Wednesday, November 19, 2008

MENGENAL DAN MENIKMATI MAZMUR 13

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)

Mazmur ini melukiskan doa pribadi, yang mengungkapkan satu iman dan kepercayaan yang sangat kuat akan Allah. Mazmur ini mengingatkan kita akan fakta bahwa doa tidak lain adalah perkara berelasi, dan berkomunikasi, atau berdialog, berbicara dengan Allah. Tetapi relasi itu tidak selalu serba mudah. Relasi itu sering sekali juga amat sulit. Terkadang ada perasaan bahwa seakan-akan Tuhan sudah tidak ingat lagi akan kita. Terkadang ada juga perasaan seolah-olah Tuhan sudah tidak sudi lagi memandang kita (ayat 2). Tidak jarang dalam doa, kita merasa seakan-akan Tuhan tidak peduli, tidak menaruh per-hati-an, tidak mau mendengarkan. Akibatnya, saya pun (baca: si pendoa) lalu berkutat dengan diri sendiri, dengan segala perpusingan dan perjuangan hidupnya. Semuanya lalu bermuara pada kesedihan, ditambah lagi dengan cercaan yang dilontarkan oleh para musuh (ayat 3).

Kedua ayat ini melukiskan betapa doa itu tidak selalu mudah. Doa itu adalah perjuangan. Untuk dapat berdoa dengan baik perlu perjuangan, perlu ketahanan rohani. Dan untuk dapat sampai ke sana kita perlu latihan yang banyak, latihan terus menerus. Jadi, mazmur ini mengajari kita satu spiritualitas doa: bahwa doa tidak hanya sebuah pengalaman sukacita dan penghiburan semata-mata. Doa juga bisa berarti tetes air mata, kesedihan, dan bahkan kesepian, seakan-akan berhadapan dengan tembok dingin yang diam dan bisu.

Tetapi dalam ayat 4-6 kita dapat merasakan adanya satu loncakan besar dalam keyakinan si pendoa ini. Mana loncatan itu? Ia tetap berharap dan memohon agar Tuhan sudi memandang dia dan menjawab dia (ayat 4). Ia berharap akan intervensi Allah juga secara fisik dalam matanya. Tetapi itu semua tidak demi keangkuhan dan kepentingan pribadi semata-mata, melainkan agar para musuhnya bisa menjadi jera; kalau perlu agar para musuhnya itu bisa bertobat (ayat 5).

Akhirnya, walaupun doa itu tidak selalu mudah, tetapi si pemazmur ini tetap percaya akan Allah dan karya penyelamatanNya. Fakta bahwa ia masih hidup dan masih terus menerus bisa berdoa, walaupun sulit, hal itu sudah cukup menjadi alasan yang cukup memadai bagi si pemazmur ini untuk memuji-muji Allah. Sebab semua yang terjadi dan dialaminya selama ini adalah bukti kasih dan kebaikan Allah kepadanya, dalam dan atas hidupnya (ayat 6). (EFBE@fransisbm).


No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...