Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
Mazmur ini melukiskan doa orang saleh yang memohon pertolongan dari Tuhan, melawan orang-orang jahat. Rupanya pengaruh orang-orang jahat sangat kuat sehingga orang saleh terancam punah (ay.2). Selanjutnya dalam ay.3-5 si pemazmur mencoba melukiskan keadaan tragis akibat daya pengaruh negatif dari orang-orang jahat. Tragis sekali pelukisan yang ada di sini. Masyarakat manusia didominasi dusta; dusta itu disampaikan dengan bibir yang manis (lip servives) dan keluar dari hati yang bercabang (ay.3). Keadaan tragis ini dilanjurkan dalam ay.5, di mana orang jahat membangga-banggakan lidahnya, dan juga bibirnya.
Semua yang disebut di sini adalah alat ucap (artikulasi) dalam proses tutur (bicara) manusia. Kalau manusia berbicara, maka berbicara dengan memakai lidah, bibir, mulutnya. Sebab bahasa akhirnya tidak hanya bahasa verbal saja, melainkan juga bahasa tubuh (body language). Dan berbicara selalu berarti relasi, komunikasi. Jadi, komunikasi dan relasi antar manusia dalam masyarakat ditandai oleh tipudaya, dan manipulasi. Tampak sekali dalam mazmur ini bahwa orang amat membangga-banggakan lidahnya, dan lidah itu bahkan dijadikan sebagai tuan. Tidak ada lagi tuan di atas itu.
Rangkaian ayat 3-5 diselingi ayat 4 yang berisi doa si pemazmur yang berharap agar Tuhan segera bertindak dan tidak menangguh-nangguhkan lagi tindakan itu. Doa itu didasarkan pada suatu keyakinan bahwa Tuhan tidak pernah tinggal diam. Itulah yang coba dilukiskan dalam ayat 6-9. Dalam ayat 6, Tuhan dilukiskan berbicara dalam diri orang pertama tunggal. Dan Tuhan bertindak untuk mengatasi keadaan tragis ini. Akhirnya Tuhan juga tergugah olhe doa dan keluh-kesah orang miskin.
No comments:
Post a Comment