Monday, July 13, 2009

MAZMUR 48: ALLAH KOTA BENTENG KITA

Oleh: Fransiskus Borgias M.

Mazmur ini dalam Alkitab kita berjudul sbb: Sion, kota Allah. Mazmur ini terdiri atas 15 ayat. Untuk menikmati mazmur ini, terlebih dahulu saya membaginya. Mazmur ini dapat dibagi menjadi empat bagian: Bagian I, ayat 1-3. Bagian II, ayat 4-9. Bagian III, ay.10-12. Bagian IV, ay.13-15. Apa isinya? Mari kita lihat dan nikmati bersama.

Bagian I, langsung dimulai dengan pernyataan mengenai keagungan Allah yang berdiam di kota Allah, Civitas Dei (ay.2). Kota Allah itu terletak di gunung Tuhan, gunung Sion. Karena kota itu adalah kota Allah, maka kota itu menjadi sumber kegirangan dan sukacita bagi seluruh bumi (ay.3).

Dalam Bagian II, muncul sesuatu yang menarik. Allah, yang tadinya dikatakan berdiam dalam kota Tuhan, kini justru sekaligus diperkenalkan sebagai benteng kota itu (ay.4). Jadi, Tuhan berdiam dalam kota sekaligus menjadi benteng bagi kota itu. Karena Tuhan berdiam dalam dan menjadi benteng kota itu, maka kota itu menjadi aman. Banyak orang datang (para raja) untuk melihatnya, bahkan juga untuk mengalahkannya, tetapi mereka semua takut dan gentar di hadapan Allah yang berdiam dalam kota itu dan menjadi benteng kota itu. Di hadapan Allah yang berdiam dalam kota itu, orang hanya bersikap heran, kagum atau tercengang-cengang, bahkan ada juga yang ditimpa ketakutan dan kengerian (ay.5-7). Bahkan dalam ayat 8 kita baca kesaksian pemazmur bahwa Allah bertindak melalui peristiwa alam. Dalam hal ini Allah bertindak melalui angin timur. Demi kebaikan, kemuliaan, dan kesejahteraan kotaNya, Allah menegakkan hukum dan keadilanNya (ay.9).

Bagian III, menyambung pada bagian akhir dari penggal terdahulu. Dalam ay.9 tadi, sudah disinggung mengenai pengalaman (yang didengar dan dilihat) pemazmur akan tindakan Allah dalam sejarah. Pengalaman itulah yang memunculkan kesadaran dan ingatan historis dalam diri orang Israel, yaitu ingatan akan kasih setia (hesed, steadfast love) Allah (ay.10). Secara khusus dalam ayat 11 disinggung dua hal: nama Allah dan kemashyuran Allah. Kedua hal ini terkenal sampai ke ujung bumi. Itu semua terjadi karena Allah bertindak dengan tangan kananNya yang perkasa untuk menegakkan hukum dan keadilan (ay.11). Di hadapan Allah yang bertindak dalam sejarah untuk menegakkan hukum dan keadilan itu, muncullah sebuah reaksi yang sepadan yaitu rasa sukacita. Gunung Sion (Tempat Allah berdiam) menjadi sukacita. Semua penghuninya turut bersukacita. Secara khusus disebut anak-anak perempuan. Mungkin ini karena merekalah yang paling pertama menikmati kemakmuran dan keamanan kota. Sebaliknya kalau kota dihancurkan maka merekalah yang paling rentan ikut dihancurkan dalam kehancuran dan penghancuran itu.

Dalam Bagian IV, muncul sebuah himbauan sejarah untuk mengingat dan mengenang kota Sion itu. Pemazmur mengajak pembaca untuk mengelilingi Sion, mempelajarinya dengan cermat, memperhatikan segala detail tembok dan istananya. Tujuannya bukan agar mudah dihancurkan, melainkan agar bisa dikisahkan kembali turun-temurun dari waktu ke waktu (ay.14). Tetapi yang menjadi inti cerita bukan terutama kotanya, melainkan Allah yang menjadi benteng dan sekaligus penghuni kota itu, yang menjadi sumber kekuatan dan shalomnya (ay.15). Jadi, semuanya harus bermuara pada satu pengakuan iman: Allah menjadi Allah kita seterusnya, Dialah yang menjadi pemimpin kita untuk selama-lamanya.

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...