Wednesday, November 26, 2008

PAULUS: SEKSUALITAS DAN SPIRITUALITAS

Oleh: Fransiskus Borgias M., (EFBE@fransisbm)

Dalam sesi tanya-jawab dengan peserta talk-show, ada yang bertanya kepada Ayu Utami (oh ya karena rekan saya adalah Ayu Utami, maka saya perkenalkan diri sebagai Ganteng Utomo, hehehehe walau tidak ganteng) mengenai persoalan yang dapat diungkapkan sebagai hubungan antara seksualitas dan spiritualitas. Walaupun pertanyaan ini tidak diajukan kepada saya, tetapi saya harus mejawabnya karena beberapa tahun belakangan ini saya menyibukkan diri dengan Teologi Tubuh dari Paus Yohanes Paulus II. Dalam rangka itu saya berurusan juga dengan teologi tubuh dan teologi seksulitas Paulus dalam beberapa suratnya. Tahun lalu saya menulis artikel tentang seksualitas dalam surat-surat Paulus dalam Wacana Biblika (majalah Kitab Suci dari LBI). Judulnya “Muliakanlah Tuhan Dengan Tubuhmu.” (Fransiskus Borgias M., Wacana Biblika, Juni 2007). Saya memakai ide pokok tulisan ini untuk menjawab pertanyaan tadi.

Kita tidak boleh bermain-main dengan tubuh kita. Kita harus memuliakan Allah dengan tubuh kita. Mengapa demikian? Karena tubuh adalah untuk Tuhan, bukan untuk makanan, bukan untuk perzinahan, atau pelacuran, percabulan. Kita harus memuliakan Tuhan dengan kebertubuhan kita. Itulah kewajiban fundamental kita sebagai manusia, makhluk berakal budi dan bertubuh ini. Kita harus memuliakan Tuhan dengan tubuh kita karena tubuh kita adalah bait Roh Kudus. Di dalam tubuh kita bersemayamlah Roh Allah. Ide-ide ini ada dalam surat kepada jemaat di Korintus dan di Roma. Cinta kasih Allah dicurahkan ke dalam hati kita, oleh Roh Ilahi, Roh Suci, yang menjadi sumber cinta kasih, dan yang dianugerahkan bagi kita. Jadi, Paulus memberi alasan pneumatologis dan kristologis untuk nasihatnya agar kita jangan menyia-nyiakan tubuh dalam percabulan. Sebab percabulan adalah dosa keji, karena kita melakukannya dengan tubuh kita, padahal tubuh adalah bait Roh Kudus dan anggota Tubuh Mistik Kristus. Kalau kita berdosa dengan tubuh, maka kita menghina Roh Kudus dan menghina Kristus. Ingat bahwa dosa melawan Roh Kudus adalah dosa paling berat, karena tidak dapat diampuni.

Pertanyaan kita selanjutnya, apa dasar biblis dari semua perkataan Paulus ini? Apakah Paulus asal omong, tanpa pendasaran teologis dan biblis? Tentu tidak. Ketika Paulus mengatakan bahwa tubuh kita adalah bait Roh Kudus, ia sebenarnya teringat akan teologi penciptaan versi kedua. Mungkin kita akrab dengan kisah penciptaan versi pertama dalam Kej.1:26-28 di mana diberi kesan bahwa Allah menciptakan manusia dengan firmanNya menurut citraNya. Tetapi kita punya versi lain, dalam Kej.2:7. Di sana Allah dilukiskan secara antropomorfistik sebagai tukang tanah liat (potter) yang mengolah tanah liat (clay) menjadi boneka manusia. Sesudah itu Allah menghembuskan rohNya ke dalam boneka itu dan boneka itupun hidup.

Jadi, sejak penciptaan kita sudah menjadi bait Roh Kudus. Karena itu seluruh tanggung jawab kita dalam hidup adalah memelihara tubuh sebaik-baiknya jangan sampai mencemarkan dan menghinakan kehadiran Roh di sana. Nanti kalau mati kita harus kembalikan Roh itu kepada si empunya Roh, seperti yang dilakukan Yesus di salib: Ke dalam tanganMu kuserahkan RohKu. Sebuah ucapan yang menggemakan kembali Mazmur 32. Ya kita harus mengembalikan Roh itu kepada Allah, dan selama kita hidup dan bernafas (ber-roh) kita harus memuliakan kehadiran Roh Tuhan itu dalam tubuh kita dengan seluruh dimensi kebertubuhan kita.


1 comment:

Mangasi Albert Simbolon said...

salam paska pak, tulisannya sangat bagus dan bahsanya menarik. saya fr. albert simbolon,ofmcap//kuliah di stft st.yohannes pematangsiantar....saat ini saya mau menyusun skripsi ttg Teologi Tubuh Paus Johannes Paulus II. saya mengalami kesulitan dalam mendapatkan buku sumber utama (Theology of Body John Paul II) apakah bapak mempunyainya?? atau artikel2 lain mengenai hal itu??saya sangat mengharapkan bantuan bapak. salam paska. simbolon.albert@gmail.com

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...