Sunday, July 18, 2010

MENDALAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 72

OLEH: FRANSISKUS BORGIAS M.
LAY THEOLOGIAN dan PENELITI GESER INSTITUTE DAN CCRS
CENTER FOR CULTURAL AND RELIGIOUS STUDIES
FAKULTAS FILSAFAT UNPAR BANDUNG




Mazmur ini indah; judulnya: “Doa Harapan untuk raja.” Mazmur ini cukup panjang: 20 ayat. Untuk memudahkan pemahaman dan penikmatannya, kita membaginya atas lima bagian: 1). Ayat 1-4; 2). Ayat 5-11; 3). Ayat 12-14. 4). Ayat 15-17; 5). Ayat 18-20. Kita akan menikmatinya berdasarkan lima bagian itu.

BGN I, dimulai dengan permohonan kepada Allah agar Allah sudi memberikan hukum dan cita-rasa keadilan kepada raja dan puteranya (ay 1). Ini penting karena dengan kedua hal itu raja, dan ini tujuan penganugerahan hukum dan keadilan itu, agar ia bisa memerintah dengan adil atas umat dan kaum tertindas dan miskin (ay 2.4). Pemerintahan yang benar dan adil mendatangkan kemakmuran ekonomis dan kosmis (ay.3).

BGN II, doa permohonan untuk raja dilanjutkan rinci di sini. Misalnya, agar raja mencapai usia panjang (ay 5), agar pemerintahannya bisa mendatangkan kesuburan dan kemakmuran (ay 6), agar pemerintahannya mendatangkan keadilan dan damai sejahtera untuk waktu yang tidak berkesudahan (ay 7). Masih ada rincian lain dari permohonan itu: agar rentang wilayah pemerintahan raja sangat luas (ay 8), agar musuhnya (termasuk suku nomaden di padang yang sering menjadi gangguan bagi kerajaan sedenter) tunduk menyembah di hadapannya (ay 9), dan akhirnya para raja di sekitar datang menyerahkan upeti tanda pengakuan dan penyembahan (ay 10-11). Boleh dikatakan bahwa dalam BGN II inilah seluruh inti permohonan mazmur ini disatukan dan dipadatkan.

Semua yang dimohonkan dalam BGN II tadi adalah penting sebagai dasar bagi raja untuk menegakkan keadilan dan kedamaian dalam kerajaannya. Jika wilayahnya luas, dan segala bangsa dan raja tunduk mengakui dia, raja akan mampu membebaskan orang miskin dan orang tertindas yang berteriak meminta tolong. Ia akan mampu menjadi the voice for the voiceless, seperti Uskup Agung Helder Camara dulu di El Salvador. Jika raja mempunyai kedudukan kuat, ia bisa menegakkan keadilan dan kasih setia bagi orang lemah dan miskin, dan menyelamatkan nyawa orang miskin. Jika raja kuat, ia mampu menumpas orang jahat yang menimbulkan kekerasan dan penindasan atas orang miskin. Dengan kata lain, kedudukan unggul raja menjadi prasyarat bagi keadilan dan kesejahteraan seluruh warga terutama yang miskin dan tertindas. Mengapa? Karena dalam pandangan raja, harkat hidup orang miskin dan tertindas sangat bernilai tinggi, tidak dapat disepelekan begitu saja. Mutu seorang raja baru terlihat dalam komitmennya yang nyata terhadap orang miskin, orang kecil dan tertindas. Itulah inti BGN III.

Sampailah kita pada BGN IV. Jika semuanya itu terjadi atau dapat dilaksanakan, maka raja akan dipuja-puja rakyatnya. Ia akan dicintai rakyatnya dan karena itu didoakan agar hidupnya sehat dan sejahtera (ay 15). Umat akan semakin intensif berdoa memohon kemakmuran ekonomis bagi kerajaan (ay 16), juga memohon agar harum dan semerbak namanya sebagai raja (ay 17).

BGN V. Tetapi perlu disadari terus menerus bahwa raja itu tetaplah hamba dan abdi Allah sehingga segala puji tetap ditujukan kepada Allah yang melakukan keajaiban dan melaksanakan pemerintahan yang adil lewat rajanya (ay 18-20). Jadi, pemerintahan raja yang baik dan benar menjadi pujian bagi Allah yang mengutus dan menegakkan hambaNya itu di bumi ini.


BANDUNG, 18 JULI 2010
SIS BM, GESER INSTITUE FF-UNPAR BANDUNG

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...