendengar dia (ay 2). Ini pernyataan keinginan dasar untuk berdoa, datang ke hadapan Allah, menyerukan namaNya. Dalam ay 3 pemazmur mengungkapkan apa yang dibuatnya selama ini: ia mencari Tuhan di masa kesusahan hidup, sebuah tendensi yang biasa bagi manusia. Ia melakukan itu siang dan malam; ia tidak lesu atau bosan dengan hal itu. Ay 4-5, termasuk sulit dijelaskan dan dipahami, tetapi kiranya ini adalah pengalaman psikologi hidup rohani yang rumit, yang mencoba menjelaskan secara singkat misteri relasi manusia beriman dengan Allah. Tidak semuanya dan selamanya mulus. Ay 4-5 inilah salah satu bentuk ketidak-mulusan relasi itu. Ada paradox yang amat sulit dipahami, tetapi terjadi dalam hidup beriman. Karena itu harus dilewati dengan tekun, tabah, dan penuh harap.

Tetapi apa dasar harapan itu? Dasarnya ialah tindakan Tuhan di masa silam. Itulah yang disinggung dalam ay 6-7. Dari untaian pertanyaan reflektif-retoris dalam ay 8-9, kita dapat menyimpulkan bahwa apa yang ia kenang dalam dua ayat terdahulu adalah tindakan dan perbuatan ajaib dan positif Allah di masa silam. Dulu ia ingat bahwa Allah melakukan banyak perbuatan ajaib. Tangan kanan Tuhan bertindak, memperlihatkan kekuatan, membimbing dan menuntun umat. Tetapi kini, rasanya Tuhan tidak berbuat apa-apa lagi? Itu sebabnya muncul untaian pertanyaan reflektif tadi; sebaiknya dikutip salah satunya di sini: “Untuk selamanyakah Tuhan menolak dan tidak kembali bermurah hati lagi?” Tiga pertanyaan reflektif ini adalah gugatan teologis. Kontras antara dulu dan sekarang itulah yang menyebabkan hati pemazmur serasa tertikam (ay 11). Seakan Allah sudah berubah: jika dulu tangan kananNya bertindak, kini Ia tidak lagi bertindak.

Kita melihat Bgn II. Saya mulai dengan pertanyaan, apakah itu final? Rupanya pemazmur merasa ini belum final. Untuk dapat berharap dan memandang masa kini dan masa depan dengan lebih baik, ia melihat ke masa silam. Ia coba mengingat lagi semua perbuatan Tuhan di masa silam (ay 12). Niat untuk mengingat kembali perbuatan Allah di masa silam itu, diungkapkan dengan pelbagai cara oleh pemazmur dalam ay 13,14,15,16. Di sini ia mengungkapkan keyakinan pokoknya bahwa di masa silam Tuhan sudah bertindak dan memperlihatkan keperkasaan dan perbuatannya yang ajaib dan dahsyat.

Dalam Bgn III, kita melihat perubahan dalam cara pandang pemazmur. Jika dalam Bgn II, ia hanya melihat tindakan Allah dalam relasi dengan manusia, kini dalam Bgn III, ia menyatakan bahwa tindakan atau perbuatan Allah itu tampak di alam. Alam semesta merasakan tindakan Allah. Bagi manusia beriman, tindakan Allah itu tampak jejaknya dalam alam. Itu sebabnya dalam ay 17,18,19,20 disebut beberapa komponen kosmos: air, samudera raya, awan-awan, deru Guntur, kilat, bumi, laut. Jika meminjam istilah filsafat ketuhanan St.Agustinus, kita dapat berkata bahwa ini adalah sejumput bukti kosmologis mengenai keberadaan Allah dan kenyataan bahwa Allah bertindak dan berkarya dalam dan melalui sejarah, dan alam semesta. Barulah dalam ay 20 kita melihat pemazmur menyatakan keyakinan imannya bahwa Allah bertindak sebagai gembala atas umatNya, dengan pengantaraan Musa dan Harun. Atas dasar tinjauan historis-teologis ke masa silam, pemazmur dapat berharap untuk mendapat tindakan dan perbuatan Allah lagi di masa kini dan masa akan datang. Iman akan masa depan dipulihkan dengan perjalanan ke masa silam. Paradoksal, tetapi itu benar adanya.

Bandung, 14 September 2010
Pesta Stigmata St.Fransiskus Asisi dan Salib Suci

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...