Mazmur ini berjudul Minta penyembuhan. Kita nikmati bagian demi bagian. Bagian pertama, ay.2-4. Mazmur ini dimulai dengan seruan berbahagialah (beatitude). Siapa yang berbahagia? Yaitu orang yang memperhatikan orang lemah! Ini etika sosial-teologis. Mengapa berbahagia? Alasannya teologis. Karena kalau ada bahaya mengancam hidupnya, Tuhan menyelamatkan dia. Bahkan Tuhan memberi tindakan pencegahan khusus baginya (ay.3, melindungi, memelihara nyawanya). Tindakan Tuhan itu menjadi sumber kebahagiaan di bumi. Tuhan tidak membiarkan para musuh mempermainkan dia, seperti pemangsa mempermainkan mangsanya sampai mati. Kalau dia sakit, Tuhan menolong dan menyembuhkannya (ay.4). Itulah pengalaman dan keyakinan pemazmur.
Bagian kedua, ay.5-10. Di sini ia melukiskan pengalaman sosial-negatif. Ada beberapa aspek yang disebut khusus. Di ay.5 ia memohon belas-kasih (sembuh) Tuhan karena ia merasa berdosa terhadap Allah. Mazmur ini cocok diucapkan pada masa tobat. Dalam ayat berikut ia melukiskan beberapa pengalaman menyakitkan. Ada musuh yang mengharapkan ia mati. Jika ia mati, maka namanya akan lenyap dari bumi, alias mati tanpa keturunan, sebab tidak ada yang mengingat dia (ay.6). Dilukiskan juga orang bermuka dua: pura-pura datang menjenguk dia dalam sakitnya, tetapi setelah pulang, ia memfitnah (ay.7). Itu dilanjutkan dalam ay.8, di mana dilukiskan bahwa orang yang tidak menyukainya, merancangkan maut baginya. Setengah serapah mereka berkata dalam ay.9: “Nah, ia sakit berat, dan ia tidak akan sembuh. Rasain!” Yang lebih menyakitkan si pemazmur ialah apa yang dilukiskan dalam ay.10. Ternyata tidak hanya musuh yang mengutuk dia dalam pengalaman negatifnya. Sekarang karibnya pun melawan dan mengkhianati dia. Di sini ada ungkapan aneh: mengangkat tumitnya terhadap aku. Maksudnya ialah tindakan melawan dan tindakan durhaka yang mencelakakan. Cara ia melukiskan karibnya, juga menarik. Karib itu bukan sahabat biasa, melainkan sahabat yang biasa makan semeja hidangan dengan dia, maka satu roti. Dalam bahasa Inggris kata sahabat ialah companion. Kalau ditelusuri etimologinya, kata ompanion ini berasal dari Latin cum+panis, artinya roti bersama. Jadi, roti yang dimakan bersama. Kata companion memang punya etimologi seperti ini. Companion itulah yang kini berbalik melawan dia. Ini menyakitkan. Setelah perutnya kenyang oleh satu roti yang sama (cum-panis) ia berbalik mengkhianati orang yang memberinya roti. Sama seperti ayam yang diberi makan oleh tuannya tetapi ayam itu mencotok jari tuannya. Atau anjing peliharaan untuk menjaga rumah, malah mengigit tuan atau penghuni rumah itu.
Bagian ketiga, ay.11-13. Dalam penggal terdahulu pemazmur merasakan perasaan terisolir secara sosial sebab semua seakan melawan dia. Tetapi ia tidak hilang harapan. Ia berharap akan kasih setia Tuhan. Ia berharap agar Tuhan dalam keadilanNya bertindak menghukum orang yang berbuat jahat kepadanya (ay.11). Kalau musuhnya sudah membungkam, maka pemazmur akan tahu bahwa Tuhan sudah bertindak, dan bahwa Tuhan memang berada di pihak dia (ay.12). Ia yakin, bahwa Tuhan menolong dan membela dia karena hidupnya tulus dan benar, lurus. Mutu hidup yang lurus itulah yang menyebabkan dirinya dibela, ditegakkan Tuhan selamanya. Ia tidak berjalan tertunduk malu dan tersipu-sipu. Melainkan ia berjalan tegak, dengan muka terangkat, penuh percaya diri karena ia merasa dibenarkan Tuhan (ay.13). Hal itu tidak hanya berlangsung sesaat, melainkan berlangsung selama-lamanya.
Bagian keempat, ay.14. Seluruh untaian pengalaman rohani dan teologis itu, bermuara dalam sebuah pujian agung dan meriah di ayat 14. Tidak ada seruan pujian yang lebih cocok dari pada seruan ini. Ia pantas menjadi mahkota agung: “Terpujilah TUHAN, Allah Israel, dari selama-lamanya sampai selama-lamanya! Amin, ya amin.” Ya, sesungguhnya (amin) demikian.
No comments:
Post a Comment