Sunday, March 15, 2009

MENDALAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 40

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)


Mazmur ini berjudul Syukur dan doa. Itulah kata kuncinya. Mari kita dalami bagian demi bagian. Penggal pertama, ay.2-4. Di sana ia lukiskan harapan akan TUHAN. Harapan itu berbuah: Tuhan mengunjungi dia dan mendengarkan jeritannya minta tolong. Situasi hidup pemazmur sedemikian gawatnya sebab ia terjeblos ke alam maut, sheol, tetapi Tuhan menolong dan mengangkat dia dari sana (ay.3). Lubang kebinasaan dan lumpur rawa adalah metafor alam maut, dunia orang mati. Lalu Tuhan menempatkan dia di atas landasan bukit batu; Tuhan mengatur serta mengiringi langkah hidupnya. Tidak hanya itu: Tuhan memberikan kata-kata pujian ke dalam mulutnya sehingga ia terdorong memuji Allah (ay.4). Bagian akhir ay.4 melukiskan buah tindakan Allah atas pemazmur. Tindakan itu bisa dilihat orang banyak, dan mereka menjadi takut lalu percaya.

Penggal kedua ay.5-6. Atas dasar pengalaman pembebasan dan penyelamatan itu, pemazmur merumuskan pandangan filsafat hidup: orang yang percaya kepada Tuhan, akan bahagia. Mau bukti? Ya, pemazmur itu sendiri. Langsung di baris kedua ay.5 ia memberikan ungkapan negatif atau sisi lain dari sikap percaya kepada Tuhan. Ungkapan itu ialah tidak berpaling kepada orang angkuh, atau menyimpang kepada kebohongan. Keangkuhan dan kebohongan adalah antitesis iman akan Tuhan. Di ay.6, ia merenungkan pengalaman hidup dan sejarah bangsanya. Dalam sejarah itu ia menyaksikan banyak karya agung penyelamatan Allah. Dalam hal itu tidak ada yang dapat dibandingkan atau disejajarkan dengan Tuhan. Tuhan serba melampaui. Kesadaran itulah yang mendorong pemazmur mewartakan karya agung Allah tetapi serentak ia juga sadar bahwa mulutnya sendiri tidak memadai untuk mewartakan itu semua karena sangat banyaklah kebaikan dan karya agung Tuhan.

Penggal ketiga, ay.7-9. Di sini terjadi pergeseran. Sebab di sini ia mulai berbicara tentang teologi kurban (sembelihan, sajian, bakaran, silih). Semua bentuk kurban manusia tidak berkenan kepada Allah. Allah tidak menuntut itu semua. Hanya satu yang berkenan kepada Allah yaitu, melakukan firman Tuhan (ay.8-9). Itu sebabnya salah satu penutup Injil kita berbunyi sbb: berbahagialah orang yang mendengarkan sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya. Inilah yang menolong proses pembatinan firman itu, yaitu masuknya Taurat Tuhan ke dalam dada pemazmur. Penggal keempat, ay.10-11. Setelah “selingan” dalam penggal terdahulu si pemazmur melanjutkan seruan dan pujiannya. Kini ia mau memberitakan keadilan Tuhan di tengah jemaat. Dalam hal ini ia tidak dapat menahan bibirnya; ia tidak bisa diam. Mulutnya terdorong mewartakan Tuhan. Tuhan sendiri tahu hal itu. Ia tidak mau menyembunyikan pengalamannya akan keadilan, kesetiaan dan shalom, kasih dan kebenaran Tuhan dalam hatinya. Ia mau berbagi pengalaman shalom itu di tengah dan bersama jemaat.

Penggal kelima, ay.12-18, penggal terpanjang. Atas dasar pengalaman, ia memohon kepada Tuhan agar mencurahkan rahmatNya kepadanya. Ia berharap agar semua sifat Tuhan, menjadi seperti tentara yang menjaga dan melindunginya (ay.12). Hal itu amat penting sebab ia merasa hidupnya terancam malapetaka amat besar dan banyak, tetapi itu semua terjadi karena dosa dan salahnya (ay.13). Itu sebabnya ia memohon agar Allah membebaskan dari semua ancaman itu (ay.14). Selain karena kesalahannya sendiri, rupanya ada juga musuh yang menghendaki dan merancangkan celaka atas hidup pemazmur. Tetapi ia tetap berharap kepada Tuhan. Kalau Tuhan bertindak maka lawan yang membencinya akan malu (ay.15-16). Langsung di ay.17 dilukiskan pengalaman berbeda dari ay.15-16. Kalau Tuhan bertindak memberikan pertolongan dan menegakkan kebenaran, maka orang suci akan bersukacita dan bergembira karena Tuhan. Mereka akan berseru: Tuhan itu akbar, agung. Rasa syukur itu terasa semakin kontras bagi pemazmur, karena ia mengalami semuanya itu dalam pengalaman negatif hidupnya yaitu sengsara dan miskin. Ia sengsara dan miskin tetapi Tuhan berkenan memperhatikan dia, Tuhan menolong dia. Atas dasar itu ia berseru di akhir mazmur: Ya Allahku, janganlah berlambat! Sekali lagi inilah sikap hati orang yang hidup dalam penantian akan Tuhan.


No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...