Sunday, July 18, 2010

MENDALAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 73

OLEH: FRANSISKUS BORGIAS M.
LAY THEOLOGIAN dan PENELITI GESER INSTITUTE dan CCRS
CENTER FOR CULTURAL AND RELIGIOUS STUDIES
FAKULTAS FILSAFAT UNPAR BANDUNG




Judul mazmur ini sangat menarik: Pergumulan dan pengharapan. Mazmur ini cukup panjang: 28 ayat. Untuk mendalami dan menikmatinya dengan baik kita harus membaginya ke dalam beberapa bagian. Mazmur ini dapat dibagi menjadi dua bagian: Ayat 1-20 dan ayat 21-28.

Dalam ay.1 ia mulai dengan keyakinan bahwa Allah baik bagi orang yang berhati tulus dan bersih. Itulah keyakinan umum yang selama ini menjadi prinsip dan pedoman hidupnya. Tetapi, ada tetapinya. Ternyata tidak mudah hidup sebagai orang yang berhati tulus dan jujur karena ada banyak godaan yang datang dari luar, yang juga menggerogoti dari dalam hati orang itu sendiri. Itulah yang ia lukiskan mulai dari ay.2dst. Dengan jujur pemazmur mengakui bahwa hidupnya hampir terjatuh dalam batu sandungan iman (ay.2). Alasannya diungkapkan dalam ay.3-9 dalam kata kunci sebab atau karena. Ia tersandung karena pengalaman hidup kontras orang fasik; ia cemburu berat: Mereka fasik tetapi sehat, gemuk, tidak susah (ay.3-5). Bahkan mereka sombong dalam kefasikan mereka, berperilaku keras dan kasar. Kesalahan mereka mencolok tetapi tidak apa-apa. Mereka berani memperbincangkan kejahatan mereka sebagai wacana biasa saja di ruang publik (ay.7-8). Tidak ada lagi yang mereka takuti dan segani, tidak langit, apalagi bumi (ay.9). Lebih celaka lagi, dan ini yang amat mengganggu pemazmur, ternyata cara hidup dan perilaku mereka itu justru menjadi anutan yang diikuti, ditiru banyak orang (ay.10). Ramai-ramai berbuat mesum, korupsi, ramai berlaku kasar terhadap kelompok lain. Toh tidak apa-apa. Sebab mereka tidak takut lagi akan Allah. Allah tidak peduli, Allah tidak tahu apa-apa, Allah tidak mau tahu juga (ay.11). Di sini tersirat paham deisme (meyakini Allah ada, tetapi tidak berbuat apa-apa atas ciptaan). Pemazmur sadar bahwa itulah cara hidup orang fasik (ay.12). Akibatnya cukup ngeri: pemazmur merasa betapa sia-sianya ia coba mempertahankan hidup dengan hati bersih. Itu wajar: Lha wong, orang jahat kok hidupnya makmur. Pasti orang saleh beriman akan tersandung juga lama-lama.

Untunglah fajar pengharapan iman tidak mati terlindas dalam pergumulan teologis-sosial itu. Perlahan-lahan muncul daya kekuatan kritis penolakan dalam hati pemazmur. Samar-samar hal itu mulai muncul dalam ay.14-15. Pemazmur merasa, bahwa paling enak dan gampang memang mengikuti jalan hidup orang fasik. Tetapi ternyata hal itu membuat ia menderita, serasa seperti terkena tulah. Dan yang terpenting ia merasa mengkhianati generasi yang akan datang, karena memberi contoh teladan hidup buruk. Memang tidak mudah keluar dari kemelut pergulatan teologis ini (ay.16), tetapi dengan cara hidup tekun di hadapan hadirat Allah, hal itu pasti bisa teratasi (ay.17). Dari dalam ketenangan dan keheningan rumah Allah, pemazmur dapat melihat dengan mudah kesudahan nasib mereka (ay.18-20).

Sekarang ia mulai merasa bahwa ia melihat sesuatu. Selama ini memang amat menyakitkan jika melihat orang fasik. Ia merasa sakit secara jasmani (ay.21). Tetapi itu karena ia tidak begitu paham duduk perkaranya (ay.22). Ia merasa selamat karena tetap setia berpegang teguh pada Allah (ay.23-24). Tidak ada yang lain yang ia andalkan dalam hidup ini selain Allah (ay.25-26). Ia sangat yakin bahwa orang yang hidup jauh dari Allah pasti binasa, cepat atau lambat. Kebusukan orang fasik, cepat atau lambat akan terbuka (ay.27). Koruptur memang hidupnya serba enak, kaya, duit banyak, bisa jalan-jalan keluar negeri. Tetapi begitu korupsinya terbuka, ia berakhir di penjara atau serangan jantung. Itulah yang terjadi saat ini di negeri kita. Maka janganlah mengandalkan hidup pada perilaku kotor, tetapi andalkanlah Allah semata-mata dalam hidup ini (ay.28): Tetapi aku, aku suka dekat pada Allah; aku menaruh tempat perlindunganku pada Tuhan ALLAH, supaya dapat menceritakan segala pekerjaan-Nya.


BANDUNG, 19 JULI 2010
SIS BM, GESER INSTITUTE FF-UNPAR BANDUNG

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...