Monday, July 13, 2009

MAZMUR 49: KEBAHAGIAAN FANA

Oleh: Fransiskus Borgias M.

Mazmur ini dalam Alkitab kita berjudul sbb: Kebahagiaan yang sia-sia. Mazmur ini terdiri atas 21 ayat. Untuk menikmatinya, terlebih dahulu saya membaginya: Bagian I, ayat 1-5. Bagian II, ayat 6-16. Bagian III, ayat 17-21. Apa isinya? Mari kita lihat dan nikmati bersama.

Bagian I, sebenarnya hanya sebuah ajakan kepada para bangsa dari semua lapisan dan golongan (ay.2-3) untuk mendengarkan apa yang akan diucapkan dan direnungkan pemazmur. Ia mengucapkan dan merenungkan hikmat dan pengertian (ay.4). Ia mau mendengarkan amsal (ay.5a); kiranya ini adalah bagian utuh dari proses pendidikan dan pematangan diri dengan mendengarkan hikmat amsal. Setelah berhikmat ia mau mengungkapkan kembali hikmat itu (peribahasa, pantun) dengan memakai iringan alat musik (ay.5b).

Dalam Bagian II, pemazmur mencoba melukiskan hasil temuannya dalam proses belajar dan pencarian. Itulah yang ia tuangkan dalam bagian ini. Dalam ay.6 ia mulai dengan pertanyaan reflektif tentang ketakutan yang tidak beralasan sama sekali. Mengapa harus takut pada orang yang hanya mengandalkan harta? Padahal harta itu fana belaka? Bagi pemazmur, harta itu relatif, sesuatu yang tidak dapat diandalkan (ay.7). Mengapa ia sampai ke paham relativis seperti itu? Itu karena harta tidak dapat dipakai sebagai alat tawar-menawar di hadapan Allah sebagai pengganti hidup (nyawa). Dengan kata lain, orang tidak dapat memperpanjang jatah hidupnya dengan hartanya (ay.8). Harta tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan hidup, dengan nyawa (ay.9-10). Orang tidak dapat membeli hidup dengan uang. Ay.11 mirip dengan apa yang dikatakan si Pengkotbah: semua orang akan mati, dan meninggalkan harta mereka untuk orang lain. Pandangan negatif mengenai hidup sesudah mati ditampilkan dalam ay.12. Tidak ada apa pun yang dapat mempertahankan hidup manusia, juga kegemilangan hidup. Kembali kita dengar perkataan yang mirip dengan Pengkotbah di sini (ay.13).

Tetapi pandangan negatif ini dimaksudkan untuk menyadarkan orang akan jalan hidup yang sia-sia karena terlalu mengandalkan diri sendiri dan harta, lalu orang lupa Tuhan (ay.14). Dalam ay.14 ini terkandung pelajaran moral yang disampaikan dalam ungkapan negatif. Penyadaran akan kesia-siaan hidup yang angkuh, terus didramatisir dalam ay.15 dengan ibarat yang amat kuat dan menarik: mereka menjadi seperti kawanan domba yang digembalakan oleh maut dan pasti terjeblos ke dalam sheol, dunia orang mati. Untunglah, penggal nada pesimistik ini diakhiri dengan mahkota optimisme dalam ay.16. Hidup orang yang mengandalkan Allah akan diluputkan dan diperhatikan Allah. Itu berarti, akan luput dari sheol.

Dalam Bagian III, muncul nasihat moral. Setelah melihat dan menyadari betapa relatifnya harta itu, pemazmur menasihati kita agar jangan takut, iri, benci, dengki jika ada orang yang menjadi kaya, apalagi secara mendadak (ay.17-18). Sikap moral paling baik ialah: tenang. Mengapa? Karena kekayaan itu tidak dibawa mati. Nasib semua orang sama: kaya maupun miskin. Ia tidak akan membawa apa pun ke kubur (ay.19-20). Segala kegemilangan manusia (entah itu rohani, intelektual, atau jasmani berupa harta, uang) tidak bisa mengubah sama sekali nasib akhir hidupnya yang menurut mazmur ini dan juga Pengkotbah, adalah sama dengan cara matinya hewan. Baik manusia maupun hewan akan sama-sama mati, juga dengan cara yang sama. Tubuhnya binasa (ay.21). Maka, berharaplah pada Allah yang hidup. Dan bukan pada harta benda.

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...