Wednesday, October 14, 2009

MENDALAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 55

Oleh: Fransiskus Borgias M (EFBE@fransisbm)


Mazmur ini cukup panjang, ada 24 ayat. Judulnya: Doa minta tolong terhadap musuh. Saya membagi mazmur ini agar mudah dipahami. Saya membaginya menjadi 5: ay 1-9, ay 10-16, ay 17-20, ay 21-22, ay 23-24. Saya uraikan berdasarkan unit-unit yang ada.

Ia mulai dengan berseru kepada Allah, agar sudi mendengarkan permohonannya (ay 2). Ia meminta agar Allah sudi memperhatikan dan menjawab doanya (ay 3). Dalam ay 3b ia melukiskan dan menjelaskan situasi hidupnya. Ia melukiskan diri sebagai pengembara yang menangis karena dilanda kecemasan. Di sini muncul metafor hidup sebagai pengembaraan. Homo viator, kata Gabriel Marcel. Ia menangis cemas karena sikap musuh yang penuh ancaman terhadapnya (ay 4). Dalam ay 5 ia melukiskan situasi hidupnya yang lain: hatinya dilanda kegelisahan, karena ia berada di ambang batas maut (ay 5). Perasaan ini dilanjutkan dalam ay 6. Di sinipun ia dirundung rasa takut dan gentar.

Dalam situasi seperti itu, ia mulai berkhayal: seandainya aku bisa terbang seperti merpati, maka ia akan terbang mencari perlindungan tenang dan aman (ay 7-8-9), yaitu di gurun, yang diandaikan jauh dari ancaman orang yang membencinya. Tetapi apa daya, ia tidak bisa terbang. Di akhir ay 9 muncul metafor lain mengenai situasi hidup yang penuh ancaman. Hidup seperti itu diibaratkan angin ribut dan badai.

Karena itu, ini bagian kedua, ia dari tempatnya berada, hanya bisa berseru kepada Allah. Ia berdoa agar Allah sudi campurtangan terhadap situasi yang ia alami. Ia meminta agar Allah membuat mereka bingung dan kacau, sebab pembicaraan mereka menimbulkan kebingungan dan kekacauan dalam kota (ay 10). Mungkin seperti situasi kita dewasa ini. Memang ada penjaga kota, tetapi kota dilanda kemalangan dan bencana juga kehancuran (ay 11-12). Itu terjadi karena ada banyak penindasan dan penipuan. Rupanya dalam ay 13-16 pemazmur mengalami situasi buruk. Orang yang dianggapnya teman (dekat dengan aku, orang kepercayaan, bergaul bersama, berdoa bersama) ternyata menjadi bagian dari proses pembusukan kota. Kalau orang lain yang melakukan itu, pemazmur masih dapat menerima dan memahaminya. Tetapi, kini temannya sendiri terlibat. Ia pun bingung. Dalam kebingungan ia berharap agar mereka disergap maut, biar mereka turun ke dunia orang mati, sebab hidup mereka penuh kejahatan.

Dalam bagian ketiga, ia menegaskan sikapnya. Ia tetap percaya kepada Allah maka ia selamat (ay 17,18,19,20). Sebaliknya, para lawan akan direndahkan Allah sebab mereka tidak takut akan Allah (ay 20c).

Bagian keempat agak sulit. Siapa yang dimaksud dengan orang itu? Saya mengertinya orang fasik. Dalam situasi yang direndahkan Allah, ia marah kepada mereka yang hidup benar (ay 21). Tafsir ini diperkuat metafor dalam ay 22: mulutnya licin, dan karena itu berbahaya. Kata-katanya lembut tetapi itu semua laksana pedang terhunus.

Dengan mengamati dan memperhatikan semuanya itu, dalam penggal terakhir ini muncul nasihat rohani yang indah: mazmur menganjurkan agar kita menyerahkan kekuatiran kita kepada Allah (ay 24) dan Ia memelihara dan melindungi kita. Tuhan tidak pernah meninggalkan orang benar berlama-lama. Tuhan bertindak, menolong tepat pada waktunya. Sebaliknya, nasib orang durhaka sengsara belaka (ay 25). Mereka dicampakkan ke dunia orang mati (metafor sumur dalam). Hidup mereka tidak panjang dan tidak akan tenteram. Akan selalu ada gangguan suara hati yang mengetok-ngetok dalam kalbu mereka. Akhirnya pemazmur menegaskan lagi sikap hidupnya: Tetapi aku ini percaya kepada-Mu.

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...