Mazmur ini dalam Alkitab kita berjudul sbb: Allah, kota benteng kita. Tentu ini adalah sebuah ibarat belaka. Allah diumpamakan sebagai kota berbenteng, kota berkubu. Sedemikian kuat dan kokohnya benteng itu, maka para warga kota merasa aman dan terlindungi. Pengalaman itulah yang coba diangkat pemazmur untuk melukiskan pengalaman iman akan Allah. Mazmur ini termasuk cukup pendek, hanya 12 ayat saja. Mari kita mencoba menikmatinya menurut bagian-bagian yang ada di dalamnya. Bagian I, meliputi ayat 1-4. Bagian II, meliputi ayat 5-8. Bagian III,meliputi ayat 9-12.
Langsung dalam ayat 2 dilukiskan suatu pengalaman dan pemahaman tertentu akan Allah, bahwa Allah itu dialami dan dipahami sebagai sumber rasa aman dan nyaman. Allah itu dialami sebagai tempat perlindungan. Allah dialami sebagai kekuatan. Juga dialami sebagai penolong di masa sulit. Jika Allah dialami dan dipahami seperti itu, maka tidak perlu lagi takut dan cemas. Jadi, walaupun bumi ini berubah, misalnya terjadi tanah longsor, tsunami, krisis ekologi, bencana alam, gempa bumi (gunung-gunung goncang dalam laut), bahkan fenomena pemanasan global, kita tidak perlu takut, karena Allah akan menyertai dan melindungi kita. Itulah keyakinan dasar si pemazmur.
Keyakinan dan optimisme iman seperti yang diakukan dengan lantang dalam Bagian I di atas tadi, dilanjutkan dalam Bagian II. Sebab Bagian II ini adalah pelukisan lebih lanjut secara rinci akan kota Allah (civitas Dei) itu. Kota Allah itu ialah kediaman Yang Mahatinggi. Di sana ada sumber hidup abadi karena kota itu dialiri sungai. Keistimewaan kota itu menjadi semakin tampak karena di dalam kota itu Allah berdiam (ay.6). Karena Allah berdiam di sana, maka kota itu aman, tidak akan goncang. Pagi hari biasanya adalah saat paling rawan musuh menyerang kota berbenteng. Para penjaga pada mengantuk. Ada kabut pagi. Tentara musuh yang merayap di tanah tidak kelihatan karena tertutup kabut pagi. Tetapi, keadaan ini tidak usah mencemaskan, sebab pemazmur sangat yakin, Allah akan menolong menjelang pagi. Ketika daya kekuatan manusia tidak dapat diandalkan dalam situasi kritis, saat itulah Allah datang bertindak dan menolong. Allah bertindak tepat pada waktunya. Mungkin di sekitar kita terjadi kekacauan dan hiruk-pikuk yang menggelisahkan, si pemazmur yakin bahwa Allah bisa mengatasi semuanya tepat pada waktunya. Keyakinan dan optimisme iman ini diulang kembali dalam ayat 8.
Akhirnya kita mencoba melihat isi Bagian III. Mula-mula pemazmur mengajak kita melihat tindakan dan karya Allah di seluruh bumi. Yang paling penting dan perlu digarisbawahi ialah tindakan dan karya Allah membangun dan menciptakan perdamaian di muka bumi ini. Dalam rangka itu Allah menghentikan peperangan. Perang hanya mungkin kalau ada alat perang. Maka Allah menghancurkan beberapa alat-alat perang: Allah mematahkan busur panah, menumpulkan tombak, Allah membakar kereta perang.
Yang aneh bagi saya dalam mazmur ini, ialah tampilnya Allah untuk berbicara. Peran pemazmur untuk sementara berhenti di sini, sebab ia mau memberi kesempatan kepada Allah untuk berbicara. Itulah yang kita baca dalam ayat 11. Allah berbicara untuk menegaskan keagungan dan kemuliaanNya. Atas dasar perwahyuan diri Allah itu, pemazmur dengan penuh keyakinan mengulangi seluruh warna dasar mazmur ini dalam ayat 12: TUHAN semesta alam menyertai kita, kota benteng kita ialah Allah Yakub.