Monday, February 15, 2010

MENDALAMI DANMENIKMATI MAZMUR 62

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
PENELITI CCRS (CENTER FOR CULTURAL AND RELIGIOUS STUDIES) FF-UNPAR BANDUNG



Judul mazmur ini amat menarik: Perasaan tenang dekat Allah. Dan itu betul: Memang relasi dan kedekatan dengan Allah mendatangkan efek rasa tenang dalam hidup. Itu yang dibentangkan dalam Mazmur ini. Mazmur ini cukup panjang: terdiri atas 13 ayat. Untuk memudahkan pemahaman, Mazmur ini dapat dibagi demikian: Bagian I: ayat 1-5. Bagian II: ayat 6-9. Bagian III: ayat 10-13. Mari kita lihat isi masing-masing bagian ini.

Ia mulai dengan ungkapan keyakinannya yaitu ia merasa tenang jika berada dekat Allah (ayat 2). Itu karena keselamatan hidupnya berasal dari Allah. Bukan dari yang lain. Pikiran yang sama terungkap dalam ayat 3 tetapi kali ini ia memakai metafor lain: gunung batu, kota benteng. Kedua metafor ini dipakai pemazmur untuk menyatakan keyakinan dan pengalamannya bahwa ia selamat dan aman jika berada di gunung batu dan dalam kota benteng, yaitu Allah. Agak sulit menjelaskan dan memahami ayat 4. Ia mulai dengan pertanyaan retoris kepada sekelompok orang yang bernafsu menyerang seseorang yang lain yang diibaratkan dengan dinding yang miring dan tembok yang mau roboh. Jelas itu menyiratkan kondisi ketidak-berdayaan. Pertanyaan retoris dalam ayat 4 dijawab dalam ayat 5 yang menyingkapkan maksud hati yang terselubung dari para penyerbu. Mereka bermaksud menjungkalkan dia dari tempat kedudukannya yang tinggi. Kira-kira seperti orang-orang yang merebut kursi wakil presidan dan menteri keuangan. Mereka menyerang dan menyerbu bertubi-tubi. Penyerang ini dilukiskan sebagai orang yang suka dusta. Mereka juga dicirikan sebagai orang yang bersikap mendua. Dengan mulut (bibir) mereka mengucapkan kata-kata pujian dan berkat, tetapi dengan hati mereka mengutuk.

Dalam ayat 6-8 pemazmur sekali lagi mengungkapkan dengan sangat kuat keyakinan imannya. Yaitu ia hanya merasa aman, tenteram, tenang jika berada dekat Allah. Karena Allah adalah pengharapannya. Allah menjadi sumber keselamatan dan kemuliaan, kekuatan dan perlindungan. Oleh karena itu, dalam ayat 9 ia mengajak orang lain (umat) agar percaya kepada Allah. Kepercayaan itu tidak boleh terputus-putus, melainkan percaya terus menerus, setiap waktu. Ia mengajak agar umat datang kepada Allah dan mencurahkan isi hati mereka (doa) kepada Allah semata-mata. Mengapa demikian? Karena Allah adalah tempat perlindungan kita.

Jika dalam bagian terdahulu ada sebuah visi teologi, maka dalam bagian ini ada visi antropologis pemazmur. Jika di atas ada pujian yang tinggi akan Allah, maka dalam bagian ini ia mengemukakan pandangannya akan manusia. Manusia, apalagi yang hina, hanya angin saja. Bahkan orang-orang yang mulia, ternyata juga hanya dusta. Mungkin ia tampak mulia, karena dibangun di atas dusta. Mana dusta itu? Dijawab dalam ayat 11. Secara kongkret dilukiskan di sini bentuk-bentuk dusta yang membawa nista: pemerasan, perampasan. Jangan menaruh harapan pada itu semua. Itu semua sia-sia belaka. Karena itu di akhir ayat 11 ia memberi sebuah nasihat seperti amsal: apabila harta makin bertambah, janganlah hatimu melekat padanya. Dengan gaya amsal pemazmur mengungkapkan keyakinan pokoknya dalam ayat 12 bahwa kuasa itu berasal bukan dari siapa-siapa melainkan dari Allah. Ini semacam landasan teologis dari kekuasaan. Selain kekuasaan, dari Allah juga berasal kasih setia (hesed). Mazmur ini dalam ayat 13, ditutup dengan pandangan teologis yang khas dalam Perjanjian Lama, yaitu retributive theory, teori pembalasan di bumi.


BANDUNG, 15 FEBRUARI 2009
SIS B, CCRS FF-UNPAR BANDUNG.

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...