Thursday, June 10, 2010

PREFASI HATI YESUS YANG MAHAKUDUS

OLEH: FRANSISKUS BORGIAS M.
LAY THEOLOGIAN DAN PENELITI PADA CCRS
CENTER FOR CULTURAL AND RELIGIOUS STUDIS
FF UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN BANDUNG


Dalam TPE kita (berbahasa Indonesia) ada dua Prefasi Hati Yesus. Prefasi Hati Yesus pertama diberi judul kecil “Misteri kasih Tuhan.” Jadi, prefasi ini mewartakan tentang kasih Tuhan. Rubrik memberi petunjuk dan ketentuan pemakaian sbb: “Prefasi ini boleh dipakai pada Hari Raya Hati Yesus yang Mahakudus dan dalam Perayaan Ekaristi votif Hati Yesus.”

Dalam bagian protocol ada rumusan baku yang berlaku umum dalam hampir semua Prefasi, yang isinya menegaskan tentang kenyataan bahwa kita semua senantiasa memuji dan bersyukur kepada Allah Bapa yang kudus. Syukur itu adalah sesuatu yang sudah layak dan sepantasnya kita lakukan dan lambungkan. Dan syukur itu senantiasa kita lambungkan kepada Allah Bapa dengan pengantaraan Kristus, sebab Ialah Tuhan dan pengantara kita pada Allah Bapa.

Dalam bagian embolisme, dibentangkanlah misteri Hati Kudus itu. Boleh dikatakan bahwa seluruh embolisme ini dipakai sebagai alasan mengapa kita harus senantiasa bersyukur (seperti diungkapkan dalam protokol di atas tadi). Kita merasa sudah sepatutnya “memanfaatkan” fungsi dan peran kepengantaraan Kristus ini, karena Ia mempunyai kasih yang tidak terhingga atas kita. Karena kasih itulah Yesus telah menyerahkan diri bagi kita dengan wafat di kayu salib. Jadi, peristiwa wafat di salib itu dilihat di sini sebagai pementasan dan sekaligus bukti cinta Yesus Kristus akan kita umat manusia. Selanjutnya, dibentangkanlah beberapa hal yang terjadi di atas kayu salib itu. Yang relevan disebut di sini ialah peristiwa lambungNya yang ditikam dengan tombak. Lalu dari sana memancarlah darah dan air. Prefasi ini, sejalan dengan tradisi kuno gereja, menafsirkan peristiwa ini sebagai lambang sakramen-sakramen Gereja. Tombak itu menembus lambung dan hati, sehingga hati itu pun menjadi terbuka lebar. Ke dalam hati yang terbuka lebar itulah “semua orang ditarik dan diundang untuk menimba kegembiraan dari sumber keselamatan.” Perlu kiranya kita sadari bahwa ada banyak sekali syair lagu-lagu liturgi gereja terutama sekali lagu-lagu komuni (khususnya dalam konteks perayaan Ekaristi dalam Gereja Katolik), menimba ilham suci dan harta kekayaan rohani dari peristiwa ini. Antara lain misalnya dapat disebut lagu-lagu seperti Ave Verum, Ya Hati Yesus Raja Cinta, Hati Yesus, Trimalah diri kami, dll.

Akhirnya, dalam bagian eskatokol, prefasi ini, justru karena sebutan (eschatocol) itu, mengarahkan seluruh perhatian kita dari alam kekinian ke rentang masa yang akan datang, yakni persisnya ke liturgi agung dan abadi di surga kelak, di mana para malaekat memuji dan mengagungkan Allah dalam kidung pujian abadi. Kita pun berharap dalam iman, harapan dan kasih, akan dapat ikut ambil bagian dalam liturgi agung dan abadi itu. Untuk sebagiannya kini kita ucapkan dengan agung dan lantang ketiga kata suci dari para malaekat itu, tresagion, triple holy itu. Bagian ini juga menjadi sumber ilham yang tiada hentinya dalam sejarah hidup kerohanian Gereja pada umumnya dan Gereja Katolik pada khususnya. Dengan ini dan di sini berakhirlah uraian dan penjelasan singkat mengenai Prefasi yang pertama di atas tadi. Sekarang kita mau beralih ke Prefasi Yang Kedua.

Bahan yang baru saja diuraikan di atas tadi ialah Prefasi Hati Yesus yang pertama. Inilah prefasi Hati Yesus kedua. Prefasi ini diberi judul kecil: “Kesetiaan Tuhan.” Ya, inilah yang menjadi fokus dari prefasi kedua ini. Jadi, kedua prefasi Hati Yesus ini mewartakan dan juga sekaligus merayakan misteri kasih dan kesetiaan, hesed Yahweh (steadfast love). Rubrik memberi ketentuan dan petunjuk berikut ini mengenai saat pemakaiannya: “Prefasi ini boleh dipakai dalam Perayaan Ekaristi votif Hati Yesus.”

Dalam bagian protocol diungkapkanlah dua hal yang kita lakukan di hadapan Allah Bapa di surga. Yang pertama, ialah kita bersyukur, kepada Allah Bapa yang mulia dan murah hati. Kedua, kita meluhurkan Allah yang adalah sumber segala kebaikan dan cinta kasih. Itulah yang menjadi pengalaman hidup dan iman kita. Jadi, bagian ini menyimpan keyakinan dan pengakuan dasar iman kita akan Allah.

Dalam bagian embolisme, kita menemukan beberapa misteri karya Allah sehubungan dengan hati umat manusia. Pertama, kita yakin sekali bahwa Allah, yang adalah kasih itu (Deus est caritas), menaman benih daya cinta kasih di dalam hati manusia. Jadi, cinta itu datang dari Allah lalu turun ke hati manusia. Kalau visi ini diterima, maka kedua, semua peristiwa cinta antar manusia lalu menjadi ajang pementasan cinta Allah dan tempat Allah menampakkan diri. Jadi, betapa agungnya cinta kasih antar manusia itu sesungguhnya, karena ia menjadi medium atau locus Allah menampakkan karya cinta dan esensiNya sendiri yang adalah cinta. Di mana ada cinta, di situ Allah menampakkan diri dalam dan melalui para pencinta itu. Ubi caritas et amor, ibi Deus est. Itu yang sering kita nyanyikan dalam untaian lagu-lagu perayaan Hari Kamis Putih. Maka, janganlah kita pernah main-main dengan cinta itu, sebab cinta itu suci dan teramat luhur. Ketiga, dengan cinta-Nya Allah mencintai manusia. Lalu Prefasi ini mengambil dan memakai metafor kasih seorang ibu, yang pasti sangat menyayangi anak kandungnya sendiri. Tetapi sekaligus prefasi ini menegaskan bahwa analogi itu tidak seluruhnya persis tepat juga, sebab kasih Allah akan manusia melampaui kasih ibu itu. Kasih ibu itu hanya dipakai sebagai sebuah analogi metaforis belaka. Keempat, kasih Allah itu tampak paling nyata dalam keseluruhan peristiwa Yesus, mulai dari inkarnasi sampai pada misteri salib dan kebangkitan. Yesus adalah wujud nyata dari kasih setia Allah kepada umat manusia. Sebagai konsekwensi dari cinta itu, Yesus, yang adalah hamba-Mu yang setia, dan sekaligus saudara kami, menanggung sengsara maut di taman Getsemani dan di kayu salib di Golgota. Tetapi itu semua dilakukan demi menghidupkan dan membahagiakan kita. Inilah yang namanya sengsara membawa nikmat dan bahagia. Paradoksal, memang, tetapi itulah dan begitulah kenyataannya.

Akhirnya, dalam bagian eskatokol, kita mengungkapkan rasa syukur kita kepada Allah dan lalu memuliakan Dia. Di sini lagi-lagi kita memandang secara antisipatif liturgi agung para malaekat di surga kelak, dan kita dari dunia ini, seraya merayakan ekaristi ini, berharap suatu saat kelak dapat ikut serta ambil bagian (bergabung) dalam liturgi itu, sehingga dalam derap dinamis pengharapan itu, kita pun melambungkan tresagion yang semarak dan mulia ini.


Bandung, 10 Juni 2010
Fransiskus Borgias M.
Lay theologian dan peneliti CCRS FF-UNPAR Bandung.

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...