Thursday, May 13, 2010

MENIKMATI MAZMUR 69

OLEH: FRANSISKUS BORGIAS M.
TEOLOG DAN PENELITI CCRS
(Center for Cultural and Religious Studies)
FAKULTAS FILSAFAT UNPAR BANDUNG




Judul mazmur ini menarik: Doa dalam kesesakan. Mazmur ini panjang dan dibagi dalam empat bagian. Bgn I: ay.1-13. Dimulai dengan memohon keselamatan kepada Allah karena kesulitan hidup yang dilukiskan dengan pelbagai metafor ngeri. Ada air yang meninggi sampai ke leher. Ada rawa-rawa dalam, dan tidak ada tempat berpijak atau berpegang. Ada gelombang pasang menghanyutkan (ay.2-3). Ia lukiskan pengalamannya menjadi lesu karena letih berseru. Bahkan kerongkongan kering karena terus berteriak (ay.4). Ia merasa dihimpit musuh yang banyak jumlahnya dan merasa tidak berdaya menghadapi mereka (ay.5). Pemazmur sadar bahwa ia juga pendosa. Maka ia dengan jujur mengakui dosanya (ay.6). Ia minta jangan sampai kasus dia sebagai pendosa menjadi sandungan bagi orang saleh yang taat kepada Allah, seandainya Allah sudi mendengarkan dia (ay.7). Ayat ini sulit. Ay 8 juga sulit: mungkin ini terjadi karena hidup imannya menjadi batu sandungan bagi orang sekitar. Akibatnya ia menjadi terasing dalam keluarga sendiri (ay.9). Seluruh untaian ayat 7-9 yang sulit ini baru bisa dipahami dari perspektif ay.10. Mungkin karena pemazmur lebih banyak menaruh perhatian dan kesibukan bagi rumah Allah sehingga ia jauh bahkan dijauhkan dari sanak saudaranya. Semua tindakan saleh yang ia lakukan justru menjadi cela dan olokan bagi dia. Bahkan ia menjadi buah bibir dan cibiran orang dengan sindiran syair lagu-lagu di ruang publik (gerbang) (ay.11-13). Ini tantangan hidup beriman akan Allah.

Bgn II: ay.14-19. Diakui bahwa ini situasi yang tidak mudah. Maka ia mohon perlindungan dan jalan keluar dari Allah. Ia mohon agar Allah sudi bertindak segera demi kasih setiaNya (ay.14). Ia minta secara kongkret agar Allah segera membebaskan dia dari kesulitan dan kemelut hidup. Lagi-lagi di sini muncul metafor yang disinggung dalam ayat 2-3 (ay.14-16). Bahkan ada metafor baru yaitu tubir dan sumur yang tidak berdasar, simbol hukuman dan sengsara. Dalam ay.17-19, pemazmur minta agar Allah sudi menjawab doanya. Ia sangat berharap pada kasih setia Allah. Ia berharap agar Allah tidak selamanya menyembunyikan wajahNya. Ia mohon agar Allah sudi segera datang untuk membebaskan dia dari segala kesesakan dan kesulitan hidupnya.

Bgn III: ay.20-29. Selanjutnya, ia mengakukan dengan jujur dosanya (ay.20-21). Dosa mendatangkan kesulitan dalam hidupnya: ia dengan sia-sia menantikan belas kasih dan penghiburan karena selama ini ia tidak mendapat semuanya itu. Ia bahkan mendapat racun dan anggur asam (ay.22). Dalam situasi terjepit ia mohon agar Allah sudi bertindak atas mereka (ay.23-26). Memang amat kejam yang ia mohon, tetapi begitulah permohonan orang yang sedang dalam kesulitan besar. Pemazmur sampai pada situasi seperti itu, karena ia merasa sudah mendapat hukuman Allah atas dosa-dosanya, malahan hukuman ilahi itu menjadi berat oleh perlakuan sosial yang ia peroleh dari sesama (ay.27). Maka ia minta kepada Allah agar kesalahan mereka tidak diampuni (ay.28). Ia juga berharap agar ingatan akan mereka hilang lenyap dari sejarah (ay.29).

Bgn IV: ay.30-37. Di sini lagi-lagi ia lukiskan keadaannya yang menyedihkan. Satu-satunya pertolongan yang bisa ia harapkan hanya dari Allah (ay.30). Jika itu semua terjadi, ia berjanji akan memuji Allah dengan nyanyian (ay.31). Ia yakin bahwa pujian jauh lebih baik daripada korban bakaran (ay.32). Ia membesarkan hati orang kecil dan menderita tetapi tetap percaya dan berharap pada Allah karena ia yakin Tuhan akan membebaskan orang kecil yang tertindas yang mohon pertolongan Allah (ay.33-34). Ia akhirnya mengajak seluruh alam semesta dalam lagu pujiannya kepada Allah (ay.35), karena Allah adalah penyelamat (ay.36). Allah akan membangun kembali kota-kota Yehuda, lambang pemulihan. Itu akan menjadi warisan agung dan abadi bagi keturunan mereka untuk selamanya. Yang berdiam di sana adalah orang yang mencintai namaNya (ay.37).


SIS B
CCRS FF UNPAR BANDUNG
12 MEI 2010

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...