Sunday, June 13, 2010

MENDALAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 70

OLEH: FRANSISKUS BORGIAS M.
LAY THEOLOGIAN dan PENELITI CCRS
Center for Cultural and Religius Studies
FAKULTAS FILSAFAT UNPAR BANDUNG



Judul mazmur ini sangat menarik; mungkin karena merupakan bagian utuh dari kerinduan dan keinginan dasar kita sebagai manusia: Doa minta pertolongan. Mazmur ini sangat pendek: terdiri atas 6 ayat saja. Mazmur singkat ini dapat dibagi menjadi dua. Unit pertama, ayat 1-4. Unit kedua, ayat 5-6. Kita mulai dengan unit pertama. Sebagaimana tampak dari judulnya, inti mazmur ini ialah meminta pertolongan. Pertolongan tertinggi dan terakhir ialah dari Allah. Itu sebabnya dalam ay.2 pemazmur mulai dengan berseru kepada Allah: Ya Allah, bersegeralah melepaskan aku, menolong aku, ya TUHAN! Permohonan ini dilatar-belakangi oleh keyakinan bahwa pada Tuhan ada pertolongan dan keselamatan.

Dalam ayat 3-4 dilukiskan berturut-turut situasi yang dihadapi pemazmur. Rupanya ia sedang berada dalam situasi sulit; ia terjepit oleh himpitan musuh. Apa yang dilakukan para musuh itu? Ada yang ingin mencabut nyawanya: menghendaki agar ia segera mati (ay.3). Ada juga yang menginginkan (mungkin mengutuk) agar ia ditimpa celaka. Tentu ujung-ujungnya ialah agar ia mati. Tidak jarang situasi hidup manusia bisa menyebabkan orang saling mengumpat, mengutuk, dan bahkan bisa terwujud dalam perbuatan jahat. Mungkin hal seperti itulah yang dialami pemazmur. Di hadapan situasi seperti itu, dan kiranya situasi itu sudah menjadi sangat ekstrem dan eksistensial, si pemazmur memohon agar TUHAN Allah sudi bertindak segera agar (teks Kitab Suci kita memakai kata “Biarlah”) mereka yang ingin mencabut nyawanya menjadi malu dan tersipu-sipu, dan juga agar mereka yang menginginkan kecelakaannya mundur dan terkena noda, dan agar mereka yang senang karena nasib malang si pemazmur bisa menjadi malu karena kutuk mereka tidak terjadi (berkat campur tangan Tuhan). Diam-diam ia berharap, semoga dengan campur tangan Tuhan, kutuk para lawannya berbalik kepada diri mereka sendiri, menjadi semacam senjata makan tuan.

Si pemazmur tidak hanya melukiskan situasi negatif yang dialaminya dalam hidup ini. Ia tentu berharap agar kalau Allah sudi bertindak dengan cepat dan tepat pada waktunya, hal itu akan mendatangkan sukacita dan kegembiraan dan keselamatan. Itulah yang dilukiskan pemazmur dalam ayat 5. Di sini dilukiskan model manusia lain, yaitu manusia yang mencari Tuhan, dan memuji Tuhan, bahwa Tuhan itu mahabesar, Allahuakbar (ay.5d). Berbeda dengan model manusia dalam ayat 3-4 di atas tadi, di sini muncul manusia model lain. Yaitu model manusia yang mencari Tuhan. Tidak begitu jelas, di mana pemazmur menempatkan dirinya sendiri? Mungkin ia menempatkan diri dalam manusia kategori kedua, sebab dengan keyakinan itulah ia berani datang kepada Allah meminta pertolongan.

Tetapi dalam ay.6 kita melihat suatu pelukisan mengenai bagaimana ia memandang dan memahami dirinya sendiri. Si pemazmur memandang dirinya sengsara dan miskin. Dan orang yang sengsara dan miskin tidak punya andalan lain dalam hidup di dunia ini, apalagi dalam situasi terjepit dan terhimpit, selain berharap pada Allah. Itulah sebabnya di akhir ay.6 ia berseru, atau lebih tepat berdoa: Engkaulah yang menolong aku dan meluputkan aku, ya TUHAN, janganlah lambat datang! Kalau Tuhan datang terlambat, itu berarti celaka pasti segera menimpa. Maka ia berharap agar Tuhan tidak menunda-nunda lagi.


BANDUNG, 14 JUNI 2009
SIS BM
LAY THEOLOGIAN AND PENELITI CCRS FF-UNPAR BANDUNG

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...