Saturday, April 17, 2010

MENDALAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 67

OLEH: FRANSISKUS BORGIAS M
PENELITI CCRS:
CENTER FOR CULTURAL AND RELIGIOUS STUDIES FF-UNPAR BANDUNG



Judul mazmur ini dalam Alkitab kita amat menarik: Nyanyian syukur karena segala berkat Allah. Mazmur ini sangat pendek, hanya 8 ayat.

Mazmur ini diawali dengan sebuah doa yang semoga sudah sangat terkenal dan semoga juga sangat akrab di telinga kita karena sering dipakai sebagai syair lagu (ay.2). Misalnya: May God be gracious to us and bless us and make his face to shine upon us. Bagi orang yang akrab dengan tradisi Fransiskan kiranya akrab juga dengan mazmur ini sebab mazmur ini dipakai Fransiskus Asisi sebagai berkat kepada siapa saja, juga untuk Bruder Leo, salah satu dari tiga sahabatnya yang paling awal. Ya, hanya kasih dan berkat Allah yang memungkinkan kita bisa hidup di dunia ini.

Si pemazmur berharap agar dengan tindakan penyelenggaraan penuh kasih setia itu, jalan dan keselamatan Allah dikenal di seluruh bumi, di kalangan para bangsa (ay.3). Lebih lanjut diharapkan juga agar lewat pengenalan akan kasih setia dan keselamatan Allah itu, para bangsa bisa datang kepadaNya untuk menghaturkan syukur (ay.4). Dalam ay.5 ajakan untuk para bangsa agar sudi datang menghaturkan syukur masih dilanjutkan. Tetapi sekaligus juga di sini diberikan alasan atas syukur itu: Yakni “....karena Engkau memerintah bangsa-bangsa dengan adil.....”

Sedemikian dalamnya rasa syukur itu, sehingga masih diteruskan dalam ay.6. Ya, syukur dan pujian kepada Allah memang tidak pernah boleh berhenti atau berakhir. Dan syukur itu harus dilambungkan oleh segala makhluk ciptaan, oleh segala bangsa dan segala kaum yang ada di muka bumi ini.

Akhirnya, dalam ay.7-8, syukur itu dikaitkan dengan pengalaman hidup agraris. Kalau yang di atas tadi, mungkin lebih banyak dikaitkan dengan pengalaman hidup politis, maka yang sekarang ini, si pemazmur mengarahkan perhatian pada dasar dari hidup yaitu pertanian, hidup agraris. Ia kini mendasarkan pujian dan syukurnya kepada Allah karena Allah itu juga ternyata telah menyelanggarakan pertanian: Tanah telah memberi hasilnya; Allah, Allah kita, memberkati kita. Ini suatu pengalaman yang unik. Tuhan memberkati kita melalui dan karena tanah. Mungkin kita perlu belajar lagi intuisi kosmik purba ini, terutama kita yang sudah jauh dari tanah karena teknologi telah begitu jauh mengasingkan kita dari bumi.

Sekali lagi, di ay.8 si pemazmur mengungkapkan keyakinannya bahwa Allah memberkati kita. Maka ia merasa bahwa Allah sang penyelenggara hidup itu tidak cukup hanya dipuji oleh dia seorang saja, melainkan harus dipuji oleh segala makhluk sampai di ujung bumi. Segala ujung bumi hendaknya takut akan Dia.


BANDUNG, 16 APRIL 2010
SIS B
CCRS (CENTER FOR CULTURAL AND RELIGIOUS STUDIES)
FACULTY OF PHILOSOPHY, CATHOLIC UNIVERSITY OF PARAHYANGAN BANDUNG.

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...